Lama banget nggak nelorin tulisan di blog gimana bisa dapet PA (page authority) mendekati 100, kalau ngeblog aja mood-moodan. Iya di draft masih banyak di otak juga masih banyak, lah tapi kok ngga nelor sih.

Akhirnya ini, ngeblog lagi. Kali ini tentang sharing pengalaman Workshop Cerpen Kompas. Sejak ikut organisasi kepenulisan FLP Malang, passion yang terpendam saat SD eh SMP, dimunculkan lagi. Terbiasa menggunakan otak kiri, saat ingin menghasilkan karya fiksi, otak kanan sepertinya sudah kaku sekali. Permainan gitar yang biasa kupetik (genjreng lebih tepatnya) rasanya juga tak mampu membuat otak kananku berkembang.

Alhasil, selalu ketawa saat dikritik karyanya karena terlalu otak kiri, kurang imajinatif, kurang dramatis, kurang berperasaan, kurang emosional lah intinya. Haha.

Pendaftaran Workshop

Suatu ketika, dari grup FLP ada pengumuman Workshop Cerpen Kompas yang diselenggarakan Universitas Negeri Malang dan kerjasama dengan Kompas. Memang workshop ini sudah dilakukan di banyak kampus. Dan kali ini workshopnya diseleksi. 30 orang yang terpilih cerpennya berhak mengikuti workshop. Waktu itu,mikirnya pengen ikutan, biar tahu bagaimana sih style dan trik orang Kompas bikin cerita yang dianggap layak masuk Kompas. Karena yang datang langsung, cerpenis Kompas, Agus Noor dan juga editor Kompas, Putu Arcana.

Awalnya sih mikir pesimis, mungkin nggak sih bersaing sama mereka? Maklum baru menyentuh dunia kepenulisan juga tahun kemarin. Bersaing sama orang-orang se jatim yang sudah punya pengalaman nulis lebih lama dan juga belajar karya sastra sudah lama.

Sampai beberapa hari menjelang batas terakhir pengumpulan, masih aja kurang ide. Bahkan galau, ikut apa nggak. Atas dorongan mbak wulan, ketua FLP malang, akhirnya ikut juga. Karya kukirim ke mbak wulan untuk dikoreksi sebelum dikirim ke panitia. Ada dua cerita, tentang albino di Afrika dan tentang gadis Tengger yang terjebak karena adat. Semua bukan teenlit loh ya, tapi tentang kebudayaan. Cerpen kedua aku buat saat hari H pengumpulan. Wew. Karya fiksi nggak bisa begitu sebenarnya. Ia butuh waktu dipendam sebelum akhirnya dipublikasi.

Setelah transfer biaya pendaftaran 25ribu, aku datang ke rumah mbak Wulan minta saran. Dan yah, lagi-lagi otak kiri banget katanya. Hahaha...
Setelah bertapa di depan laptop, jam 9 malam, cerpen Kabut Bromo ku akhirnya selesai. Dan well, aku kirim lah. Biarin deh kalau nggak lolos.

Pengumuman

Pengumumannya diundur sehari karena yang ikut mbludak, kata panitia via email dan sms. Baiklah, sainganku ternyata banyak.

Keesokannya, coba cek email. Ada email masuk katanya aku lolos jadi peserta workshop. Hahahhaaa, itu respon pertama saat tahu aku lolos. Gimana nggak ketawa, bisa-bisanya karya itu layak. Yang jelas, kalau nggak karena mbak Wulan juga nggak mungkin bisa lolos. Trims mbak wul.

Workshop

Hari H workshop pun tiba. Emak-emak yang lagi bawa 1 kilo makhluk mungil di perutnya berharap semoga kuat sampai selesai. Kalaupun nggak, siap-siap minta jemput buat pulang. Workshop rencananya dari jam 9 sampe jam 5.

Sampai di perpus UM, panitia memberikan seminar kit gitu, goodie bag yang isinya topi dari kompas, blocknote, pulpen, kumpulan cerpen kompas pilihan 2014 juga baju yang harus dipakai saat itu juga, serta sekotak snack.



Acara pun dimulai, setelah sambutan-sambutan (dari sambutan aku tahu total pendaftar sekitar 70an) kemudian presentasi dari Bli Can. Diawali dengan permainan bahwa seluruh peserta memilih seorang peserta lain yang tidak dikenal dan melakukan percakapan, dan di akhir workshop menjelaskan tentang karakter lawan bicara. Setelah itu, Bli Can menjelaskan tentang sejarah rubrik cerpen Kompas dari dulu hingga sekarang. Terus ada grafik juga kecenderungan penulis mengirim cerpennya. Dari grafik itu bisa disimpulkan...

Tips mengirim cerpen ke koran Kompas:

Jangan mengirim karya saat peak month

Sebenarnya agak susah disimpulkan karena dalam dua tahun jumlah pengirim cerpen yang cukup tinggi di akhir dan awal tahun, pertengahan juga. Tapi dalam satu tahun, kecenderungan penulis menurun di awal tahun. Entahlah. Mungkin kesimpulan sementara bahwa peak month nya di awal dan akhir tahun (setelah tulisan blog ini terpublish bisa jadi malah trend peak month nya berubah, bukan lagi awal dan akhir tahun, hehe). Dari situ juga kebayang, mungkin untuk rubrik opini juga gitu kali ya..

Penulis yang sudah dikenal

Yang ini agak susah bersaingm karena saat kita mengirim karya dan saat itu ada penulis yang sudah dikenal kompas. Maka biasanya editor bakal memilih penulis yang sudah mereka kenal untuk dipublikasi.

Inti Workshop

Yang jelas, aku termasuk peserta workshop pasif. Kenapa? Satu, aku bukan terlahir dari jurusan sastra. Dan aku baru saja mengenal dunia kepenulisan karya fiksi. Kedua, tentu ada ketidakpercayaan diri, biasanya persentasi tentang tata kota, sekarang kudu berkata-kata sastra. Ketiga, kaum pemerhati sepertiku hanya belajar dari mereka yang sudah lebih berpengalaman dariku.

Saat inti ini diisi langsung oleh cerpenis Kompas, Agus Noor. Ia mengungkapkan tips menulis berikut.

Di awal kalimat, beri perspektif berbeda

Beliau memberi game untuk mendeksripsikan tentang ruang workshop. Bagi sebagian peserta workshop, menjadikan deskripsi ruang sebagai cerita inti yang singkat, padahal bisa dijadikan latar belakang dari cerita inti. Dan pemikiran Agus Noor memang agak beda.

Beri sesuatu agar pembaca mempertanyakan, ada apa ini? Kira-kira orang lain tidak kepikiran. Selain itu, jangan terlalu terbawa perasaan dulu.

Cara temukan ide : bermain kata

Kadang ide susah ditemukan saat tangan ingin menulis. Ada trik yang bisa memancing ide yaitu dengan bermain kata. Sebutkan kata yang terlintas yang paing utama, kemudian tulis kata lain yang terlintas, tak perlu berkaitan. Biasanya hasil dari karya ini nggak pernah terpikirkan oleh orang.

Selain itu, bisa juga diambil kata pungutan dari sobekan koran atau kata apapun yang ditemukan di jalan.

Bermain kata juga tidak gampang, saat kita menemukan kata-kata dalam sobekan kertas, maka kita harus merangkainya dengan kata sambungan seminim mungkin sehingga menjadi satu kalimat. Itu menguji keterampilan dan imajinasi kita.

Jika stuck? 

Membuat karya fiksi penulis juga pernah mengalami kebuntuan (stuck), maka menurut Agus Noor caranya adalah mendengarkan kisah atau curhatan orang lain atau juga bertemu orang. Bisa jadi curhatan itu menjadi inspirasi.

Bahkan ketika kita melihat di sekeliling kita, misal batu, maka deskripsikan sesuatu yang tidak dipikirkan orang lain tentang batu, maka gampang sekali membuat karya fiksi (okeh, kapan aku praktekkan setelah ini?).


Dalam workshop ini juga dibagi menjadi beberapa kelompok, kemudian tiap kelompok melakukan observasi di sekitaran kampus UM atau kalau mungkin melakukan wawancara. Kemudian, tiap kelompok membuat karya cerpen sesuai hasil observasi yang dibaca oleh perwakilan kelompok saat didepan.

Sayangnya, saat kelompokku belum dibahas, waktu sudah mendekati pukul 5 sore, dan didalam perut rasanya sudah pengen pulang dan baring-baring.
Demikian berbagi kisah workshop Kompas 2015. Yang terpenting sih, smoga bisa mempraktekkan ilmunya dan bisa mempertanggungjawabkannya di akhirat nanti dan jangan sombong kalau udah jadi penulis. Apalagi jangan sampai lupa sama Yang Menciptakan kita karena berkat Dia, kita bisa bernafas dan menikmati karuniaNya (bahkan ketika menjadi penulis terkenal)...
Read More
Malam minggu ni saatnya kencan dulu.. Liat-liat di websitenya 21 ternyata ada film Goosebumps. Misua ngajakin nonton. Pas baca juduknya, pikiranku melayang ke beberapa tahun silam saat masih kecil dan mengingat tumpukan novel Goosebumps entah tumpukan di rak punya teman atau di perpus kota Samarinda. Yang jelas judul itu mengingatkanku tentang cerita yang menyeramkan. Dan actually, aku ga suka.

Tapi karena diajakin, dan mumpung weekend ketemunya. Jadilah aku mengiyakan untuk nonton, mengingat setelah menonton trailer nya di youtube juga lumayan bagus.

Di tengah padatnya lalu lintas kota Malang di malam minggu, akhirnya kami meluncur ke bioskop Dieng, jarak yang dekat dan murah. Untungnya, setelah terduduk manis di kursi bioskop, film pun dimulai. Jadi nggak ketinggalan. Ini dia review Film Goosebumps



Film ini berkisah saat Zacharia (Dylan Minnette) bersama ibunya pindah dari kota besar ke kota kecil yaitu Madison. Zach bertemu dengan tetangganya yang aneh dan agak misterius pada awalnya. Tetangganya, R. L. Stine (Jack Black) yang juga penulis Goosebumps, punya anak yang diciptakan dari khayalannya bernama Hannah (Odeya Rush).

Zach berkenalan dengan Hannah dan ayahnya sangat membenci pertemanan mereka. Zach selalu diancam untuk menjauhi Hannah, kalau tidak ingin terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Tapi siapa peduli, Hannah tetap mengajak Zach ke taman yang tidak terawat dan jauh dari rumahnya.

Kejadian demi kejadian, membuat R.L.Stine membenci Zach. Awal mula musibah terjadi, saat Zach melihat ada yang tidak beres dengan Hannah dari jendela kamarnya. Saat R. L. Stine pergi, Zach mendatangi rumahnya lewat gudang. Saat di dalam rumah, tidak sengaja salah satu novel karya R. L. Stine yang tersusun rapi di rak dibuka dengan kunci khusus. Ya, semua novel karyanya digembok!

Ternyata saat novel itu dibuka, semua monster yang diciptakan dari khayalan R.L. Stine keluar dari buku dan menghancurkan seisi rumah. Bahkan monsternya keluar rumah, Hannah berusaha menangkap monsternya. Walau tertangkap oleh ayahnya, ternyata buku-buku yang lain telah terbuka kunci gemboknya. Dan, semua monster keluar dari buku dan menghancurkan seisi kota.

Walaupun aku belum pernah baca bukunya, sepertinya filmnya ini menggabungkan semua monster karya R.L. Stine dalam novelnya yang kemudian bersatu melawan sang penulis. Idenya unik juga.

Petualangan yang menarik saat Hannah, Zach, temannya, dan R.L.Stine mencoba memasukkan monster-monster itu ke dalam buku, tapi sayang semua buku sudah dibakar oleh monster jahat itu. Hingga akhirnya R.L. Stine harus menulis ulang karyanya dalam waktu singkat agar monster itu masuk kembali ke dalam buku.

Tapi gangguan demi gangguan terus terjadi membuat Zach yang harus menyelesaikan ceritanya. Lucunya, dalam proses pembuatan cerita, ada teknik yang bisa diambil jadi pelajaran, seperti pembuatan cerita harus dalam kondisi yang tenang, konsentrasi, dan tidak terburu-buru memberikan endingnya. Begitupun diungkapkan secara singkat bahwa ada 3 bagian dalam menulis cerita yaitu bagian awal, tengah, dan kejutan (twist).

Aku menganggap bahwa R.L.Stine bisa menyelesaikan ceritanya ternyata bukan. Zach lah yang menyelesaikannya. Ketika monster-monster itu masuk ke dalam buku, ternyata Hannah juga masuk ke dalam bukunya karena saat Zach menulis ceritanya dia tidak berpikir bahwa Hannah juga akan hilang. Walau sebenarnya dia tahu Hannah hanya makhluk khayalan seperti monster itu. Dan Zach sudah terlanjur menulis ceritanya. Saat Zach menulis ceritanya, dia tergesa-gesa, tidak tenang, karena monster-monster itu hendak memakan Zach karena dia yang akan mengakhiri ceritanya. Ternyata Zach sudah menyelesaikan ceritanya tanpa berpikir panjang.

Film ini benar-benar membuatku berpikir, menulis cerita dengan khusyuk, seolah-olah tokoh yang ada itu nyata dan kita larut ke dalam cerita, harus benar-benar dikendalikan. Seperti tokoh R. L. Stine yang takut bergaul dengan manusia. Mengisolasi dirinya dari kehidupan nyata sampai menganggap semua manusia itu berbahaya. Memang penting sekali bagi penulis, terutama penulis horor, untuk mensekat pikirannya dari dunia imajinasi dan dunia nyata. Itulah kenapa aku sendiri belum berani menulis cerita horor. Suka ketakutan sendiri, belum mensekat dua hal itu. Apalagi masih awam sekali dengan dunia tulis menulis.
Read More
Siang kemarin, saat mata ingin tertidur. Tiba-tiba handphone bergetar, ternyata ada telepon dari nomor asing. Sekilas melihat nomornya bukan nomor kantor, tapi nomor ponsel. Nomornya 085216091212. Dalam hati bertanya-tanya, siapa ya? Pastinya bukan dari instansi atau kantor.

Ketika aku mengangkatnya, suara diujung sana mengatakan "hallo" kemudian menjelaskan dirinya siapa dan sepertinya tidak asing. Sangat tidak asing. Suaranya lembut seperti sales yang sedang menawarkan barang. Tapi dia seorang pemberi informasi menang undian dan mengaku sebagai Indra Gunawan dari Telkomsel.


Kemudian terjadilah percakapan antara aku dengannya:

IG : ...Kami baru melakukan undian telkomsel dan nomor anda terpilih sebagai pemenangnya. Anda mendapatkan hadiah sebesar 10 juta rupiah.
Me : WOOOWWW !!!!
IG : Kalau boleh saya tahu, saya bicara dengan ibu siapa ya?
Me : Ibu Nana (entahlah kenapa nama itu yang keluar)
IG : Baik. Ibu Nana posisi dimana sekarang? Di kalimantan?
Me : (wah orangnya tahu aja ni nomor kalimantan) Bukan, saya di Malang.
IG : (agak bingung) tapi nomor ini ibu beli disana?
Me : saya lupa pak. (sudah kedua kalinya ditelpon begini, yang dulu malah eyel2an, dan sepertinya dengan orang yang sama)
IG : Baik, karena ibu memenangkan hadiah uang maka kami akan transfer uang ke ibu. Ibu punya rekening bank apa?
Me : Mand**i.
IG : Baik, Bu, nanti kami akan segera kirim hadiahnya ke rekening ibu. Bisa saya minta nomor rekening ibu?

Sudah kuduga ni pasti mau tipu-tipu. Akhirnya kukasih lah no rekening suami yang baru dibuat dan tidak dipakai, itupun gara-gara pengembalian uang dari penipu seperti yang aku ceritakan disini.

Me : 14400XXXXXX
IG : Atas nama ibu sendiri?
Me : bukan. Atas nama suami saya. Ahmad.
IG : Loh. Kok nama suami ibu?
Me : Lah, emang kenapa? Kalau saya nggak ada gimana?
IG : Oh, baiklah. Setelah ini kami akan mengecek kebenaran rekening ibu ke Bank Mandiri, setelah itu kami akan transfer langsung ke ibu.

Keliatan kan tipu-tipunya...

Me : Ya tidak mungkin salah donk Pak. Logikanya nih ya Pak, kalau rekening saya benar pasti bisa transfer uang. Dan kalau ternyata rekening saya salah, tanpa bapak harus capek-capek datang ke bank untuk cek, mau bapak transfer sebanyak apapun juga kalau rekening salah ya nggak bakal terkirim Pak. Ya, kan?
IG : (terdiam)
Me : (menunggu dia menjawab)
IG : Hmm.. Oh gitu ya Bu.
Me : Loh ya iya kan begitu.
IG : (belum berhasil nipu, masih berlanjut) Baik, Bu, saya minta ibu jangan dimatikan teleponnya Bu, karena kami mau cek dulu ke bank.
Me : (ngetet ae seh Pak) Wah hape saya lowbat ni.
IG : Ya dicas donk Bu.
Me : (ini menurutku bukan jawaban seorang customer service sekelas Telkomsel) Loh hape saya kalau dicas harus dimatikan, Pak.
IG : Emang gitu ya Bu?
Me : (ngetet lagi ni orang) Ya iya, kan dipanduannya begitu, Pak.
IG : Oh begitu..... (kemudian terdiam sejenak) kita butuh 25 menit untuk cek ke bank. Memang sudah berapa persen, Bu?

Sepertinya dia sudah mulai kurang fokus.

Me :  sudah 20%. Dan ini cepat sekali habisnya.
IG : Kalau dicas berapa lama Bu?
Me : sekitar 7 jam.
IG : Oh gitu ya Bu. Baik, nanti setelah ibu selesai cas, bisa menghubungi kami lagi di nomor ini.
Me : Emang ngapain sih saya harus menunggu?
IG : karena kami akan cek dulu ke bank.
Me : Pak, saya juga pernah dapat hadiah uang ya sudah kasih nomor rekening dan langsung di transfer. Nggak ribet saya harus tunggu telepon sampai setengah jam cuma buat cek kebenaran rekening. Dimana-mana hadiah duit ya tinggal transfer aja, Pak.
IG : (terdiam sejenak) ya karena prosesnya seperti itu, Bu.
Me : (alasannya nggak logis dan aku masih aja meladeni tuh orang) terus setelah tau rekeningnya benar, saya harus ke atm gitu dengan hape yang masih stand by?
IG : (agak kaget karena hampir tahu modusnya) Iya Bu, karena kami akan mengirimkan nomor OTP nanti setelah sampai atm kami akan pandu untuk menjalankan sistemnya.
Me : ribet yah! Gini deh mas, saya juga sering dapat telepon seperti ini. Saya datang ke Grapa*i saja, menanyakan tentang hadiah ini. Tapi saya minta identitas bapak, saya minta no KTP bapak atau no pegawai bapak.
IG : (agak kaget) lah untuk apa Bu, no KTP saya?
Me : Ya untuk mengatakan kalau saya dapat telepon dari Bapak atas nama indra gunawan dengan nomor pegawai sekian dan no KTP sekian. Kan saya mau ambil hadiah, jadi ya saya beritahukan identitas penelepon.
IG : (nadanya sudah mulai meninggi) ngapain Bu pake no KTP, ya kalau memang mau konfirmasi kebenarannya ya datang saja langsung ke Grapa*i, kalau memang tidak ada undiannya ya sudah. Nggak perlu no KTP.
Me : (eh dia ngamuk, padahal cuma minta identitas saja, ketawa-tawa dalam hati) loh jadi saya boleh nggak minta no KTP?

Sampai akhir orang ini tetep keukeuh dengan nada tinggi bertanya untuk apa. Dan saya selalu meyakinkan hanya untuk jaminan saja. Ujung-ujungnya, dia bilang sambil (masih) mengamuk:

IG : baik! Setelah ini saya akan kirim no ktp saya dan alamat saya. Terimakasih.
Me : terimakasih!

Telepon pun ditutup. Hingga keesokannya, pria itu tak jua mengirimkan no ktp dan alamatnya.

Ada saja penipuan modus seperti itu. Dan saya selaaaluuu dapat telepon yang mengaku-ngaku dari telkom*el kalau saya dapat undian. Apa karena nomor kalimantan? Atau orangnya bermukim di kalimantan? Entahlah... semoga manusia-manusia macam itu tersadar bahwa uang yang dia cari dengan cara begitu tak ada gunanya.




Read More
Setelah Berpetualang Seru Offroad ke Merapi, saatnya menjelajahi wilayah Kabupaten Gunung Kidul masih tidak jauh dari Yogya sekitar satu jam. Wisata yang dikunjungi kali ini yang sedang booming-boomingnya saat itu yaitu Wisata Goa Pindul

Arah Jalan ke Goa Pindul

Kalau dari Candi Prambanan, ambil jalan ke arah selatan menuju Wonosari terus saja sampai ketemu pertigaan besar Jalan Raya Piyungan, belok kiri ke arah Bukit Bintang. Jalannya naik. Dari Bukit Bintang ini kita bisa melihat kota Yogya dari atas. Tidak jauh beda dengan daerah Payung yang bisa melihat kota Batu dari atas bukit. Jadi kami tidak kaget lagi dengan pemandangan seperti itu. 

Untungnya sampai pertigaan, kami dipandu seorang teman yang sedang sekolah di Yogya, jadilah kami tidak perlu berpusing-pusing ria mencari jalan dan bertanya-tanya dengan warga Setelah sampai di pertigaan Gading Asri belok kiri ke Jl. Alternatif Karang Mojo. Nah, disini kami berpisah dengan kawanku. 

Dia bilang carilah loket Goa Pindul kalau sudah dekat dengan Goa Pindul karena akan banyak sekali orang-orang yang menawarkan jasa penunjuk jalan. Masalahnya kita pun tak begitu paham apakah sudah dekat dengan Goa Pindul atau belum.

Sampai akhirnya, kami dikejar-kejar dengan seorang pria bermotor dan menawarkan penunjuk jalan ke Goa Pindul. Kami menolak. Kami kira dengan obyek wisata yang terkenal pastinya ada penunjuk jalannya. Ternyata. penunjuk jalan itu nihil sama sekali. Kami lost in space lah ceritanya. Entah kenapa Google Maps nggak bisa membaca lokasi, padahal kami sudah mengikuti petunjuk peta. 

Semakin lama, jalan yang kami lewati semakin sepi. Jalanan kampung. Kendaraan yang lewat pun jarang. Kalaupun hari libur dan banyak yang berkunjung ke Goa Pindul, tidak mungkin sesepi ini. Sampai akhirnya, di pertigaan yang membingungkan kami lurus mengikuti mobil di depan kami yang kami kira juga akan ke Goa Pindul. Ternyata dia berbalik arah. Mau nggak mau akhirnya kami bertanya ke remaja-remaja yang berdiri di pertigaan dan mewawancarainya sebelum kami menerima tawaran dia.

Ternyata memang mereka penunjuk jalan bagi pengunjung yang ingin ke Goa Pindul. Mereka memang tidak meminta bayaran ke kami, karena jika dia mengantarkan pengunjung ke Goa Pindul dan membeli tiketnya, maka dia dapat poin. 

Akhirnya kami ikuti saja. Lucunya, dia melewatkan jalan-jalan makadam yang sebenarnya tidak perlu, karena lewat jalan raya pun sudah bisa. Tentu kami bertanya-tanya, kenapa begitu? waktu itu dia jawab karena lewat jalur milik penunjuk jalan yang lain. 

Tak berapa lama, sampai jualah kami di lokasi parkir Goa Pindul. Terik matahari benar-benar membuat kelelahan kami selama traveling cukup terasa. Kami pun memilih paket ke Goa Pindul dan Semi Rafting Kali Oyo. 

Tempat Parkir Wisata Goa Pindul

Biaya Paket

Paketan tujuan wisata di Goa Pindul cukup banyak, ada di Goa Pindul sendiri, rafting Kali Oyo, ada juga Goa Glatik. Tapi kami ambil dua obyek saja, Kali Oyo dan Goa Pindul. 

Kalau cuma ke Goa Pindul hanya membayar sekitar 30ribu per orang selama setengah jam, sedangkan kalau tambah ke Kali Oyo maka biaya menjadi sekitar 40ribu per orang selama satu setengah jam. 

Dan lagi, aku memastikan untuk anak kecil bagaimana? sambil memperlihatkan dua anak-anak kecil itu ke guide nya. Katanya nggak apa-apa, yang paling kecil bisa bareng yang dewasa, kalau kakaknya harus satu ban sendiri, mengingat keamanannya. Aku sedikit kawatir sebenarnya, tapi orang itu mengatakan tenang saja karena setiap orang harus pakai baju pelampung.


Antrian yang Melelahkan

Sesampainya di tempat antrian, kami benar-benar terkejut dengan lautan manusia yang antri dan stuck tak bergerak. Bagaimana bisa menikmati Goa Pindul kalau penuh begini?



Euforia kami akhirnya luntur juga setelah menunggu sampai hampir dua jam. Krucil-krucil sudah mulai jenuh menunggu. Ekspresi kami sudah berubah menjadi tak bersemangat. Apalagi lautan manusia secara kasat mata itu tak kunjung berkurang jumlahnya.

Saking tak sabarnya, aku sampai mendatangi orang yang mengurus antrian. Ternyata nggak cuma aku yang nggak sabar. Banyaakkk yang menanyakan kapan gilirannya. Bahkan aku mengira kalau nama keluargaku terselip sehingga nggak dipanggil-panggil.

Untung saja, bapak pengurus antrian ini sabar meladeni dan pada akhirnya menyuruh kami menunggu di tempat masing-masing. Tidak berjubel di pos. Akhirnya aku dan ayah hanya menunggu duduk di samping si bapak pemanggil antrian sambil berteriak dengan Toa nya memanggil keluarga-keluarga yang masuk giliran antrian.

Bersiap ke Tempat Wisata Lainnya

Penitipan Barang

Bagi kita yang memiliki barang yang harus dititipkan, disini juga ada penitipan barang. Waktu itu didalam tas bawa DSLR. Sebenarnya mau dibawa saat tour nya tapi khawatir kalau misalnya kameranya kena basah, apalagi waktu itu hujan. 

Kalau untuk kamera pocket tetap dibawa, itupun dilapisi plastik bening biar nggak basah dan tetap bisa foto-foto. Disana juga tersedia kantong bening bertali untuk menyimpan handphone jadi bisa digantung di leher. Jadi tetap bisa foto-foto tanpa kawatir basah karena hujan atau terkena cipratan air. Harganya sekitar 25ribu.

Goa Pindul

Akhirnya euforia kami muncul setelah mendengar Bapak di pos tadi menyebut nama keluarga melalui Toa untuk bersiap-siap berpetualang ke Goa Pindul dan dipandu dengan Mr. X. Kami bersiap-siap dan Mr. X berteriak memanggil kelompok keluarga kami. Kami disuruh mengambil ban dan memakai baju pelampung. Hujan yang tiba-tiba deras membasahi pakaian kami. Beruntungnya saat cuaca tak lagi panas, giliran kami dipanggil untuk segera bermain air, hehe...

Hujan yang cukup deras membuat jalanan menuju ke titik awalnya sangat licin. Hati-hati saja bahkan tidak cukup jika tidak dibarengi saling membantu berpegangan. Ban yang cukup besar juga menyulitkan kami untuk turun ke air. Tak sedikit juga pengunjung yang terjatuh walau pada akhirnya tertawa. 



Antri sebelum masuk air

Setelah terjun ke dalam air, kita diharuskan saling berpegangan dengan ban orang disamping kita. Tujuannya saat si pemandu menarik salah satu orang, maka yang lain akan terikut otomatis.

Anak kecil juga bisa dipangku orang dewasa

Menikmati Goa Pindul di tengah gerimis hujan

Lautan Manusia Goa Pindul

Masuk ke dalam gua ini harus berhati-hati karena bisa menabrak batu-batu yang tidak terlihat karena gelap. Pemandu disini menjelaskan tentang apa-apa yang ada di dalam goa, seperti stalaktik dan stalagmit yang tergantung di langit-langit goa.

Karena gelap, pemandu menyinari stalaktit dan stalagmitnya dengan senter. Sayang sekali saat pemandu menjelaskan suaranya teredam, kurang jelas, sakingnya pengunjungnya yang banyak dan ramai. 

Masuk Goa Pindul

Keluar dari Goa Pindul

Kali Oyo

Setelah setengah jam di Goa Pindul, saatnya semi rafting ke Kali Oyo. Kali ini, kita harus naik pick up. Hujan masih belum reda. Perjalanan kita naik pick up tidak terlalu lama, tidak sampai 10 menit. Sampai ditempat, kami harus jalan kaki. 

Bagiku, pemandangannya menyenangkan, benar-benar masih alami. Sungainya yang bebatuan dipinggirnya menyerupai tebing-tebing kecil berwarna biru bening menambah segarnya pandangan mata. 



Kami berjalan di jalanan tanah bebatuan dan licin. Sekitar 500 meter, kita harus menyeberangi sungai. Untuk turun ke sungai, lerengnya agak curam dan tanahnya licin tanpa ada bebatuan penahan kaki agar tidak tergelincir. Cukup sulit menggendong anak kecil agar tidak kepeleset. Akhirnya pemandu kami yang harus menangkap anak kecil ini dari bawah agak tidak terjatuh di sungai.

Beberapa pengunjung lain terpaksa mencari jalan lain yang lebih mudah. Dan kami harus meluncur pelan-pelan dan memegangi rumput.

Goa Pindul, Yogyakarta


Sayangnya sungainya sudah berwarna cokelat, tidak sebiru seperti sungai yang ditemui saat turun dari pick up. Anak kecil ini malah nggak sabar buat main air. Padahal sungai bebatuan itu licin dan cukup deras.

Untungnya derasnya sungai hanya di titik awal keberangkatan, setelah itu arus sungai mulai agak tenang tapi tetap membawa ban kita berjalan mengikuti arusnya.


Selama perjalanan, kita disuguhkan dengan tebing-tebing yang cukup curam. Cahaya matahari sore yang ada dihadapan kita menghangatkan tubuh yang sedari tadi membuat badan kita dingin.

Kita juga disuguhkan air terjun mini dimana kita bisa rehat sebentar dan bermain-main air terjunnya. Si kecil sudah nggak bisa diam nih, pengennys terjun dan main air. 


Air Terjun Kali Oyo

Sungainya sebenarnya cukup dalam dan didasarnya banyak bebatuan, kalau tidak hati-hati, kaki kita akan terbentur batu. Tidak hanya terluka bisa juga nanti timbul kebiru-biruan. Itu kenapa pemandunya selalu mengingatkan kita berhati-hati dan lebih baik tidak ke pinggir sungai karena banyak batu-batu.



Perjalanan usai dalam waktu satu setengah jam, kita kembali ke pick up dan diturunkan di lokasi saat kita naik pick up tadi. Setelah itu, kita bergegas ke mobil dan ambil perlengkapan mandi. Ternyata antriannya cukup banyak. Sebenarnya banyak rumah warga yang menawarkan jasa toilet, tapi kami memilih di toilet tidak jauh dari loket bayar.

Itulah pengalaman berwisata ke Obyek Wisata Goa Pindul di Tengah Lautan Manusia. Banyak sekali obyek wisata di Yogya yang belum sempat dikunjungi. Mungkin suatu saat nanti.

Kesimpulan
  • Akses : arah Wonosari, pertigaan bukit bintang belok kiri, pertigaan Gading Asri belok kiri
  • Biaya : tergantung paketan skitar Rp. 30.000,- hingga Rp. 70.000,-/orang).
  • Kebersihan : cukup bersih
  • Fasilitas : parkir, KM, WC, warung, musholla.
  • Ramah Anak Kecil : Cukup ramah.
  • Nilai : 8
Read More
Yogya memang tak melulu Prambanan dan Borobudur, masih banyak obyek wisata lain yang perlu dijelajahi. Tidak hanya Goa Pindul seperti Kisahku di Obyek Wisata Goa Pindul, tapi juga Offroad ke Gunung Merapi Yogyakarta menjadi salah satu obyek wisata yang seru dan tetap aman untuk anak kecil!


Arah ke Gunung Merapi

Sesampainya di Yogya, kita langsung menuju ke Kaliurang. Harusnya untuk menuju ke wisata offroad Merapi lewat jalur Kaliurang terus hingga ke atas, tapi entah kenapa waktu itu Google Maps nya agak aneh sampe nyasar ke jalan layang arah Magelang, haha. Alhasil, kita mencari jalur balik yang tembus ke Kaliurang. Akhirnya mengikuti petunjuk ke Peta Google Maps. Sampai di tengah hutan, sinyal hilang!!! alamak... Jalan satu-satunya bertanya ke warga sekitar. Giliran tanya ke warga sekitar dia nggak tau apa itu Offroad. Humm.. Akhirnya aku meminta arah ke Gunung Merapi. 



Biaya Offroad

Sesampainya di bundaran, kami melihat kantor penyedia jasa tour Offroad Merapi, akhirnya kita singgah disana untuk bertanya-tanya dan memesan kendaraan untuk offroad. Aku lupa harga persisnya. Sekitar Rp. 350.000,- per jeep diisi 3 - 4 orang. Ketika mau pesan, ternyata sudah full semua. Wah, sempat kawatir ni jangan-jangan musim liburan jadi nggak dapat jeep nya. Biasanya orang-orang akan booking dulu sebelum datang. Sesampainya disana, langsung berangkat.
Bundaran

Atas saran orangnya, akhirnya kami pergi ke start awal pengunjung memulai offroad (lupa namanya apa), Di tempat ini kami mendaftar ke agen penyedia jasa jeep offroad, kemudian menunggu giliran dipanggil. Cukup lama sampai kami bisa menikmati durian yang berjualan dekat Mushalla, solat zuhur dan berkeliling disekitar tempat start.

Titik awal start offroad Merapi

Sekitar satu setengah jam menunggu akhirnya, nama kami dipanggil. Kami pakai dua jeep untuk tujuh orang dewasa dan dua anak kecil.

Jeep Offroad Merapi

Dua anak kecil yang ikut offroad


Medan Offroad

Karena kami berpetualang bersama anak kecil, medan yang ditempuh pun tidak berat walau sebenarnya cukup bikin kita berpegangan erat. Awalnya pihak penyedia jasa berencana melewatkan di jalur yang biasanya dilewati, ternyata ditutup entah karena alasan apa. Akhirnya melewati jalan yang diijinkan. Dan yang paling lucu, anak-anak kecil ini tidak takut sama sekali, malah yang paling kecil sempat tidur di medan yang cukup bikin badan tidak bisa duduk tenang, Hebat...

Medan Offroad Merapi

Museum Sisa Hartaku

Tidak hanya melewati jalur-jalur offroad, kami juga berhenti di Museim Sisa Hartaku. Museum ini merupakan sisa tempat tinggal penduduk yang terkena lahar panas Merapi dan terpaksa harus ditinggal. Karena itu, masih banyak barang-barang yang tersisa yang belum sempat diselamatkan. Bahkan hewan Sapi pun hanya tinggal tulang belulang dan dijadikan salah satu benda peninggalan para penduduk. 


Museum Sisa Hartaku

Tulang Belulang Sapi

Bagian-bagian Al-Quran yang tersisa

Dari titik ini Gunung Merapi sejauh 7 km.





Setelah berpuas-puas diri berfoto-foto (sebenarnya belum puas, sih, kalau dituruti bisa nggak lanjut-lanjut), akhirnya kami melanjutkan perjalanan offroad lagi.

Puncak Merapi Tertutup Awan

Sayangnya dari tempat ini, gunung Merapi berkabut. Musim hujan membuat kabut menghalangi keindahan gunung Merapi. Disini kita bisa melihat jalur lahar dan lava Gunung Merapi. Jalur ini digunakan oleh beberapa warga untuk mengais rezeki yaitu penambangan pasir di sungai-sungai Gunung Merapi. Selain itu, bebatuan vulkanik juga dimanfaatkan warga untuk mengais rezeki walaupun nilainya kurang ekonomis dibanding pasir.
Gunung Merapi yang tertutup kabut

Penambangan Pasir yang ada di Sungai

Ada lagi obyek yang aneh, kata sopir jeep nya sih, batunya mirip wajah manusia. Sampai putar keliling beberapa kali juga ini batu tetap sebuah batu tanpa ada bentuk wajah manusia.
Batu Wajah Manusia

Bunker Merapi

Selain itu, kita berhenti di lokasi terdekat yang diijinkan dari Gunung Merapi, sekitar empat kilo. Tempat itu adalah Bangker Merapi. Ruangan bawah tanah sebagai tempat sembunyi saat Gunung Merapi meletus. Bangker ini sebenarnya untuk melindungi diri dari awan panas (bukan material panas). Tapi sayangnya bangker ini sudah tidak berfungsi, warga yang menyelematkan diri ke dalam bangker justru meninggal karena suhu didalam ruangan sangat panas sekitar 600 derajat celcius.

Bunker Merapi
Perjalanan Menuju Bangker Merapi

Bunker Merapi
Bangker Merapi

Di titik inilah akhir perjalanan offroadnya, setelah puas berfoto-foto ria (sebenarnya belum puas),hehe.. kami kembali ke Jeep kami dan meneruskan perjalanan pulang. Untungnya setelah sampai ke titik awal keberangkatan, hujan langsung mengguyur kawasan wisata Merapi itu. 

  • Akses : lewat jalan Kaliurang, dengan kendaraan pribadi sampai ke titik awal keberangkatan kemudian nyewa jeep. 
  • Biaya : Sewa Jeep (diatas Rp. 350.000,-/mobil).
  • Kebersihan : cukup bersih
  • Fasilitas : parkir, KM, WC, warung, penginapan, musholla, tempat bermain anak-anak, persewaan jeep.
  • Ramah Anak Kecil : Cukup ramah.
  • Nilai : 8


Read More
Mencari sesuatu yang baru berwisata ditempat yang sudah pernah didatangi ternyata punya sense berbeda! Bagaimana tidak, bagi suami, ke Bromo adalah hal yang biasa karena dolanan-nya (mainannya) anak Malang ya wajib mengunjungi Bromo. Sedangkan aku, lima tahun kuliah di Malang, belum pernah ke Bromo. Paling-paling hanya ke permukiman masyarakat Tengger, itupun karena tugas kuliah. Ke Bromo pun saat masih SD datang sama keluarga. Been a long time ago.

Entah suami atau aku yang berinisiatif ngajak dolan ke Bromo, kita ke Bromo naik kendaraan yang berbeda. Kayanya sih aku yang ngajak,hehe... Selain jalan yang kurang bagus, maka kita pakai motor trail punya saudara. Bisa sih sebenarnya pakai motor bebek atau matic, tapi agak bahaya juga kalau tidak hati-hati. Tentunya lebih seru ke Bromo pakai motor adventure. FYI, sewa motor trail begini di Malang harganya sekitar 250rb-350rb. Mahal, kan. 

Untungnya aku masih kurusss, jadi trail yang sebenarnya untuk satu orang bisa dipakai buat dua orang, itu pun ditambah tempat duduk di belakang. Berangkatlah kita. Dari rumah sekitar jam enam pagi, Udara masih segar dan nggak panas. Perlu waktu sekitar satu jam untuk sampai Bromo, diluar foto-foto tapi ya. Akhirnya baru keturutan nyeritain Perjalanan Asyik Nge-Trail di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Jalur ke TNBTS (Bromo Tengger Semeru)

Karena kita dari Kota Malang, untuk mengunjungi Bromo lewat tempat wisata Wendit, lewat jalur yang mau ke bandara Abdurahman Saleh. Tapi kalau mau ke bandara ke kiri, ini terus saja. Ikut jalan besar tembus Tumpang - Gubukklakah (Kec. Poncokusumo) - Desa Ngadas - Bromo.
Kondisi jalannya memang agak jelek, walaupun sudah di plester tetap saja masih ada yang hancur. Kalau udah dekat desa Ngadas, jalannya aspal mulus.

Untungnya jalanan yang jelek mengalahkan rasa senangnya menikmati perjalanan yang semakin menaik ditambah keindahan pemandangan hutan hijau yang menyejukkan dan menyegarkan mata, rasa-rasanya kerinduan akan udara segar dan vegetasi yang berlimpahan telah terobati. Kehidupan kota benar-benar membuatku merasa bahwa alam sedang menegurku bahwa udara yang seperti itulah yang menyehatkan paru-paru. Ya, ya, ya. Setiap detik memuaskan diri menghirup udara yang sudah jarang sekali mengalir di darahku. Senangnya!!!


Istirahat Sejenak

Di titik inilah kami beristirahat sembari menikmati keindahan alam. Puas-puasin deh menghirup udara gunung yang sangat kaya dengan oksigen bersihhhhh. Sambil menikmati pula ketenangan dan kedamaiannya. Perlu waktu yang agak lama agar kita bisa mengambil foto dari seberang jalan dan terhindar dari gangguan kendaraan yang lewat. Tidak hanya motor wisatawan aja yang lewat sini, tapi juga pick up yang mengangkut sayur-sayuran. Kalau lihat sayurannya itu, segar-segar sekali. Rasanya pengen diambil dan bawa pulang!!

Sayang pemandangan kota tidak keliatan
Setelah berfoto, kita melanjutkan perjalanan lagi. Setelah ini akan ada loket tiket masuk.

Tiket Masuk

Tiket masuk wisatawan ini memang resmi dikeluarkan oleh Kepala Balai Besar TN Bromo Tengger Semeru Nomor : PG.215/IV-21/BT.1/2014 tentang Tarif Masuk Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Pas liat pertama, ternyata mahal juga hari kerja aja ke Bromo Rp. 27.500,-. Ya kali ngarepnya cuma Rp. 5000,- hehehe...

Tiket Masuk TNBTS sumber


Masuk TNBTS

Setelah bayar tiketnya, kami sudah masuk kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru dan melanjutkan perjalanan dengan jalan yang juga cukup rusak. Di wilayah ini juga ada tempat wisata lainnya, namanya Coban Pelangi. Air terjun yang (katanya) ada pelangi pada jam 12 siang. Tapi kita nggak kesana, karena tujuan utamanya ke Bromo. 

Setelah tempat wisata Coban Pelangi, kami melewati jurang-jurang yang tinggi sekali. Pemandangannya keren banget, tapi serem juga dengan ketinggian. Bagi yang acrophobia (phobia ketinggian) jangan deh melirik ke jurangnya. Cukup tutup mata saja, hehe... Kalau ada dua mobil lewat maka salah satu mobil harus berhenti dan mengalah. Karena jalannya nggak cukup, bisa-bisa malah jatuh ke jurang.

Sempat berhenti dan menikmati keindahan alam hutan dari atas jurang, melihat sungai yang mengalir di bawahnya. Dan saya agak seram, akhirnya memilih menyudahi menikmati jurang itu. 

Saat dekat dengan Desa Ngadas, kami istirahat sejenak dengan beriseng-iseng ria berfoto di atas roller pengaspal jalan. Terlihat roller nya sudah lama tidak terpakai, sepertinya sudah rusak.



Kami melanjutkan perjalanan. Pemandangan yang tidak asing bagiku, ladang-ladang yang terbentang di lereng yang curam. Bahkan jalannya dibuat zigzag agar petani tidak meluncur. Sayangnya semakin dekat dengan desa, kabut semakin tebal sehingga ladangnya tidak begitu keliatan. Resiko berwisata di musim hujan adalah kabut atau awan yang tidak bisa lagi dibedakan. Ya, Ngadas ini termasuk desa tertinggi di Jawa Timur. Dan aku mengira-ngira bahwa saat itu bukan kabut tapi awan. Kalau memang awan, maka mataku terbuka bahwa awan yang ada di televisi itu bentuknya seperti kabut ini.

Kabut Putih atau Awan??

Setelah melewati Desa Ngadas, kami menemui kendaraan lainnya yang ingin berwisata ke Bromo dan sedang beristirahat di warung-warung. Disini kami isi bensin eceran, seliter seharga Rp.10.000,- sedangkan harga eceran normal waktu itu di pom bensin sekitar 6000 rupiah. 

Sebenarnya di titik ini biasanya para turis berfoto dengan background Gunung Bromo dan lautan pasir. Sayangnya, kabut benar-benar menghalangi pandangan kita. Alhasil, aku berfoto deh dengan motor trailnya. Suhu pun semakin dingin disini. Jaket tebalku pun masih kurang melindungi dari rasa dingin. Apalagi celana olahraga yang kupakai. Nggak mempan!

Kabut menuju ke Bromo


Mau ke Bromo atau Semeru/ Ranu Pane? Beda jalurnya

Arah yang mau ke Bromo jalannya jelek. Kalau musim hujan sampai becek. Berhati-hatilah para pengendara motor bebek atau matic. Jalan ini membuat penumpang motor harus berhenti dan lebih baik jalan sampai jalanan tidak buruk. Khawatir terjatuh. 

Istimewanya naik trail adalah tidak perlu khawatir di jalan jelek seperti itu karena bannya memang dirancang khusus untuk jalanan jelek. Tentu saja, ini hal yang menyenangkan. Berasa petualangannya! Aku harus berpegangan erat-erat agar tidak terjatuh.


Cabe Tengger

Saat kami beristirahat di warung untuk membeli bensin dan nyemil kacang. Ada hal yang bikin menarik. Aku kira itu pajangan mainan sebagai hiasan saja. Setelah aku tanya, ternyata itu adalah cabe tengger. Kata ibu penjualnya, rasanya bisa tujuh kali lipat dari cabe rawit biasa. Byuh.. 
Bagi penyuka pedas, cabe ini bisa menjadi makanan favorit kalian. Pertama makan menurut testimoni yang pernah makan rasanya manis, setelah itu berasa pedasnya. Berhubung aku dan suami nggak mau ambil resiko sakit perut, setelah tahu 7x lipatnya, nggak tertarik untuk membeli. Harganya lupaaa saudara-saudaraa....

Bromo Tengger Semeru
Cabe Tengger

Padang Savanna/ Bukit Teletubis

Perjuangan melewati jalanan jelek tidak hanya sampai disitu. Kami masih harus berjuang melewati jalan tanah berbatu dan licin. Jalanan jelek mengalahkan rasa senangnya menikmati keindahan Bukit Teletubbies yang hijau. Musim hujan membuat Padang Savanna ini menyejukkan pandangan. Kami berhenti untuk berfoto sejenak.


Padang Savanna
Padang Savanna/ Bukit Teletubbies

Bukit ini dinamakan Bukit Teletubbies karena bukit ini mirip sekali dengan bukit di film kartun Teletubbies. Biasanya bukit ini digunakan untuk foto pre wedding.




Saking bahagianya menikmati hijaunya bukit ini, rasanya belum bosan mau foto sebanyak apapun. Iya, Padang Savanna memang memikatku. Kalau musim kemarau, Padang Savanna tak akan sehijau ini, rumputnya cenderung kering dan berwarna agak cokelat. Saran sih kalau mau ke Bromo memang pas belum masuk musim hujan, biar kalau mau foto gunungnya keliatan, apalagi dari Gunung Penanjakan. Travelling kali ini nggak ke Penanjakan. Alangkah lebih bagus lagi kalau ke Penanjakan sebelum matahari terbit, karena bakal keren banget melihat sunrise dengan latar belakang Bromo dan Semeru.

Di sepanjang perjalanan, banyak sekali hardtop-hardtop membawa wisatawan dan berfoto di bukit Teletubbies. Ada yang foto pre wedding juga.

Gunung Bromo dan Gunung Batok

Setelah mencoba berpuas-puas diri berfoto di Padang Savanna, saatnya kami melewati Lautan Pasir, dan kemudian kami memilih segera parkir. Sesampainya disana, banyak masyarakat lokal yang menawarkan naik kuda dengan harga Rp 25.000,- sekali jalan (kalau tidak salah ingat). Aku memilih nggak, Soalnya mau ambil foto sebanyak-banyaknya, dan menikmati mendaki gunung, hehe..

Gunung Bromo dari Tempat Parkir

Ini Bukan Bromo yah! Ini Gunung Batok! Bersebalahan dengan Bromo


Gunung Bromo, Pegunungan Tengger
Menuju ke Gunung Bromo, Pemandangan Gunung Batok

Karena jarang olahraga, naik gunung Bromo segitu saja sudah capek. Tangganya pun tinggi sekali. Berhenti beberapa kali untuk mengambil foto. 
Lautan Pasir dari Atas Bromo

Kawah Bromo

Wisatawan Bromo

Lautan Pasir dan Bromo


Lautan Pasir Bromo

Lautan Pasir ini pasti dilewati kalau kita mau ke Bromo. Setelah puas foto-foto, kami memilih pulan dan berfoto-foto di Lautan Pasir. Menikmati licinnya pasir Bromo dengan Trail. Tentunya ada jalur-jalur khusus yang dilarang dilewati oleh pengendara karena jalurnya sangat licin dan berbahaya. Berhati-hatilah menyetir saat melewati lautan pasir ini, naik trail pun juga licin. Selama melewati lautan pasir, ada semacam tornado-tornado kecil di pinggiran yang mengangkut pasir-pasir memutar-mutar terbang. Sayangnya nggak sempat foto. Kalau mau foto, harus menunggu momen tornado kecil itu.





Saatnya kami pulang dan menembus awan pegunungan lagi. Travelling benar-benar menyegarkan pikiran. Maka ber-travelling selama masih bisa. Cukup explore daerah sekitar tempat tinggal kita, dan publikasilah hasilnya di blog atau media sosial bagaimanapun kondisinya. Tentunya sebagai upaya untuk mengenalkan tempat wisata menurut pandangan orang lain. Secara nggak langsung, kita mengajak orang lain berwisata, walau hanya dalam bayangan, hehe...Inilah Travelling Naik Trail ke Bromo-ku, dan travellingmu?

  • Akses : dengan kendaraan pribadi atau nyewa hardtop , sekitar 1 jam dari kota Malang via Tempat Wisata Wendit - Tumpang - Gubukklakah (Poncokusumo). Lewat Pasuruan : Pasuruan - Wonokitri - Simpang Dingklik. Lewat Probolinggo : Probolinggo - Sukapura - Cemorolawang. Lewat Lumajang : Lumajang - Senduro - Ranupani - Jemplang. 
  • Biaya : Jika ingin sewa Trail (Rp. 250.000,-), bensin motor (Rp. 30.000,-), parkir (Rp. 5.000,-),  Jeep/ Hardtop (diatas Rp. 350.000,-) kalau dari kota Malang tentu lebih mahal lagi.
  • Kebersihan : bersih
  • Fasilitas : parkir, KM, WC, warung, penginapan (daerah kawasan TNBTS di Probolinggo atau Pasuruan), persewaan hardtop, Sewa Angkutan Kuda.
  • Ramah Anak Kecil : lebih baik lewat Pasuruan atau Probolinggo, kalau lewat Malang mending sewa mobil khusus ke Bromo/Jeep/hardtop.
  • Nilai : 8,5
Read More

Follower