Seperti janji saya di blog saya sebelumnya. Baca di SINI. Sekarang saya ingin berbagi pengetahuan tentang penggunaan audiobook di beberapa negara terutama Australia, Inggris dan Indonesia. Sesi roundtable itu dihadiri oleh beberapa penulis dari Australia, Amerika, Turki, Indonesia, India, Italia, dan mungkin negara lain yang saya lupa darimana saja.

Dalam sesi ini, kita mengajukan beberapa tema yang bisa dibahas. Setelah dibuat daftarnya, kami memvoting tema mana yang menarik. Empat terbanyak itulah yang terpilih. Dan saya memilih tema audiobook. Kemudian saya berkumpul dengan kelompok audiobook.



Saya mengikuti tema ini karena memang penasaran bagaimana perkembangan audiobook di negara-negara luar terutama Australia.

Trend Audiobook di Luar Negeri

Di luar negeri, trend audiobook saat ini populer untuk pembaca perempuan. Mungkin karena perempuan bisa mendengarkan audiobook sambil melakukan pekerjaan rumah atau mengasuh anak. Sedangkan dulu, audiobook sering didengar oleh laki-laki saat mereka sedang menyetir mobil.

Di Australia (mungkin juga negara lain seperti Singapura dan Malaysia), trend audibook ini berbentuk podcast (mirip radio tapi bisa diputar berulang-ulang) dan bisa berlangganan. Isinya bisa berupa majalah, komedi, dan bahasan-bahasan ringan lainnya.
Penulis harus mebaca kontrak secara detail.

Di luar negeri seperti Australia dan Inggris, kebanyakan saat ini menerbitkan buku sekalian membuat rekaman audio dari buku itu. Sedangkan dulu, setelah buku terbit baru dibuat audiobook-nya.

Seorang penulis dari Australia kalau tidak salah, dia sudah menghasilkan sebuah buku dan menjualnya di Amazon. Suatu ketika dia kaget karena menemukan audiobook dari buku dia. Dia pun akhirnya tahu kalau hak versi audionya dijual ke perusahaan lain. Makanya dia berpesan bahwa setiap penulis harus tahu hak penerbitan walau kontraknya panjang. Penulis harus membaca secara detail semua yang ada dalam kontrak.

Genre Audiobook

Genre yang biasanya dibuat rekaman audionya adalah fiksi dan nonfiksi. Meski tidak semua genre fiksi dibuat audionya, seperti puisi masih belum populer dibuat audionya. Yang saat ini lagi populer di luar negeri adalah genre crime fiction, romantic fiction. Sedangkan audiobook untuk genre nonfiksi ini memang dari dulu sudah populer. Kata para penulis ini, rata-rata kalau nonfiksi, pembaca masih malas untuk membaca, jadi membuat audiobook itu adalah salah satu alasan agar mereka tertarik membaca genre nonfiksi.

Perusahaan Audiobook

Di luar negeri, perusahaan audiobook yang terkenal adalah AUDIBLE. Ada website dan aplikasinya tapi berbayat. Kalau di Indonesia aplikasi audiobook namanya AudioBuku yang bisa diunduh di Playstore secara gratis.

Pilih Audio dari Negara Mana?

Aksen adalah salah satu pertimbangan perusahaan penerbitan untuk membuat audiobook. Menurut orang Inggris, aksen orang Australia itu jelek sedangkan aksen Inggris yang lebih disukai di Inggris.

Di Inggris sendiri, aksen seseorang pun bisa menunjukkan status sosialnya. Wow. Di negara itu, aksen seseorang bisa dibagi jadi aksen "atas" dan aksen "bawah". Hmm.. aksen menengah mungkin ada kali ya.

Dan ini mempengaruhi perusahaan audiobook di Australia untuk memilih narator audiobook dari negaranya juga pertimbangan untuk distribusi audiobooknya.

Orang Inggris sendiri tahu mana speaker audiobook berasal dari aksen "atas" dan aksen "bawah" yang dilihat dari cara menyampaikan sesuatu, dari struktur kalimat, dan banyak hal. Aksen "atas" ini biasanya berasal dari golongan keturunan bangsawan, atau memang dari keluarga terpandang, kaya raya, keluarga berpendidikan tinggi sehingga pendidikan dari kecil mempengaruhi cara berbicara dan aksennya.

Audiobook di Indonesia?

Sementara beberapa perpustakaan di Indonesia memang sudah ada yang menyediakan audiobook meski jumlahnya tidak sebanyak perpustakaan di luar negeri.Tak hanya di perpustakaan, di aplikasi Play Store sudah banyak aplikasi Audiobuku Indonesia secara gratis dan berbayar.

Audiobuku bisa jadi solusi untuk siapa pun yang nggak doyan baca buku tapi ingin meningkatkan pengetahuan yang dimiliki. Nggak hanya buat yang malas baca buku, audiobook ini sangat memudahkan bagi penyandang tuna netra untuk tetap bisa memperoleh pengetahuan tanpa harus membaca buku braille. Maklum buku braille di Indonesia juga belum banyak.
Selamat Mendengarkan Audiobook!

Read More
Selain sebagai kota pendidikan, Yogyakarta juga terkenal sebagai kota pariwisata. Yogyakarta selalu menawarkan tempat menarik dan indah untuk dikunjungi. Jika lima belas tahun lalu, wisatawan berbondong-bondong ke Yogyakarta untuk mengunjungi Keraton, Benteng Vredeburg, Malioboro, Pasar Beringharjo, Candi Borobudur dan Candi Prambanan, namun sekarang Yogyakarta juga memberikan pilihan wisata yang lebih banyak dan menarik. Salah satunya adalah wisata petualangan.
Untuk menikmati semua wisata petualangan di Yogyakarta tentu tidak cukup hanya sehari. Selain jaraknya yang cukup jauh antar tempat wisata, waktu berwisata di setiap obyek wisata juga membutuhkan waktu yang cukup lama.

Wisata Cave Tubing Goa Pindul

Ada yang tahu bagaimana tempat wisata Goa Pindul ini tiba-tiba menjadi destinasi popular beberapa tahun lalu hingga saat ini? Semuanya berawal dari sekelompok mahasiswa UGM yang datang untuk melakukan penelitian tentang bebatuan di Goa Pindul yang sudah terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu. Setelah melihat keunikan dan keindahan goa tersebut, para mahasiswa tersebut mengusulkan agar Goa Pindul dijadikan tempat wisata air.

Mungkin karena peran masyarakat dalam pengembangan pariwisata yang besar seperti kelompok Pokdarwis yang aktif, Goa Pindul pun dibuka untuk dijadikan tempat wisata hingga menjadi ramai sampai saat ini. Apalagi adanya peran media sosial membuat tempat wisata ini semakin popular. Masyarakat pun tidak memanfaatkan sungai di Goa Pindul ini untuk mandi dan mencuci karena sudah dilarang akibat adanya tempat wisata ini.

Jika teman-teman akan pergi ke tempat ini, maka kalian harus memperhatikan waktu kedatangan. Karena tempat ini sangat ramai dikunjungi wisatawan, maka saya sarankan untuk datang lebih pagi dari tempat penginapan. Jika sudah siang, Goa Pindul akan terlihat seperti lautan manusia yang sedang berendam di sungai.

Dari kota Yogyakarta membutuhkan waktu sekitar 45 menit jika tidak mengalami kemacetan. Saya sempat mengalami macet di beberapa titik. Belum lagi saya dan keluarga sempat nyasar. Jadi saya tiba di sana sebelum Dzuhur. Oiya, selama perjalanan akan ada banyak orang yang menaiki motor untuk menawarkan tiket masuk Goa Pindul. Nah, jika kalian mau membantu mereka, bisa saja membeli tiket dengan mereka. Meski harganya lebih mahal ya. Jadi mending langsung datang  ke loket di lokasi Goa Pindul.
Sesampainya di sana, kita masih antri bersama pengunjung lain karena waktu itu saya tiba di Cave Tubing siang hari. Paket yang ditawarkan pun beragam.

Tahun 2015, harga tiket untuk Cave Tubing Goa Pindul saja seharga 30ribu, kalau tambah rute ke Kali Oyo menjadi 40ribu per orang selama satu setengah jam. Setelah membeli tiket, maka pengunjung harus menunggu sekitar 30 menit untuk dipanggil oleh petugas loket. Setelah dipanggil, maka kita diminta untuk memakai pelampung dan membawa ban untuk turun ke sungai Goa Pindul. Itu pun kita masih harus menunggu sekitar dua jam! Lama kan! Efek ramai pengunjung jadi harus sabar antri.
Memang kalau kita punya kamera yang bagus untuk berfoto dalam kegelapan, maka wisata Goa Pindul ini bisa membuat banyak orang iri ingin datang. Hehe.

Wisata Cave Gua Pindul Yogyakarta

Apa saja keseruan wisata di Cave Tubing Goa Pindul?

Pertama, kalian akan menikmati air sungai dengan ban dan melewati goa yang banyak stalaktik dan stalagmit-nya. Eh, kalau bisa kalian berada dekat dengan pemandunya, ya. Agar kalian tahu informasi yang diberikan oleh pemandunya.

Kedua, kita akan menikmati sinar matahari yang masuk dari dalam goa. Nah, di tempat ini kalian harus jago mengambil gambar dalam waktu yang cepat karena di belakang kalian akan banyak pengunjung yang antri untuk mengambil foto.

Wisata River Kali Oyo

Setelah menikmati cave tubing Goa Pindul, pengunjung yang memiliki paket wisata ke Kali Oyo akan diantarkan pemandu ke mobil pick-up untuk pergi ke sungai Oyo.

Wisata River Kali Oyo Yogyakarta



Hal-hal yang menarik saat Wisata River Kali Oyo adalah:


Pertama, kita akan melewati sungai kecil yang banyak batunya. Selain itu warnanya biru jernih. Saya benar-benar takjub dibuatnya. Meski, saat wisata river Kali Oyo ini sungainya berwarna cokelat.

Kedua, kalian akan bertualang melewati bebatuan yang licin dengan arus sungai yang cukup deras. Namun jangan khawatir karena pemandu akan membantu kalian melewati sungai tersebut.

Ketiga, menikmati air terjun dan tebing-tebing batu yang cantik dan indah saat menyusuri sungai Oyo.

Wisata Lava Tour Merapi

Awalnya, saya dan keluarga berencana dalam satu hari langsung ke dua tempat agar kami bisa mengunjungi obyek wisata lain. Namun, sayangnya, wisata ke Goa Pindul sudah menghabiskan waktu satu hari. Jadi, pulang dari Goa Pindul kami langsung mencari penginapan yang ada di daerah Sleman. Karena rencananya besok pagi akan ke Lava Tour Merapi.

Besoknya, setelah sarapan di hotel, kami pun berangkat ke Lava Tour Merapi seperti yang sudah saya ceritakan di blog ini.

Terus, apa serunya wisata Lava Tour Merapi?

Pertama, merasakan serunya offroad dengan naik Jeep yang disewa. Semakin berat medan tempuh maka semakin seru perjalanan. Karena waktu itu, kami membawa dua anak kecil, jadi kami meminta melewati medan tempuh yang tidak berat. Tapi kalau kalian mau medan yang berat coba saja minta sama petugas loketnya.

Wisata Lava Tour Merapi Yogyakarta

Kedua, mengenang peninggalan desa yang terkena lumpur panas di Museum Sisa Hartaku. Museum ini tidak seperti museum lain yang memiliki bangunan utuh dan terawat. Museum ini hanya berupa bekas-bekas rumah rusak karena lahar panas dan barang-barang yang ditinggalkan pemiliknya. Tidak hanya rumah, tapi juga tulang belulang sapi pun juga di museum kan.

Ketiga, melihat puncak merapi dan pekerjaan tambang pasir dari kejauhan. Di tempat melihat puncak merapi ini kita bisa berfoto-foto menikmati indahnya alam Yogyakarta yang dilatari oleh Gunung Merapi.

Keempat, melihat bunker merapi. Bayangkan merasakan tinggal di bunker merapi saat gunung meletus membuat saya merinding. Namun sayang bunker itu sudah tidak berfungsi dengan baik. Jangan sekali-kali berada di dalam bunker saat sudah tidak berfungsi. Karena ketika kondisi di luar bunker sangat panas karena lahar panas yang menjalar maka dampaknya akan terasa oleh orang-orang yang berada di dalam bunker. Bukannya selamat, malah justru membahayakan jiwa. Banyak warga yang meninggal di dalam bunker ini karena saking panasnya kondisi di luar bunker.


Ini yang paling seru sekaligus menggemaskan


Pengalaman wisata petualangan selama dua hari di Yogyakarta memang sangat menyenangkan sekali. Asal jangan sampai kehabisan tempat menginap seperti saya. Rasanya seru-seru gemes.

Beberapa minggu sebelum berangkat ke Yogya, sebenarnya saya sudah mencari lokasi penginapan di Jogja.. Sayangnya karena waktu itu musim liburan jadi banyak sekali penginapan atau hotel di Yogyakarta yang habis.Oiya, itu hotel yang murah ya.  Pada akhirnya, kami mencari satu per satu daerah dekat kampus UGM. Penginapan yang murah memang sudah penuh. Dan syukurnya, ada satu penginapan yang tersisa dan harganya murah. Kami menambah extra bed karena memang banyak anggota keluarga. Haha.

Dan berdasar pengalaman saya, jika kita ingin menginap di suatu tempat, mencari hotel adalah hal yang tidak boleh dianggap sepele. Karena memang waktu itu, penginapan yang saya telepon mengatakan siapa cepat dia dapat. Maka saya tidak bayar dulu. Eh, sampai di Yogya kondisi sudah capek banget tapi belum dapat penginapan.

Nah, kalau saran saya mending ngga usah mengikuti saran pemilik penginapan itu. Kalian langsung saja booking online. Jangan tunggu sampai tiba di lokasi wisata. Kalian bisa mencari hotel dari Pegipegi.

Kenapa harus Pegipegi?

Salah satu agen travel online terbesar di Indonesia yang dibagun sejak 2012 ini sudah bekerja sama dengan sekitar 1700 hotel/penginapan di seuruh Indonesia. Selain itu, pemesanan hotel melalui Pegipegi juga mudah dan user friendly (alias kalian nggak bingung kalau buka Pegipegi). Fitur pemesanan hotel di Pegipegi juga cukup lengkap. Fitur apa saja itu?

Fitur tanggal 

Fitur ini adalah fitur yang wajib ada untuk semua situs pencarian hotel atau pesawat.

Fitur jumlah tamu dan kamar

Karena waktu itu saya dan keluarga banyaak sekali. Satu mobil Avanza penuh. Jadi pas mencari hotel dekat tempat wisata melalui ponsel sempat bingung kira-kira muat atau tidak dan perlu berapa kamar. Dengan adanya fitur jumlah tamu dan kamar ini akan memudahkan kita untuk mendapatkan kamar yang sesuai dengan jumlah tamu dan harga yang terjangkau.

Fitur Filter

Tarif Kamar
Saya paling suka dengan filter tariff kamar yang paling termurah. Karena saya bisa menyesuaikan budget yang saya miliki.

Peringkat Hotel
Jika kalian tidak terlalu memusingkan tariff kamar, tapi lebih mementingkan kualitas penginapan atau hotel maka fitur ini bisa kalian gunakan. Peringkatnya mulai dari 1 sampai 5.

Fasilitas hotel
Jika kalian mencari hotel untuk stay sementara dari aktivitas wisata, kalian bisa memilih beberapa fasilitas yang mungkin menarik kalian, seperti kolam renang atau fasilitas spa. Fasilitas yang ada dalam fitur ini adalah kolam renang, AC, promo hotel, bath tub, TV satelit, dekat mall, koneksi internet di kamar, WIFi gratis di lobi, dekat pantai, ruangan bebas rokok, fasilitas spa, minibal, pusat kebugaran dan pusat bisnis.

Fitur Urutkan
Kita bisa memilih fitur Urutkan ini dari Rekomendasi, Harga rendah ke tinggi, harga tinggi ke rendah, Bintang 1 ke 5, Bintang 5 ke 1 dan nilai ulasan.

Peta
Jadi saya harus meraba-raba sendiri Fitur ini menurut saya sangat memudahkan kalian jika ingin mencari tempat menginap di dekat tempat wisata maka menggunakan fitur ini sangat memudahkan kalian. Selain lokasinya juga dicantumkan harga per kamar.

Begini tampilan dari fitur pemesanan hotel melalui Pegipegi.

Pemesanan hotel di Pegipegi
Dari informasi ini kita jadi bisa membayangkan kamar yang akan ditempati. Misal saya akan datang beramai-ramai, maka saya bisa menentukan apakah harus pesan 1 kamar lagi apa tidak (dilihat dari ukuran kamar)

Yang paling penting, kita harus tahu apakah pemesanan ini refundable apa tidak. Kalau non refundable berarti setelah bayar nggak bisa dikembalikan lagi uangnya, jika kita batal menginap.

Pastikan juga lokasi tempat menginap dekat dengan tempat wisata yang kita tuju jika memang itu menjadi salah satu pertimbangan memilih penginapan.

Kalian juga bisa menggunakan fasilitas yang disediakan di tempat menginap. Jadi, jangan minta yang nggak ada dalam fasilitas yang disebutkan ya. Hehe.



Informasi Dasar, Deskripsi dan Fasilitas Hotel di Pegipegi

Deskripsi Fasilitas Hotel di Pegipegi

Deskripsi Fasilitas Hotel di Pegipegi

Kecuali jika ada kolom permintaan khusus pada kolom isian seperti di bawah ini. Permintaan khusus seperti transfer bandara, kamar lantai atas, kasur ekstra, dll.

Pembayaran Pemesanan Hotel di Pegipegi

Seelah itu, kalian bisa memilih metode pembayaran seperti BCA virtual account, ATM transfer, kartu kredit, internet banking (klikBCA, CIMB clicks) dan cicilan 0% Mandiri.

Setelah yakin, silakan lanjutkan dan detail pembayaran akan dikirimkan lewat email. Setelah itu, konfirmasi jika sudah transaksi pembayaran.

Pemesanan Hotel via Pegipegi


Liburan jadi tenang dan menyenangkan karena nggak perlu ribet harus cari-cari penginapan saat kondisi lagi capek seperti saya. Haha. Selamat liburan!


Referensi
https://www.pindul.net/2015/08/sejarah-dan-asal-usul-goa-pindul.html

Read More
Literasi Baca Tulis
Literasi Baca Tulis (eliterasi.blogspot.com)

Literasi baca-tulis adalah Literasi dasar yang harus dipenuhi oleh setiap individu. Kemampuan individu untuk bisa membaca dan menulis adalah penting di era digital ini. Tidak hanya mampu membaca dan menulis juga, tetapi juga memahami apa maksud dari sebuah bacaan dan tulisan.

Literasi baca-tulis inilah sebagai bentuk terwujudnya awal kesuksesan suatu bangsa. Bayangkan jika warganya tidak memiliki kemampuan dalam Literasi baca-tulis sepertI pada jaman penjajahan. Kita dijajah terus menerus. Eh, tapi meski sekarang juga masih 'dijajah' ya. Ups. Maksud saya, kita benar-benar tidak dibodohi seperti kita biasa mem bodoh anak kecil yang belum tahu baca dan tulis. #duehpengalaman

Kapan mengajarkan Literasi Baca-tulis?

Kira -kira kapan tepatnya diajarkan baca-Tulis untuk anak? Saya sendiri tidak punya patokan kapan anak saya diajarkan baca tulis. Yang penting lihat kesiapan mental anaknya.

Paling-paling saya mengajarkan huruf masing  A-C dan angka 0-5 pada anak saya yang berumur 4 tahun. Sedangkan huruf dan angka arab masih perlahan. Itupun dia sukanya main-main.
Ya udahlah.  beberapa anak seumuran anak saya memang sudah bisa baca tulis, namun, saya buat santai saja. Saya khawatir terlalu memaksakan akan membuat dia trauma dan justru tidak mau belajar.

Membacakan Buku sambil Belajar Abjad

Saat usianya masih dua tahun, saya hanya membacakan cerita saja. Namun, sekarang ketika akan berusia empat tahun, saya sudah mulai menunjukkan beberapa huruf padanya. Saya tidak punya target khusus agar anak bisa hapal 26 abjad di usia PAUD. Saya hanya mempermudah diri saya sendiri untuk mengajarkannya membaca dan menulis abjad saat sekolah. Kalau misal sekarang saat sekolah dasar harus bisa menulis dan membaca abjad maka saya harus sedikit bekerja keras mengajarkan anak saya membaca abjad dan menulis.

Belajar sambil bermain

Saya mencoba menerapkan prinsip belajar sambil bermain. jadi saat sedang bermain, saya mencoba menanyakan huruf dan angka yang tertera pada mainnya. Dengan begitu,  dia akan lebih suka belajar.

Saya jadi teringat masa kecil saya saat diajarkan baca tulis oleh orang tua saya. mungkin beberapa dari teman pernah merasakan hal serupa. Diajarkan oleh ayahnya dengan KERAS?  Duduk di depan ayah dan mulai mengikuti arahan dari ayah untuk membaca setiap huruf dan angka. Jika tidak bisa, maka bentakan akan muncul. Atau pukulan kecil- yang seringkali terlihat besar saat kita masih kecil- sering dilayangkan.  Well, itu sebenarnya membuat saya sedikit takut sama bapak sendiri. wkwkwk.
Kadang setelah saya mengenalkan padanya beberapa huruf dan angka, dia selalu menunjuk angka dan huruf yang dia temui di jalan. Meski dia belum bisa membedakan mana angka dan mana huruf, setidaknya dia sudah tahu bahwa di sekelilingnya dia banyak sekali abjad dan angka yang bisa dibaca.

Nah, saAt saya melihat apa yang dia tunjuk, maka saya menanyakan huruf apa atau angka berapa? Kadang dia bisa benar menjawab, kadang dia juga salah. Karena saya baru mengenalkan dia angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan huruf A, B, C.

Belajar memegang pulpen

Sebenarnya latihan memegang pulpen ini sudah saya ajarkan sejak usianya hampir dua tahun. Awal - awal memang sangat kaku. Namun, lama-lama dia akan terbiasa meski sekarang kadang masih salah.

Setelah dia mulai terbiasa memegang pulpen, maka sesekali saya ajarkan dia membuat garis lurus, melengkung, zigzag. Tujuannya biar mempermudah anak saya untuk menulis angka dan huruf. Setelah itu, baru saya ajarkan dia menulis angka 1, 2 dan 3. Sedangkan menulis huruf belum saya ajarkan. Saya tidak ingin menjadi semuanya takut dia kebingungan. wkwkwk. Mungkin juga teori saya salah.

#WritingChallenge #FLPJatim

Read More
"Kamu ikut tidak ke ruang bawah tanah?" ajak seorang teman saat kami berkunjung ke sebuah warisan cagar budaya di tengah Kota Semarang.

Bangunannya yang besar dan dikenal sebagai tempat pembantaian pada jaman kependudukan Jepang itu cukup membuat saya agak merinding saat teman menawarkan masuk ke terowongan bawah tanah yang dulunya digunakan sebagai tempat pembantaian pribumi dan orang Belanda.


Lawang Sewu
Lawang Sewu (Sumber : IDN Times)

Kesan Melihat Lawang Sewu

Entah mengapa kesan yang terlihat dari bangunan tua itu adalah menyeramkan padahal kemegahannya cukup membuat siapa pun berdecak kagum saat melihat bangunan itu. Mungkin karena sudah terlanjur banyak cerita 'menarik' saat pengunjung datang ke bangunan dengan pintu yang konon katanya mencapai seribu itu - hingga disebut sebagai Lawang Sewu atau pintu seribu-. Mungkin juga karena pengalaman orang yang melihat penampakan dipertontonkan pada salah satu acara stasiun televisi.

Lawang Sewu
Lawang Sewu (heritage.kai.id)

Dari atas, saya melihat terowongan yang gelap melalui pintu masuk yang turun ke bawah. Sambil menelan ludah, saya membayangkan apa yang di dalam. Antara percaya dan tidak percaya akan cerita-cerita tersebut, saya pun menerima tawaran teman saya. 

Setelah membayar tiket masuk ke ruang bawah tanah - Saya lupa harganya berapa. Sepertinya antara 10.000 hingga 25.000 -, kami pun memakai sepatu boot dan membawa senter. 

Seorang pemandu berjalan di depan kami dan mempersilakan kami masuk ke dalam terowongan. Gemericik air sudah terdengar saat saya menuruni tangga. Mata saya mulai beradaptasi dengan terowongan gelap yang hanya disinari senter. Bau pengap cukup menyesakkan dada.

Pemandu sudah memperingatkan kami dengan jalan yang licin sehingga kami perlu berhati-hati. Pemandu bercerita tentang sejarah terowongan bawah tanah dulu. 

Yang masih saya ingat apa yang diceritakan oleh pemandu itu adalah bahwa pada jaman pendudukan Belanda, terowongan tersebut untuk tempat saluran air. Apalagi Semarang kan rawan banjir rob sejak jaman dulu jadi memang diperuntukkan untuk itu. Dan Lawang Sewu memang digunakan untuk kantor perkeretaapian. 

Kemudian saat Jepang datang, terowongan bawah tanah ini digunakan sebagai tempat penjara untuk para pribumi dan orang Belanda. Mereka dibiarkan berdiri di penjara berdiri berdesak-desakan sampai tidak bisa bergerak dan ditutup teralis. Bahkan dengan kondisi banyak air. Pemandu menunjukkan sebuah penjara berdiri yang ukurannya hanya sekitar 1 X 2 meter. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana tersiksanya para terhukum di ruangan menyesakkan itu. 

Terowongan itu sepanjang hampir satu kilometer membuat saya hampir menyerah di tengah-tengah perjalanan. Entah kenapa saya merasa ingin menangis. Rasa sesak yang saya rasakan membuat saya ingin kembali ke pintu masuk. Namun, itu tidak mungkin. Jadi saya terus bertanya kepada pemandu kapan sampai. Saya tak sabar ingin segera mengakhiri perjalanan terowongan yang hanya berisi pipa, air, tembok, dan penjara.

Akhirnya, tiba juga saya dan teman saya di ujung terowongan itu. Saya dan teman-teman lega sekali karena sudah sampai. Setelah mengucapkan terima kasih dan melepas boot, kami pun berkeliling dan berfoto-foto di Lawang sewu.

Saya sangat terkesan dengan bangunan peninggalan Belanda yang didesain dengan sangat komprehensif. Mulai dari ketinggian bangunan (jarak antara lantai dan atap) sehingga membuat sirkulasi udara yang membuat tidak terlalu panas meski berada di daerah tropis. Jendela dan pintu dibuat tinggi. 

Lawang Sewu


Di jaman itu,  bahan-bahan untuk membangun Lawang Sewu pada bangunan pertama menggunakan bahan yang diimpor dari Belanda. Kemudian bangunan selanjutnya menggunakan bahan lokal karena kesulitan mengimpor bahan dari Belanda. 

Bangunan ini katanya juga tidak menggunakan semen, tapi adonan bligor (campuran pasir, kapur, dan batu bata merah). Katanya bligor ini membuat bangunan tidak mengalami retak, lebih awet dan mudah menyerap air sehingga ruangan terasa sejuk. Konstruksi pada atap juga tanpa besi sehingga beban tidak terlalu berat.

Belum lagi di ruang utama ada kaca patri setinggi dua meter dengan simbol kota dagang Belanda, gambar Ratu Belanda, Dewi Fortuna, Dewi Sri, Tanaman dan hewan yang merupakan kekayaan alam bangsa Indonesia. Bayangkan, betapa mahalnya biaya pembangunan Lawang Sewu pada jaman itu.


Fungsi bangunan Lawang Sewu berubah dari waktu ke waktu. Pertama, digunakan untuk kantor NIS (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij) atau kantor administrasi perkeretaapian. Kedua, saat pendudukan Jepang, Lawang sewu digunakan untuk kantor militer Jepang. Ketiga, setelah kemerdekaan, gedung ini digunakan untuk kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI). Keempat, gedung Ini dijadikan Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro). Kelima, gedung ini digunakan untuk Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah sampai 1994. 

Setelah itu, gedungnya tidak digunakan sampai sekarang. Waktu saya kuliah di Semarang, saya mendengar isu kalau gedung ini mau digunakan untuk hotel. Namun, rupanya rencana itu tidak berhasil.

Sampai saat ini, setidaknya ketika saya melanjutkan kuliah S2 di Undip tahun 2011, Lawang Sewu masih dimanfaatkan untuk pariwisata saja. Belum dimanfaatkan untuk bisnis. 

Tidak hanya pada bangunan Lawang Sewu saja, bangunan bersejarah lain di Semarang atau pun di kota-kota lainnya juga mengalami permasalahan yang serupa. Belum banyak bangunan cagar budaya itu dimanfaatkan dengan baik.

Banyak faktor penghambat dalam pengelolaan bangunan cagar budaya baik dari pemerintah maupun masyarakat sendiri seperti:

- biaya yang besar dalam merawat dan melestarikan bangunan. Memang sebagian besar dilema akan kehadiran bangunan cagar budaya Indonesia. Bahan-bahan berkualitas yang digunakan sejak membangun bangunan itu membuat perawatannya juga membutuhkan biaya yang cukup besar pula. 

- kurangnya kesadaran dari berbagai pihak untuk melindungi dan melestarikan bangunan cagar budaya.

- masih banyak yang menganggap bahwa bangunan cagar budaya itu kurang menguntungkan dari segi bisnis.

- pajak yang besar jika ingin mengelola bangunan cagar budaya. 
Padahal bangunan bersejarah itu bisa menjadi tempat wisata yang mengasyikkan dan instagramable. Coba perhatikan foto-foto bangunan tua yang ada di luar negeri, bangunan-bangunanya itu menjadi ikon kota mereka. Sama seperti Lawang Sewu yang menjadi ikon kota semarang. 

Tidak hanya untuk berfoto, bangunan tua Lawang Sewu sebagai bukti bahwa dulu pernah terdapat perjuangan yang besar untuk merebut kemerdekaan Indonesia melawan penjajah. Harusnya kita cukup berbangga hati karena memiliki bangunan kokoh peninggalan jaman Belanda diantara bangunan - bangunan tua yang sudah hancur termakan usia.

Bagaimana kalau sampai Lawang Sewu ini tidak terawat dan hancur musnah serta tidak dibangun lagi. Pasti banyak yang bersedih hati karena merasa kehilangan Ikon utama kota Semarang yang fenomena itu. Makanya Lawang Sewu ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya oleh pemerintah.

Alasan Lawang Sewu ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya adalah:

1. Usianya sudah 1 abad lebih. Sedangkan menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, kriteria bangunan cagar budaya adalah usianya lebih dari 50 tahun.

2. Menyimpan nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Seperti yang saya jelaskan sebelumnya bahwa bangunan tersebut sebagai saksi sejarah dalam perebutan kekuasaan dan saksi pembantaian para pejuang bangsa Indonesia.

Jika bangunan cagar budaya tersebut musnah atau kehilangan sebagian besar unsur atau kehilangan bentuk dan wujud aslinya, maka bangunan itu tidak lagi ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. 

Makanya sebagai masyarakat yang ikut menikmati kehadiran bangunan bersejarah itu harusnya ikut serta menjadi bagian dalam pelestarian bangunan bersejarah Lawang Sewu. 

Masyarakat yang dimaksud tidak hanya sebagai pengunjung bangunan bersejarah tapi juga pemilik bangunan bersejarah dimanapun berada.

Saya memberikan beberapa pandangan bagi masyarakat untuk upaya pelestarian cagar budaya. Tidak hanya Lawang Sewu saja tetapi juga untuk cagar budaya secara umum. 

Upaya Pelestarian Bangunan Bersejarah



Upaya - Upaya pelestarian bangunan bersejarah atau cagar budaya yang bisa dilakukan masyarakat adalah :

1. Menjadi bagian dari komunitas masyarakat peduli sejarah. Sudah banyak komunitas yang cinta sejarah yang sangat peduli dengan segala hal yang terkait dengan sejarah maupun bangunan bersejarah. Adanya komunitas ini menjadi bentuk kepedulian masyarakat terhadap bangunan bersejarah sekaligus sebagai kontrol terhadap kebijakan pemerintah dan perilaku masyarakat umum baik pemilik maupun pengunjung. 

2. Melakukan kampanye peduli bangunan bersejarah. Kampanye ini bisa dilakukan oleh komunitas peduli bangunan bersejarah maupun dari masyarakat umum. Di era teknologi ini media sosial adalah media yang tepat untuk kampanye peduli bangunan bersejarah. 

3. Memberi fungsi yang baru atau memanfaatkan bangunan bersejarah dengan aktivitas sosial budaya dan pariwisata. Agar tidak terlihat mati tanpa aktivitas, maka masyarakat bisa memanfaatkan bangunan cagar budaya Lawang Sewu maupun bangunan bersejarah lainnya untuk melaksanakan kegiatan festival budaya, literasi atau pameran. Asalkan saat penambahan fasilitas tidak menyalahi aturan konservasi dan tidak merusak unsur bangunannya. Dengan adanya revitalisasi bangunan bersejarah maka diharapkan bangunan akan terus hidup. Tentunya dengan diselenggarakannya festival di bangunan bersejarah bisa membantu perekonomian masyarakat maupun untuk membantu pemasukan pemerintah untuk melestarikan bangunan tersebut.

4. Memanfaatkan untuk pengembangan aspek ekonomi atau sebagai lahan bisnis. Di beberapa tempat, bangunan bersejarah sudah dimanfaatkan untuk lahan bisnis, seperti hotel, Cafe maupun restoran. Masyarakat umum yang memang seorang pebisnis bisa memanfaatkan bangunan cagar budaya ini untuk usaha mereka. Apalagi jika ditambah spot - spot untuk berfoto dimana hal tersebut bisa menjadi daya tarik pengunjung.

5. Mengikuti festival budaya atau pameran yang ada di bangunan cagar budaya. Dengan mengikuti festival atau acara yang dilakukan di area bangunan bersejarah maka secara tidak langsung kita menghidupkan suasana bangunan bersejarah tersebut agar tidak terlihat mati. Selain itu, pemasukan dari festival itu bisa menyokong untuk upaya pelestarian cagar budaya.

6. Menjaga kebersihan lingkungan. Upaya ini adalah upaya yang tidak sulit untuk dilakukan. Jangan membuang sampah atau mengotori bangunan bersejarah yang dikunjungi. Tanpa mengotorinya maka kita sudah berkontribusi dalam merawat bangunan bersejarah tersebut agar bertahan lebih lama.

7. Tidak merusak bagian dari bangunan cagar budaya. Kita tahu sendiri merestorasi bangunan bersejarah itu memerlukan biaya yang cukup besar. Jika masyarakat tidak peduli dan suka merusak bagian bangunan cagar budaya, itu sama saja membiarkan bangunan cagar budaya musnah sedikit demi sedikit. Tidak ada lagi ikon kebanggaan kota.

8. Tidak mencuri barang-barang peninggalan cagar budaya. Mungkin kita tidak mungkin melakukan itu, tapi ada saja loh yang berniat mencuri barang-barang bersejarah itu untuk dijual demi mendapatkan uang lebih. Bahkan di Lawang Sewu ada bagian dari bangunan yang dicuri. Apakah kalian bangga memiliki salah satu unsur bangunan bersejarah yang ternyata dilarang oleh pemerintah? Pencuri itu harusnya mendapat hukuman sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2011.

9. Tidak melakukan vandalisme. Meski saya yakin, pembaca blog saya adalah pengunjung bangunan cagar budaya yang taat peraturan.  Namun, saya sangat mengutuk siapa pun yang melakukan aksi vandalisme. Tahukah bahwa vandalisme Itu mengakibatkan kerusakan unsur-unsur bangunan cagar budaya. Bagaimana jika rumah kalian rusak karena perbuatan vandalisme yang orang lain lakukan? Pasti marah, kan? Sama lah seperti bangunan cagar budaya.

10. Mematuhi peraturan saat berkunjung ke tempat cagar budaya. Setiap bangunan cagar budaya akan berbeda-beda peraturannya. Maka usahakan membaca peraturan sebelum atau saat mengunjungi bangunan cagar budaya. Biasanya akan ada larangan memegang benda-benda bersejarah yang dipamerkan karena sentuhan tangan pengunjung bisa menimbulkan kerusakan pada lapisan benda bersejarah tersebut.

Jadi, jangan pernah menyepelekan segala aturan yang ditetapkan dalam bangunan cagar budaya karena semua sudah ada alasannya. Pastinya merawat bangunan tua itu tidak mudah dan membutuhkan biaya yang besar. Kita sebagai masyarakat harus menjaga, melindungi, merawat dan melestarikan bangunan bersejarah di tempat kita masing-masing. Caranya gampang sekali, kan? 

Terus manfaatnya apa melestarikan bangunan bersejarah? 

Pertama, bisa menambah lapangan pekerjaan. Bangunan bersejarah yang dimanfaatkan untuk pariwisata tentu akan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Tentu saja itu dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Para pemandu, penjual kerajinan tangan, souvenir, penjual makanan, tukang parkir, dan lain-lain. Kalian mau kan membantu masyarakat lain agar keadaan ekonomi meningkat?

Kedua,  mengurangi beban anggaran pemerintah. Jelas, jika masyarakat banyak yang berkunjung ke tempat wisata bangunan bersejarah akan mengurangi beban anggaran pemerintah untuk melestarikan bangunan tersebut karena adanya tiket masuk. Asalkan tidak merusak ya.

Ketiga, menciptakan sarana - sarana baru. Lawang Sewu sebagai ikon kota semarang sangat menarik wisatawan yang datang ke Semarang. Dengan begitu, fasilitas rumah makan, perdagangan dan penginapan akan berkembang juga. Coba kalau tidak ada Lawang Sewu, pasti Semarang jadi sepi. Makanya kita sebagai masyarakat harus melestarikan bangunan cagar budaya.

Ternyata betapa besar ya manfaat yang diberikan kalau kita sebagai masyarakat melestarikan bangunan bersejarah atau bangunan cagar budaya Indonesia. Semua yang kita lakukan ternyata berdampak juga secara langsung maupun tidak langsung untuk kita. Sesuai lah jika saya menyebutnya :

Pelestarian Cagar Budaya itu Dari Kita, Oleh Kita, Untuk Kita

Maka jangan pernah menyepelekan pelestarian cagar budaya Indonesia. Semua ada timbal baliknya.


Selamat menjaga,  melindungi, dan merawat cagar budaya Indonesia.


Ayo, teman-teman ikut partisipasi lomba Blog "Cagar Budaya Indonesia : Rawat atau Musnah!"

Lomba Blog Cagar Budaya

REFERENSI :
BBC. 2015. Mengapa sulit melindungi bangunan cagar budaya di Semarang? http.s://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/08/150805_majalah_cagarbudaya_semarang

Galikano, Silvia. 2015. Menyingkap Kecerdasan Arsitektur Lawang Sewu. https://m.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20151119195551-269-92834/menyingkap-kecerdasan-arsitektur-lawang-sewu

Minarti, Ria Ari & Sumiyatun. 2016. PERAN DINAS PARIWISATA KOTA SEMARANG DALAM UPAYA MELESTARIKAN GEDUNG LAWANG SEWU SEBAGAI OBJEK WISATA PENINGGALAN BELANDA DI KOTA SEMARANG JAWA TENGAH TAHUN 2011 – 2014. Jurnal HISTORIA Volume 4, Nomor 1, Tahun 2016, ISSN 2337-4713 (e-ISSN 2442-8728).

Zulfikar, M. 2013. Dedy Gumelar: Pelestarian Cagar Budaya Banyak Manfaatnya. https://m.tribunnews.com/nasional/2013/06/14/dedy-gumelar-pelestarian-cagar-budaya-banyak-manfaatnya

Read More
Saya baru membaca sebuah artikel tentang Ranger di Pulau Komodo. Namanya mengingatkan saya pada Power rangers. Bukan. Bukan itu. Ranger disini maksudnya para pawang komodo. Saya membaca kehidupan pawang komodo ini tidak gampang. Mereka menjadi pemandu bagi wisatawan yang datang ke Pulau Komodo. Biasanya Ranger ini adalah masyarakat asli yang ada di pulau itu. Jadi mereka terbiasa sejak lahir melihat Komodo. Menjadi Ranger pun tidak ada pelatihannya. Ilmu menjadi pawang komodo diberikan secara turun temurun dari kakek nenek mereka.

Ranger akan meminta wisatawan untuk menjaga jarak dengan hewan karnivora ini. Jika dia menyerang kita, maka gigitannya yang besar itu akan bisa membuat tubuh kita kehilangan banyak darah. Tapi siapa yang tidak penasaran Ingin melihat hewan yang panjangnya tiga meter ini? Kesempatan bisa pergi ke Labuan Bajo maka seharusnya juga mengunjungi pulau Komodo ini.

Apa saja yang bisa kita lakukan di Pulau Komodo?

1. Melihat Komodo yang menjadi daya tarik para turis mancanegara untuk datang ke pulau ini. Tahu sendiri kan kalau komodo ini merupakan hewan langka dan sudah sangat tua. Jadi memang tidak banyak negara yang memiliki hewan ini.

2. Melihat sunset dan sunrise di spot tertentu. Keindahan pulau ini tidak hanya terletak pada pantai dan kontra berbukit-bukIt tapi juga keindahan yang ditawarkan sehingga bisa melihat matahari terbenam dan matahari terbit di pulau tersebut.

3. Melihat satwa liar lainnya. Kehidupan di Pulau komodo tidak hanya mendukung kehidupan komodo saja tapi juga satwa liar lainnya. Wisatawan bisa melihat kerbau super besar.

Nah, kalau kita mau pergi ke Pulau Komodo ini bisa dengan mandiri atau dengan agen tur. Semua ada kelebihan dan kekurangannya. Alhamdulillah saya pernah melakukan traveling secara mandiri maupun pakai agen tour.

Jika ditanya, suka mana? Saya bingung mau menjawab apa karena menurut saya semua ada kelebihan dan kekurangannya.


Travelling secara mandiri

Menurut saya traveling secara mandiri ini kita bisa menyesuaikan waktu dan tempat yang kita inginkan. Selain itu interaksi dengan masyarakat lokal lebih intens karena saat kita tidak tahu jalan, tersesat, maka kita harus tanya dengan orang lokal. Yang pasti, lebih banyak mikirnya. hehe. Susahnya, kadang kita bisa saja dimanfaatkan orang lokal karena ketidaktahuan kita. Makanya kita harus lebih berhati-hati saat melakukan traveling secara mandiri.

Traveling melalui agen tur

Bukan berarti ikut agen tur juga tidak perlu berhati-hati, traveling dengan agen tur juga harus berhati-hati dalam hal barang bawaan bukan pungutan liar. Saya baru tahu kalau mereka punya jaringan yang kuat. Biasanya mereka sudah banyak kerjasama dengan tempat-tempat wisata. Kepuasan dengan agen tur juga tergantung pilih agen tur yang mana ya. Saya pernah pakai agen tur ke Bali, sebenarnya mereka bisa berangkat on time,  hanya saja waktu itu menunggu beberapa orang yang akhirnya membuat keberangkatan pun molor. Itinerary pun sudah disusun sesuai jadwal. Jadi kita tidak perlu pusing - pusing lagi cari kendaraan menuju ke tempat wisata karena sudah diatur sama agen tur. Orang lokal pun Jadi tidak macam-macam sama kita. Alias jika ingin menghindari pungutan liar di tempat wisata ya pakai agen tur saja.

Mandiri atau Agen Tour?

Kembali Kembali lagi pertanyaannya. Kalau melihat lokasi masih asing dan jauh dari perkotaan mungkin alangkah baiknya kalau menggunakan agen tur. Biasanya agen tur sudah tahu transportasi yang digunakan, lokasi tempat wisata, tempat makan, tempat menginap , penjual oleh-oleh. Dan ini memudahkan kita. Biasanya juga agen tur sudah punya paket wisata yang harganya lebih murah dIbanding kalau kita traveling Mandiri. Karena di beberapa lokasi wisata, biasanya ada sharing cost begitu, misal saat menyewa perahu yang ada minimal penumpangnya sehingga harganya bisa lebih murah. Kalau pakai agen tur, kita tidak perlu pusing lagi cari orang untuk sharing cost.

Kalau kalian mau pilih agen tur, salah satu alternatif adalah menggunakan agen tur Blibli tur. Di Blibli ini ada paket wisata pulau Komodo yang beraneka macam. Blibli menawarkan paket wisata pulau Komodo yang berbeda jumlah hari dan fasilitasnya.


Kenapa harus beli paket tur wisata di Blibli? 


1. Satu-satunya toko online yang jual paket tur. Blibli memang punya Brand agen tur sendiri bernama Blibli Tur yang menyediakan jasa paket wisata pulau Komodo dan wisata lainnya. Tak hanya itu, brand yang menjual paket wisata pulau Komodo di Blibli juga banyak dengan harga berbeda karena jumlah hari berbeda dan fasilitas juga berbeda. Untuk khusus brand Blibli Tour sendiri yang ada gambarnya Blibli di samping tulisannya.

2. Harga terjangkau. Hal ini karena di Blibli biasanya ada promo menarik yang membuat harga paket turnya lebih murah.

3. Rewards. Setiap kita belanja di Blibli maka kita akan mendapatkan rewards. Nah, rewards ini bisa ditukarkan saat kita berbelanja di Blibli selanjutnya.

4. Bisa cicilan. Bagi yang sudah ingin sekali liburan tapi belum ada dana, maka bisa mengikuti program cicilan ini tanpa harus pakai kartu kredit. Pasti pada mikir bunga ya? cicilan cuma 0%. Untuk syarat dan ketentuan ini bisa dilihat di setiap paket wisata ya.

Hanya saja, untuk meeting dan ending point nya biasanya langsung di bandara. Jadi, tiket pesawat kita yang beli sendiri. Karena bisa saja setiap individu senang dengan maskapai tertentu. Selamat berlibur!

Read More
Malam-malam tiba di Hotel Yulia Village Inn, Ubud, Bali, rasanya ingin segera merebahkan diri di kasur. Meski sudah jam 9 malam, tapi sepanjang jalan Monkey Forest para bule masih berjalan kaki di sepanjang trotoar dan masih banyak yang menikmati sajian di resto yang sudah mengalami akulturasi Asia dan Eropa. Bahkan beberapa pasangan terlihat saling cium di tempat umum. OH! Saya merasa tidak sedang di Indonesia.

Hotel Yulia Inn, Ubud, Bali
Don't judge a hotel by its cover haha

Welcome to Yulia Inn, Ubud, Bali

Saya segera ke resepsionis dan menanyakan kamar atas nama saya dan dari UWRF. Namun sayang seperti yang sudah saya ceritakan di blog saya sebelumnya, nama saya tidak ada. Betapa kaget nya. Wajah saya berubah jadi bingung, lelah dan amarah. Masnya sempat agak gimana begitu. Saya cek panduan saat tiba di Ubud yang dikirim oleh Mbak Sarah.  Memang untuk check in bisa dimulai tanggal 22 Oktober malam. Saya pun memberitahukan kepada pihak hotel. Sembari mereka mengecek, pegawai lain memberi welcome drink seperti es teh ditambah lemon. Segar. Sesekali ada bule yang mematikan jadwal check in mereka.

Akhirnya saya diperbolehkan check in juga setelah mereka cek dan konfirmasi bahwa Itu kesalahan mereka karena waktu itu memang sedang perbaikan sistem. Jadi, alhamdulillah.


Baca juga : Dari Keliling Ubud Hingga Sesi Terakhir di Hari Kelima UWRF (Selesai)



Menu Makanan Hotel Yulia Inn, Ubud, Bali

Sebelum mengantar saya ke kamar, Mas Resepsionis memberi saya selembar menu untuk sarapan pagi besok. Aturannya, jika ingin sarapan besok pagi maka satu hari sebelumnya harus sudah memesan menu makanannya. Maksimal jam 9 malam. namun, karena saya baru datang (lebih dari jam 9 malam) maka saya tetap diperbolehkan booking menu dulu.

Menunya dalam bahasa inggris jadi saya peru mem bayangkan apa saja makanan-makanan itu. Ada bacon, nasi goreng, mie goreng, pancake, omelet. Saya pilih nasi goreng saja dua dan jus jeruk meski saya tidak yakin saya suka dengan jeruk nya apa nggak.

Pegawai resepsionis mem bantu membawakan koper kami, sementara anak saya yang pertama minta gendong saya karena sudah ngantuk berat. Jadinya si kecil digendong ayahnya.

Kami melewati parkir hotel yang cukup luas.

Tempat Parkir Hotel Yulia Inn, Ubud, Bali


Kemudian melewati Gapura kecil khas Bali.

Kami melewati taman yang remanh - remang karena lampu taman yang tidak cukup terang. Melewati kolam renang dan tiga kamar dalam satu bangunan atau dua kamar dalam satu bangunan. Antara bangunan dipisah oleh taman dan jalan. Apa ya namanya? bungalow?

Depan Kamar Hotel Yulia Inn, Ubud, Bali


Kamar Yulia Inn yang Nyaman


Pegawai hotel membukakan pintu dan masuk ke kamar.. Melihat kamarnya saya merasa hommy.  Yes, saya dan keluar harus merasa hommy karena di kamar ini saya harus tinggal hingga 5 hari ke depan. lama ya. But, anak-anak suka! Karena kamarnya nyaman. Ada tegasnya juga untuk duduk-duduk. Di dalam kamar, ada tempat tidur double. Untungnya saya sudah bilang pihak panitia kalau saya akan membawa keluarga. Jadi saya dapat kamar dengan tempat tidur double.

Kamar di Yulia Inn, Ubud, Bali

Kamar di Hotel Yulia Inn, Ubud, Bali


Di sebelah tempat tidur ada tempat santai untuk menonton. Seperti kursi sofa tapi saya lihat seperti tempat tidur dengan beberapa guling kecil dan bantal kecil. Hanya saja tidak seempuk springbed. Masnya menjelaskan bahwa di kulkas itu berbayar. Yang gratis hanya coffee and tea, mineral yang di luar kulkas.
Di kamar mandi ada shower , wastafel, kloset, lemari dan hair dryer. Pintunya juga klasik sekali karena terbuat dari kayu jati (sepertinya) dengan ukiran. Kuncinya pun pakai pengunci kayu.

Masnya pun pergi setelah saling mengucapkan terima kasih.

Sarapan di Yulia Inn


Besoknya, kami pun sarapan nasi goreng dan jus jeruk. Saya kira, jus nya akan eneg ternyata segar banget. Saya saja yang nggak doyan jeruk jadi doyan banget sama minuman jus dari hotel itu. Kami juga bisa menikmati roti, teh, kopi, krimer, air putih yang disediakan di meja dilengkapi dengan alat pemanggang roti. Beberapa hari di sana saya rasanya mulai bosan jika makan nasi goreng terus. Akhirnya saya coba saja semua menu kecuali bacon. Ternyata daging bacon bisa diganti sosis ayam. Yang pasti saya memastikan kesalahannya. Ah! saya lupa memotret nya!  Maklum saya sudah terlalu lapar. Di hari yang lain, saya memesan mie goreng. Rasanya Rasanya jugaenak. Hari selanjutnya saya coba pancake. Dan rasanya enak dan lembut. sekitar empat pancake di tumpuk kemudian diberi madu dan gula khas Bali. Di hari lain, saya memesan (saya lupa namanya) kentang puree tapi digoreng ada crispy,  sosis, telor, roti baguette, dan sayuran. Lengkap deh gizinya. Ada menu lain yang belum saya coba yaitu menu cereal.

Restoran Yulia Inn

Untuk masalah jus nya, semuanya ENAK! Saya coba jus semangka, jus jeruk, jus pisang (awalnya saya kebayang enek nya tapi ternyata enaaak), dan jus nanas. Pasti mereka membuat sesuai takaran biar tidak terlalu manis dan enek.

Fasilitas di Yulia Inn


Kolam Renang Hotel Yulia Inn

Fasilitas lain yang ditunggu anak-anak adalah kolam renang. Pagi-pagi kami berenang dan airnya hangat! Saya kira airnya dingin seperti di surabaya. Di dekat kolam renang juga ada kamar mandi dan shower untuk ganti baju tapi rupanya mandi di kamar sendiri lebih enak.

Jangan khawatir lantai basah karena jalan menuju ke kamar memang di luar ruangan. Tidak seperti waktu saya di hotel Ibis Budget Jakarta utara yang kolam renangnya indoor jadi kalau mau ke kamar harus melewati lobby, dan lift. Basah semua deh. Meski enak kalau indoor nggak bakal kehujanan. (eh, kok jadi bandingin begini hehe). Untungnya lagi ada tempat menjemur pakaian. Jadi setelah berenang, baju renang saya jemur dulu di kamar mandi (tempat jemur handuk) setelah airnya tidak menetes saya jemur di teras.

Setiap hari kamar hotel selalu dibersihkan. Seprai dan selimut. Karena pakai AC, anak saya lebih sering pipis dan kadang malah tembus di kasur padahal sudah pakai popok. Jadi saya juga laporan kalau baru saja diompolin anak. Pegawai kebersihan pun akan mengganti sprei kamar.


Baca juga : Pengen Salto Habis Ngisi Materi Workshop di Hari Ketiga UWRF 2019


Oiya, di hotel ini juga disediakan sewa kendaraan. Saya tanya untuk motor sebesar 80rb rupiah per hari (24 jam). Lumayan juga yah. Pada akhirnya saya menyewa motor dekat tempat acara seharga 70 ribu rupiah saat hari ketiga, dan di akhir acara saya rencana agak terlambat mengembalikan jadi menambah 30 ribu.  Jadi sama aja sih jatuhnya 80ribu. Haha. Menyewa motor menurut saya lebih efisien dari segi waktu dan nggak Begitu capek karena saya beberapa waktu saya membiarkan anak saya di hotel, sedangkan saya mengikuti acara. Dan saya pun harus segera pulang setelah acara selesai.

Sebenarnya saya ada penjemputan dan pengantaran saat sesi saya, tapi menungu dijemput dan diantar juga cukup memakan waktu karena harus antri. Jadi saya memilih menyewa saja biar anak-anak tidak kelamaan menunggu saya.

Memang lokasi hotel ini berada tidak jauh dari pusat kota. Jalan kaki ke tempat makan juga dekat meski kebanyakan yang dijual makanan bule. Ada juga kok yang menjual makanan halal. Kalau biasa jalan kaki sih enak. Kalau tidak biasa mending sewa motor. Makanan halal di Ubud yang sudah pernah saya coba nanti saya tuliskan ya.
 

Read More
Akhirnya ini adalah hari terakhir di Ubud, ada rasa senang dan haru karena sudah melewati lima hari yang menyenangkan di Ubud. Dan tentunya sedih karena saya belum memaksimalkan semua main session festival. 

Minggu, 27 Oktober 2019

Jalan-jalan mengelilingi Ubud

Setelah mengikuti rangkaian acara UWRF dari Perkenalan Hari Pertama yang Menyenangkan, Hari Kedua yang Mendebarkan, Pengen Salto di Hari Ketiga, hingga Mendapat Pengetahuan Baru di Keempat meski tidak full, saya menyempatkan diri jalan-jalan mengelilingi Ubud bersama keluarga saya. Awalnya kami mau mengunjungi Monkey Forest yang tidak jauh dari hotel kami, tapi setelah cek tiket harganya lumayan mahal yaitu 80rb rupiah per orang. Waduh, akhirnya kami ganti rencana lagi.

Saya meminta suami untuk memotret saya di depan Ubud Palace yang lokasinya berada di persimpangan jalan. Saya suka spot ini karena kelihatan banget ciri khas Bali. Berbeda sekali ketika berjalan di Jalan Suweta dan Jalan Monkey Forest yang terlihat seperti di luar negeri karena banyaknya butik, resto dan Cafe ala luar negeri.



Setelah itu, saya mengajak suami ke Desa adat Nya kuning karena saya tertarik dengan rumah Orang Bali. Meski sempat salah jalan (padahal sudah pakai Google map), akhirnya kami bertemu dengan desa adat itu. Lokasinya tidak besar hanya di sepanjang gang.

Gapura kecil sebagai penanda pintu masuk dengan pagar bata merah ditambah pohon Kamboja di pinggir jalan semakin memperkuat kesan Bali di gang itu. Saya pun menyempatkan diri berfoto di depan salah satu rumah Bali. Lagi-lagi, saya teringat materi kuliah saya dulu.




Setelah selesai, kami pun berjalan-jalan lagi, meski tak tujuan tapi suami mengikuti jalan di depan kami. Tak jauh dari Desa adat itu terdapat banyak resto dan Cafe. Beberapa bule duduk-duduk sambil menikmati sarapan di tempat makan tersebut.
Saat saya lihat google maps, ternyata di ujung jalan itu ada Monkey Forest! Sepertinya jalan buntu tapi suami mengikuti orang yang ada di depannya. Sampailah kami di hutan yang luas dimana banyak monyet - monyet duduk di pagar sambil melihat orang berlalu lalang. Ada yang sedang mencari kutu juga. wkwkwk.

Eh, kok ada yang naik motor menerobos di samping Monkey Forest. Suami pun mengikuti. Ternyata memang ada jalan tembusan menuju Jalan Monkey Forest yang biasa kami lewati. Sepanjang jalan itu banyak sekali monyet-monyet menampakkan diri. Tanpa harus bayar mahal, kami sudah melihat monyet-monyet itu. haha.

Setelah itu kami pergi ke Pasar Ubud, pengennya cari pie susu ternyata hanya satu penjual saja itupun nggak ditaruh dalam kotak duplex tapi hanya plastik biasa. Saya pun membelinya, harganya juga murah 1 bungkus 1000 rupiah.

Pasar Ubud (Dokumen Pribadi)


Kami pun memutuskan kembali ke hotel. Karena waktu dzuhur sudah masuk, saya sholat dulu sebelum saya pergi ke Festival hub. Ada dua sesi yang menarik buat saya hadiri setelah dzuhur yaitu Landfill Life dan story telling

Main Program : Landfill Life

Pada sesi Landfill, ceritanya sangat mengharukan buat saya. Bagaimana tidak, orang-orang yang tinggal dan bekerja di tempat penampungan akhir sampah mengalami penyakit yang cukup serius gara-gara memakan kangkung yang tumbuh dekat deket air leachate. Mbak Resa juga bercerita bahwa mereka biasa menemukan sisa ayam goreng yang kemudian mereka bawa pulang dan mereka goreng lagi (saya mendengarkan ceritanya dalam bahasa inggris dan semoga tidak salah interpretasi karena saya masih tak percaya saja). Pernah juga para pemulung ini mendapat jam merk terkenal di tempat sampah. Ia pun menjualnya kepada mbak Resa, pembicara Landfill Life ini, dengan harga 20.000 saja sedangkan kalau di toko harganya sudah hampir satu juta. Mereka juga pernah menemukan cincin emas yang juga dijual ke Mbak Resa. Lucu juga saat lagi acara itu Mbak Resa memakai aksesoris yang di dapat dari TPA.

Jangan bayangkan mereka yang hidup di sana itu penuh kepedihan dan kesedihan. ketika Mbak resa bertanya, "apakah kalian bahagia tinggal di tempat ini?" (lokasinya di Bantar Gobang). Mereka menjawab, "Iya, saya sangat bahagia karena kalau di Bantar Gobang saya bisa bekerja untuk menghidupi keluarga saya, kadang saya menemukan barang-barang di sampah yang bisa dijual dan bisa untuk menghidupi mereka. sedangkan di kampung saya, saya malah tidak bisa bekerja. buka warung saja tidak banyak yang beli."

Mbak Resa juga bertanya, "bagaimana jika kalian di relokasi ke apartemen atau ke tempat yang jauh lebih layak?"
Mereka menjawab, "Saya tidak masalah asalkan ada lapangan pekerjaan untuk saya." Mbak Resa juga mengemukakan pendapatnya, memang yang jadi masalah selama ini, relokasi permukiman hanya memberikan rumah di lokasi tertentu tanpa memikirkan pekerjaan yang bisa dijangkau oleh mereka. Jadi terkadang mereka menolak ada relokasi tersebut.

Mereka pun yang terbiasa berhadapan dengan tempat yang seperti itu (tahu kan bagaimana kondisi dan baunya), tubuh mereka sudah beradaptasi dengan hal-hal tersebut, jadi ketika mereka pergi ke tempat lain, yang mungkin lebih bersih, tubuh mereka juga akan beradaptasi. Entah tiba-tiba pusing atau pilek.

Sejenak di Sesi Story Telling

Saya tidak bisa mengikuti sesi story telling sampai selesai karena saya datang terlambat, kebetulan mau minta tanda tangan Faisal Oddang jadi saya hanya sebentar di sesi ini. apalagi anak-anak udah mulai membuat keramaian. Maka setelah bertemu dengan Faisal Oddang, saya pun segera ke Joglo untuk mengikuti sesi book launching antologi saya bersama penulis lainnya.

Sesi Launching Buku Antologi UWRF

Sesi ini akhirnya para penulis di buku antologi pun bertemu. Saya dan ketiga teman saya (sayangnya, Mas Heru sudah pulang duluan jadi tidak bisa mengikuti sesi ini) duduk di depan bersama Bu Janet dan membacakan sedikit bagian dari cerita kami. Setelah itu, kami berfoto-foto bersama. Saya pun menyempatkan untuk berfoto dengan Bu Leila S. Chudori, Valiant Budi, I Wayan Juniarta, para interpreter dan bersama teman-teman penulis lainnya.

Pamela Allen sedang memberikan sambutan (Credit : Vifick Bolang dan UWRF)

Saya membacakan bagian karya saya (Credit : Vifick Bolang dan UWRF)

Berfoto bersama para pe, nulis di buku antologi, founder (Janet Deneefe)juri (Leila S. Chudori, I Wayan Juniarta), Patron (Julia), Translator Buku (Pamela Allen), koordinator event, dkk (Credit : Vifick Bolang dan UWRF)


Ini menjadi pengalaman yang luar biasa buat saya. Saya bisa mengenal banyak penulis yang sudah jago dan saya bisa belajar dari mereka bahwa harusnya Hobi itu tidak dapat dikuasai oleh Mood. Sedikit motivasi dan dorongan yang diberikan oleh saya bahwa ada yang menunggu karya saya selanjutnya. Maka saya harus tetap menulis. Semoga ini menjadi amal jariyah saya. Aammiinn.

Malamnya, saya dan teman-teman mengikuti Closing Party sekaligus suami mengembalikan motor. Closing Party diadakan Di Blanco Museum. Saya kesana naik diantar suami naik motor, kemudian masuk tempat acara, dan suami pergi mengembalikan motor dan pulangnya jalan kaki sejauh 300 meter sambil gendong si adik. Lelaaahhh juga boowk. Dan saya menggendong anak saya yang pertama yang sudah mengantuk. Haha.

Di Closing Party diadakan pentas musik dari bermacam-macam negara. Sebenarnya cocok nih buat ajang berkenalan dengan penulis lain, namun kondisi saya yang sudah lelah dan anak yang sudah mengantuk, jadi saya tidak berlama-lama di Closing Party. Thanks semua pihak UWRF, Bu Janet, Pak Ijun, atas kebaikan kalian.


Read More
Tak terasaa akhirnya sudah hampir di ujung acara UWRF yaitu di Hari Keempat UWRF. Banyak ilmu dan pengalaman yang saya peroleh dari festival ini.


Sabtu, 27 Oktober 2019

Begitu lega saya setelah mengisi workshop kemaren, saya jadi lebih santai. Hari ini ada banyak sesi menarik untuk diikuti. Saya sudah menjadwalkan akan mengikuti lima sesi Main Program tapi kenyataannya saya hanya bisa satu sesi saja karena saya harus ikut private roundtable jam 2 siang padahal di jam-jam itu, sesi nya banyak yang menarik.

Main program : Precious Peatlands

Saya sempat mengikuti sesi ini meski sedikit terlambat. Sesi ini berbicara tentang konservasi hutan diisi oleh Nirarta Samadhi, Butet Manurung, I Wayan Juniarta, Saras Dewi,  dan Nirwan Dewanto. Saya benar-benar tidak pernah terpikir untuk menulis tentang konservasi hutan dimana materi itu sebenarnya tidak jauh dari materi kuliah saya. Kalau mengingat kembali materi kuliah saya, sebenarnya banyak sekali yang bisa dijadikan bahan cerita. Hanya saja memang butuh diolah sehingga tidak kaku.
Saya memang sudah mengetahui tulisan-tulisan yang berbau lingkungan atau disebut dengan Sastra Hijau tapi memang saya belum mencoba menuliskannya. Padahal tema-tema lingkungan ini sangat dekat dengan kehidupan kita.

Wawancara dengan Literary Podcasts Malaysia


Oiya, saya lupa di hari ini, saya janji dengan Honey ahmad, seorang warga Malaysia yang memiliki toko buku dan juga Literary podcasts di sana. Janji itu adalah sebuah wawancara untuk podcast nya. Ia pun mengeluarkan peralatan untuk merekam. Pertanyaannya juga sederhana seperti latar belakang pendidikan, kapan mulai menulis, buku yang sudah diterbitkan, dan pesan-pesan bagi yang siapapun terutama ibu rumah tangga untuk tetap bisa menulis. Ini adalah pengalaman luar biasa bagi saya. Saya jadi banyak mengenal orang. Wawancara pun selesai dalam waktu 18 menit meski sempat tersendat karena anak saya menangis. hehe.
Bersama Honey Achmad dan Nurillah

Main Program : Reza Aslan: God, A Human History

Reza Aslan ini adalah penulis yang hidup pada keluarga syiah, dan dia migrasi ke US saat revolusi Iran terjadi. Kemudian dia convert ke kristen dan pindah lagi ke islam. Dia menceritakan pengalaman kehidupan dia yang berpengaruh dalam proses menulisnya. Dan sesi yang dilaksanakan di Restaurant Industri ini sangat penuuh sekali padahal biasanya pasti ada kursi kosong. Saya juga nggak bisa mendengar dengan jelas apa yang dibicarakan karena begitu penuh dan soundsystem kurang jelas terdengar bagi saya yang bahasa inggrisnya terbatas jadi saya memilih untuk pulang ke hotel.

Private Roundtable

Setelah mengantarkan anak ke hotel untuk dititipkan ke suami, saya pun pergi ke Blockchain zoo, lokasinya bersebelahan dengan tempat acara. Setelah sudah mencentang nama saya yang ada di daftar peserta, saya dan teman-teman emerging lainnya naik ke ruangan atas. Di dalamnya sudah ada beberapa penulis dari USA dan Australia.

Moderator Inno (kiri) dan Jim Coney (kanan)





Jadi sesi ini memang dihadiri khusus penulis dan mendiskusikan beberapa kondisi dunia kepedulian dari negara yang berbeda. Topik yang dibahas pun juga sesuai permintaan audiensi.  Jim Coney, lulusan RMIT University ini bekerja di penerbitan di Australia. Dia menjadi moderator pada sesi ini bersama dengan Innogato, penulis USA yang masa kecilnya tinggal di Indonesia.
Setelah mengadakan voting pada topik yang dibahas maka didapatlah empat topik utama yang menjadi bahasan tiap kelompok. Saya tertarik dengan audiobook jadilah saya ikut kelompok audiobooks. Cerita tentang audio books akan saya tulis secara khusus nanti ya.

Kik benar-benar membantu saya dalam menginterpretasi pembicaraan para speaker. Mereka berbicara sangat cepat sekali dan banyak istilah atau idiom yang tidak begitu saya pahami.
Setelah sesi itu, saya pun pergi ke rental motor untuk memperpanjang penyewaan sampai minggu malam. Saya harus menambah 30 ribu karena menambah 6 jam lagi.

Oya, sebenarnya setiap malam, UWRF mengadakan acara Live music and art, jadi isinya membaca puisi, pertunjukan musik, menonton film, menari tradisional, dan lain-lain. Sayangnya, saya sudah terlalu lelah jadi saya memilih beristirahat di hotel.

Di Hari Kelima UWRF, saya sempatkan jalan-jalan keliling Ubud dengan sewaan sepeda motor seperti yang saya ceritakan di blog saya yang berjudul Dari Keliling Ubud Hingga Sesi Terakhir di Hari Kelima UWRF (Selesai).

Read More
Akhirnya Hari Kedua UWRF yang mendebarkan pun terlewati, rasanya masih panjaaang sekali perjalanan saya di UWRF dan saya menikmati setiap harinya di sana. Hari Ketiga UWRF ini tak kalah serunya bahkan saya pengen salto, wkwkwk.

Jumat, 25 Oktober 2019

Sebenarnya dari kemaren saya ingin ikut beberapa sesi Main Program.  Banyak sebenarnya sesi Main Program yang sangat menarik, tapi beberapa sesi jadwalnya bersamaan, jadi saya harus memilah lagi beberapa yang saya butuhkan. Sayangnya, kemaren karena anak membutuhkan perhatian lebih, jadi saya mengajaknya makan Di sekitar pusat ubud dengan motor sewaan. Akhirnya saya tidak mengikuti sesi yang saya inginkan.

Hari ini rencananya saya mau ikut sesi Main Program: Imagining The Past yang diisi oleh Iksaka Banu, Azhari Aiyub, Alessandro Baricco, Toni Jordan, dan Sebastian Partogi. Saya suka sebenarnya menulis hal-hal yang berbau historis, menantang tapi juga cukup sulit karena memang tidak pernah menyaksikan momen itu. Jadi hanya imajinasi dan beberapa kejadian sejarah yang mendukung cerita kita. Otomatis riset mendalam sangat dibutuhkan seperti yang dilakukan oleh Iksaka Banu.

Selanjutnya, saya mengikuti sesi Andreas Harsono: Race, Islam, and Power. Saya sedikit terlambat pada sesi ini jadi saya hanya mengikuti sebagian. Dalam Sesi ini ia menceritakan tentang pengalaman dia saat pergi ke pelosok dan melihat kehidupan penduduk ras tertentu, kalau nggak salah daerah Papua dan Ambon. Dan dia menceritakan kehidupan suku Ambon dan yang memeluk agama islam.

Short Story Session

Karena suami pergi mencari masjid Ubuddiyah untuk sholat jumat, jadi saya pergi ke Green room untuk menunggu suami sekaligus bersiap-siap workshop children and youth : short story session. Nah, waktu beberapa bulan lalu, saya sempat mengisi formulir kemampuan saya yang sedikiiiitttttt dan belum banyak pengalaman ini yang bisa dibagikan. Saya menulis mengisi workshop short story untuk anak-anak. Sebenarnya, maksud saya short story nya bercerita tentang cerita anak-anak, tapi audiens nya tetap orang dewasa. Eh, ternyata saya dimasukkan dalam workshop children and youth festival. Ya nggak apa-apa sebagai pengalaman aja.

Pengalaman UWRF

Terus kesalahan saya selanjutnya adalah katanya saya akan mendapat interpreter selama di sana, jadi saya mengajukan workshop dengan bahasa bilingual. Ketika ditempat workshop, ternyata tidak ada interpreter. Saya pun baru sadar kalau bilingual itu nanti saya yang harus berbicara sendiri dalam bahasa indonesia dan bahasa inggris. Nah, LOH!

Awalnya saya minta panitia saja menerjemahkan tapi lama-lama saya menjelaskan sendiri dalam bahasa inggris. eciyeeehh. Untung saja bahasanya masih sederhana. Jadi saya masih bisa lah meski kadang beberapa kata saya lupa dalam bahasa inggrisnya. Jadi saya tanya panitia.

Short story session UWRF


Eh, untungnya audiens nya kebanyakan anak-anak bule yang memang sedikit bisa bahasa indonesia dan orang indonesia yang bisa bahasa inggris. Jadi benar-benar kombinasi yang menguntungkan lah. Tapi ada juga dari Australia yang memang tidak bisa bahasa Indonesia.

Di akhir penjelasan, saya meminta mereka menulis cerita pendek yang sangat pendek dalam satu halaman hvs. Tanpa berpikir lama, mereka langsung menuliskannya dengan baik. Semua peserta menuliskannya dalam bahasa inggris termasuk juga peserta dari indonesia. Keren sekali mereka. Saya kalah deh, Imajinasi mereka juga keren.


Jangan kira semua berjalan dengan damai, tenang, dan kalem. Anak-anak bule itu cukup ramai dan kritis. Saya sampai kagok deh dibuatnya. Bener-bener pengen SALTO deh. hahaha. But, saya buat santai ajalah, ketimbang saya stres sendiri, jadi kadang saya ajak guyon aja.

Setelah selesai, saya pun segera pulang ke hotel bersama anak-anak dan suami yang sudah menunggui saya saat Short Story Session. Makasih banget deh sama suami yang udah mau jagain si kecil.

Di Hari Keempat UWRF ini semakin banyak pengetahuan baru yang saya dapat. Yuk, dibaca saja di blog saya berjudul Ilmu Baru di Hari Keempat UWRF.

Read More

Follower