Well, setelah mengalami kehilangan file-file naskah juga foto-foto untuk blog di tab, mood ku langsung terjun bebas untuk kembali menulis baik fiksi maupun blog. Namun, kusadar mengendalikan mood itu harus dilakukan untuk terus menghasilkan karya. Maka ketika mood menguasaiku saat ini, aku coba menulis yang mudah dulu, seperti curhatan di blog sambil memperbaiki moodku.

Sebelum file-file ku hilang, aku sudah mencatat beberapa hal yang akan kutulis dalam blog. Namun, selalu kutunda-tunda. Sampai foto-foto hilang aku pun mencoba menyelesaikan semua rencana tulisan itu meski banyak foto yang hilang.

So, mungkin dalam blogku, aku akan menulis dari hasil pengalamanku tanpa banyak foto atau mungkin memakai foto dari yang lain, kecuali kalau ada kesempatan kesana lagi baru deh diupdate fotonya. Pfuuh. Rasanya memang kurang sreg kalau tidak pakai foto sendiri.

Ceritanya, aku pengen cerita saat aku makan Mie Aceh di daerah Rungkut. Aku sudah lama ingin mencicipi Mie Aceh yang terkenal pedas dan kaya rempah itu. Di Malang, juga ada menjual Mie Aceh tapi konsep tempat makannya modern, aku kurang tertarik karena kupikir rasanya juga sudah nggak original.

So, setelah menemani suami ke mantan kampusnya di ITS, kita pun makan siang di rumah makan Mie Aceh. Namanya warung makan Asokaya.

Tempatnya biasa, alias bukan warung modern. Sayangnya, parkir mobil di sana agak susah karena berada dekat persimpangan dan jalannya pun tidak lebar. Apalagi saat jam istirahat siang jalanan daerah situ ramai banget. Jadi, harus pinter parkir mepet-mepet, hehe. Kalau nggak, bisa menimbulkan kemacetan.

Menunya sebenarnya banyak banget hanya saja yang membedakan campurannya seperti untuk Mie Aceh ada daging, udang, kepiting, telur, cumi atau istimewa. Mie gorengnya bisa dibikin kuah, tumis, atau goreng. Menu Nasi Gorengnya juga bisa mau pilih yang biasa, daging, udang, kepiting, cumi, telur atau istimewa. Sebenarnya ada menu sate juga, tapi saat kami pesan, ternyata lagi kosong.

Jadi, kami pun memesan makanan Mie Aceh daging dan Nasi goreng istimewa (campurannya daging sama sea food). Terus, kami pun memesan teh tarik atau teh tarek yang menjadi minuman nasional di Malaysia.

Sekitar 20 menit, akhirnya makanan pun datang. Tak sabar, suami dan aku melahapnya apalagi perut kami juga lapar. Rasanyaaa.. tebakanku benarr.. Pedaaaas dan kaya rempah!



Aku mencoba nasi goreng istimewanya juga begitu. Menurutku, rasa Mie goreng dan Nasi Gorengnya sedikit berasa kare-nya. Aku jadi inget cerita seseorang yang pernah ke Malaysia kalau di sana itu makanan serba rasa kare.

Kenapa makanan Aceh juga terasa ada karenya seperti di Malaysia? Mungkin karena jaman dulu Aceh dan Melaka punya hubungan perdagangan yang kuat hingga terjadi akulturasi budaya termasuk juga kulinernya. Begitu pun dengan minuman teh tarikhya. Minuman ini juga berasal dari orang India muslim yang berimigrasi ke Malaysia.

Sebenarnya, aku agak khawatir karena perutku nggak tahan sama yang makanan pedas. Akan tetapi saat itu aku lahap saja sampai habis. hahaha.

Dan pada akhirnya, anakku cuma minum teh tarik aja. Minuman campuran teh, susu dan creamer ini cukup menyegarkan dan harganya juga murah meski menurutku kurang kental.

Harga Mie Aceh dan Mie Goreng berkisar 10.000-25.000. Murah apa nggak?

sumber : Instagram surabaya makan-makan

Alamat warungnya di Jalan Kali Rungkut No 68, Surabaya.

Referensi :
infosurabaya.id.
travel.kompas.com
id.wikipedia.org

Read More

Deskripsi Buku

Judul : Antologi Cerpen Cinta Perempuan Biasa
Nama penulis : Nuri Thakya, Dian Permatasari, Rendi Aprian, Nyimas Maharani Shalima, Yunita Mercy Sabatini, Raisa Fardani, Nur Hidayah, Muhammad Ali Saidi, Felly Octaviani, Rianti Aprillia, Ela Indah, Rosanti Vivi Muari/Kim, dan Erinda Nur Anisa
Penerbit : Anara Publishing House
Cetakan: Maret 2020
Halaman: 114+ii
Harga:
ISBN :978-623-7229-57-5

Kisah Cinta dalam Antologi


Kalian pasti pernah kan merasakan jatuh hati. Tapiii... apakah cinta kalian selalu berbalas?  Coba hitung, berapa banyak yang bertepuk sebelah tangan? Banyak! Aihhh.... tapi memang begitulah ya, kadang Allah ngasih kita yang terbaik meski kita harus sakit hati dulu.

Syukur-syukur, tanpa harus merasakan jatuh hati tiba-tiba diminta seseorang yang ternyata didamba hampir sebagian besar orang kemudian dilamar dan menikah. Wew, betapa beruntungnya! Sama seperti cerita Haura dalam antologi ini yang masih SMA dan dilamar oleh seorang Habib yang religius, lulusan Kairo, tampan, didambakan banyak santriwati.

Haura yang biasa saja dan seorang siswa yang masih sekolah SMA jelas dibuatnya bingung. Bahkan ia berprasangka buruk kalau Habib itu mau poligami sampai-sampai Haura memberinya syarat selama menikah dengannya sang Habib tidak boleh poligami. Syarat itu tidak memberatkan Habib. Ia setia. Justru suatu ketika, Haura merasa bersalah dengan persyaratannya itu.

Dari Haura, kita bisa belajar bagaimana seharusnya cinta kepada pasangan itu tidak berlebihan sehingga muncul keikhlasan ketika kita harus merelakannya dengan wanita lain. Ah! Keikhlasan itu kadang menyakitkan meski bernilai pahala. Jangan sampai Allah cemburu karena kita terlalu berlebihan mencintai pasangan kita. Penulis menyadarkan pembaca dengan bagaimana menjadi seseorang yang ikhlas ketika cinta harus berbagi. Berat. Sangat berat.

Jika perjalanan menjemput kekasih tidak begitu sulit, lain halnya dengan Vana yang berbeda status dengan kekasihnya, Deri. Vana tidak diterima oleh orang tua sang kekasih karena statusnya sebagai anak miskin. Vana selalu berdoa dalam sholatnya agar ia direstui kedua orang tuanya. Allah terkadang selalu punya cara untuk mempertemukan sepasang kekasih dengan cobaan yang cukup berat. Tak lain agar pasangan itu saling menghargai bagaimana usaha sepasang kekasih pada awal-awal kisah mereka sampai direstui orang tua.

Selain status sosial Deri dan Vana, status perkawinan juga sempat menimbulkan keraguan di hati orang tua Felishia, seorang janda beranak satu, yang akan dinikahi oleh Raihan, seorang perjaka. Namun, status itu bukan menjadi halangan mereka untuk bisa bersama.

Begitu pun dengan kisah Chiko yang baru saja jadi mualaf dan mendatangi orang tua Jihan untuk melamar. Meski Jihan ragu, akhirnya ia menerima Chiko untuk menjadi suaminya. Perjalanan membersamai seorang mualaf pun tidak mudah apalagi orang tua Chiko masih berstatus non muslim. Gaya hidup sebelum menjadi mualaf pun masih terbawa dalam kehidupan mereka. Belum lagi seorang wanita yang dulu selalu bersama Chiko masih hadir dalam kehidupan mereka. Lama-lama Jihan tidak tahan.

Bahasa Tulis dalam Karya Antologi


Bahasa dalam cerita-cerita tersebut mudah dipahami, meskipun beberapa bagian kalimat ada yang harus disesuaikan dengan aturan PUEBI. Secara garis besar, cerita pendek-cerita pendek yang ditulis 13 penulis ini berkisah tentang perempuan yang mencintai seorang pria dengan permasalahan berbeda. Saya membaca kisah ini seolah-olah saya kembali ke masa remaja.

Cerita cinta dalam antologi ini begitu dekat dengan kehidupan para remaja dengan emosi, kebimbangan, juga tingkah lakunya saat berhadapan dengan kekasih yang dicintainya. Ketika membaca biografi penulisnya, usia mereka sekitar 20-25 tahun.

Kontak Penulis

Jika kalian penasaran dengan cerita cinta yang ditulis oleh mereka, kalian bisa hubungi salah satu penulisnya yaitu Kak Nuri Thakya.

Instagram : Nurithakya99
Fan Page : Nuri Thakya
Email : Nuri.Thakya99@gmail.com
Blog : nurithakya7.blogspot.com
Kontak: 082119514772.

Read More

Follower