Teori Lokasi Hoover

No Comments
Pada teori sebelumnya yaitu teori lokasi Palander belum mencakup segi entry dan diminishing returns. Segi tersebut mendapat perhatian oleh Edgar Hoover, dimana teorinya masih banyak dipengaruhi oleh teori Palander. Berdasarkan atas asumsi persaingan bebas dan mobilitas tenaga, Hoover berpendapat bahwa lokasi industri ditentukan oleh biaya angkutan dan biaya produksi. Misalnya pada industri pertambangan batu bara akan berlokasi di area yang memiliki bahan tambang. Akan tetapi, perlu dilihat sampai sejauh mana pasar yang akan dijangkau. Jangkauan ini ditentukan oleh tinggi harga yang diminta oleh si pengusaha dan dibayar oleh konsumen. Sebaliknya harga merupakan biaya penambangan ditambah dengan biaya angkutan ke tempat lokasi konsumen; dalam hal ini diasumsikan kegiatan penambangan telah memperhitungkan keuntungan. Oleh karena itu, semakin jauh pasar yang dijangkau, makin tinggi keuntungan yang diperoleh pengusaha yang bersangkutan. Bila seorang pembeli menghadapi dua industri pertambangan yang satu berlokasi di T1 dan yang lain di T2, maka pembeli dapat memilih untuk membeli dari penjual yang menawarkan harga yang paling rendah. Hoover memperhatikan berlakunya law of diminishing returns dalam industri pertambangan, dimana hal tersebut sebagai perbaikan terhadap teori Weber. Semakin jauh daerah pasar yang dilayani, semakin banyak yang harus diproduksikan dan berlakulah hukum tersebut (Djojodipuro, 1992:103).

(a) Increasing Returns


(b) Decreasing Returns


Gambar 1. Batas Pasar Antara Dua Industri

Seperti pada gambar tersebut, maka sumbu tegak menggambarkan biaya produksi dan juga keuntungan, sedangkan sumbu datar adalah daerah pasar berbentuk garis linear yang dilayani oleh industri pertambangan T1 dan T2. Kedua industri ini diasumsikan berproduksi dibawah kondisi yang sama yaitu increasing returns atau ditinjau dari segi biaya decreasing cost, selain itu, industri menghadapi harga yang satuan angkutan yang sama pula. Kondisi yang pertama ditunjukkan oleh biaya yang bertambah kurang dari sebanding dengan pertambahan luas pasar yang sama, sedangkan yang kedua ditunjukkan oleh kemiringan garis angkutan yang sama. Bila industri pertambangan yang berlokasi di T1 melayani pasar sejauh A, maka biaya produksi (termasuk keuntungan) industri tersebut di tempat lokasi industri adalah T1 –a dan a –a’ menggambarkan bagaimana biaya angkutan meningkat dari pusat pertambangan T1 hingga di pasar A; harga batu bara per satuan tertentu (misalnya ton) di A adalah A – a’. Bila pasar yang dilayani meluas hingga B, maka produksi harus ditingkatkan dan biaya produksi akan meningkat dengan a – b. Garis b – b’ menunjukkan bagaimana biaya angkutan meningkat dari pusat pertambangan hingga ke B, harga batubara ke B adalah B – b’. Garis a – a’ dan b – b’ berjalan sejajar satu sama lain, karena harga satuan angkutan yang dihadapi oleh industri pertambangan yang berlokasi di T1 diasumsi tak berubah karena produksi yang makin besar tersebut. Jika industri tersebut meluaskan pasar hingga C, maka biaya produksi akan makin meningkat dengan b – c yang lebih kecil daripada a – b. Berdasarkan atas uraian yang sama, dapat ditemukan titik c. Gambar 1 (a) menunjukkan bahwa a – b, b – c, c – d berturut – turut semakin kecil. Keadaan ini menunjukkan terjadinya gejala increasing returns (decreasing cost). Bila titik a’, b’, dan c’ dihubungkan satu sama lain, maka garis a’ b’ c’ merupakan garis marjin (margin line), garis ini merupakan tempat kedudukan harga penyerahan di setiap pasar sepanjang pasar linear yang dapat dilayani. Apa yang dapat dijalankan industri pertambangan di lokasi T1 dapat pula dilaksanakan pada industri pertambangan berlokasi di T2. Dengan demikian diperoleh garis marjin bagi industri pertambangan kedua ini yang bentuknya ditentukan oleh tinggi biaya dan kondisi produksi, sebagai akibat berlakunya law of diminishing returns serta harga satuan angkutan. Pada titik perpotongan kedua garis marjin, kedua perusahaan tersebut menawarkan harga yang sama; di tempat lain salah satu menawarkan harga yang lebih rendah. Titik perpotongan tersebut sebagai batas pasar kedua industri tersebut (Djojodipuro, 1992:104-106).

Selain industri pertambangan, kondisi tersebut juga dapat dilakukan pada industri pengolahan. Bedanya industri pertambangan tidak dapat mobil karena lokasi bahan baku mentah, sedangkan industri pengolahan tidak, sehingga dapat mobil. Pada industri pengolahan selain berlaku diminishing return juga berlaku law returns to scale dimana dapat digambarkan dalam jalan garis marjin yang merupakan refleksi kondisi produksi industri yang bersangkutan. Pada garis increasing returns, garis marjin akan semakin landai, makin jauh pasar yang dilayani, sedangkan pada decreasing returns, garis marjin akan semakint terjal. Sehingga pada kasus tersebut mungkin saja garis marjin tersebut tidak berpotongan. Bila kedua garis marjin tersebut berpotongan, maka seluruh pasar dilayani oleh kedua perusahaan yang bersangkutan dan entry oleh perusahaan lain akan sulit. Sebaliknya, jika decreasing returns to scale bekerja secara tajam, maka mungkin sekali garis marjin kedua perusahaan tadi tidak berpotongan dan perusahaan yang bersangkutan hanya melayani sebagian pasar yang tersedia – lihat gambar 1 (b); maka keadaan tersebut mengundang entry oleh perusahaan lain. Gejala entry mudah terjadi dengan industri pengolahan yang lokasinya lebih bebas daripada industri pertambangan. Dengan memasukkan masalah entry maka teori Hoover merupakan kerangka pemikiran bagi pengaruh lokasi daerah pasar terhadap distribusi spasial industri yang bersangkutan. Hoover juga mengatakan bahwa lokasi industri dapat ditentukan dengan menggunakan isodapan seperti pada teori Weber. Lokasi industri dapat berorientasi ke tempat bahan mentah, pasar, atau di antara keduanya (Djojodipuro, 1992:106).


Pada gambar 2 (b), mengatakan bahwa industri menggunakan material di X kemudian menjualnya di pasar Y, gradien biaya pemindahan XY dan x’ y’ menunjukkan secara berurutan biaya pergerakan bahan jauh dari X dan biaya pendistribusian terhadap pasar pada Y. Jarak vertikal x ke y merupakan tempat lokasi alternatif. Pemberhentian atau terminal atau muatan pada sumber bahan dan Yy merupakan biaya terjadi dalam pendistribusian jika pabrik tersebut ada pada pasar. Kurva x’’ y’’ merupakan biaya transfer total (jumlah xy dan x’ y’) dan menunjukkan lokasi biaya yang kecil pada y. Dengan gradian convex, maka jumlah biaya lebih dibatasi di antara x dan y. Pengaruh dari titik trans-shipment diilustrasikan dengan mengasumsikan suatu kota T merupakan biaya pemindahan tambahan yang terjadi. Lokasi dalam kota menghindarkan muatan trans-shipment (pengiriman barang) dan akan memberi keuntungan pada sumber material (Smith, 1971:83-84).
 Hoover juga berpendapat sama seperti Palander, bahwa sumber bahan mentah dan pasar lebih menentukan lokasi industri daripada biaya angkutan. Jika dijumpai suatu lokasi dalam segitiga lokasi maka keadaan ini lebih ditentukan oleh tersedianya tenaga murah di tempat tersebut. Sehingga pengaruh biaya angkutan justru akan mendorong industri untuk berlokasi di tempat bahan mentah, pasar, atau persimpangan lalu lintas yang tidak jarang merupakan transport breaking point (Djojodipuro, 1992:107).





Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments

Posting Komentar

Follower