Tampilkan postingan dengan label Wisata Museum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisata Museum. Tampilkan semua postingan

Saat pulang kampung ke Sragen, saya dan suami mengunjungi Museum de Tjolomadoe, di Karanganyar. Memang selama ini Pabrik de Tjolomadoe dikenal berada di Surakarta (Solo) karena memang tempatnya berdekatan dengan Solo. Sebenarnya Pabrik de Tlojomadoe atau Colomadu yang menjadi destinasi wisata favorit di Solo dan sekitarnya berada di Kabupaten Karanganyar.


Beberapa kali saya melewati destinasi wisata bersejarah Museum Colomadu tapi baru ini saya berkunjung. Bangunannya yang berada di pinggir jalan antar kota dengan cerobong asap yang tinggi dan halaman yang luas memang menarik perhatian saya setiap melewati jalan tersebut.


Hanya saja, baru pulang kampung beberapa bulan lalu kami baru sempat mengunjunginya.


Karena Pabrik de Tjolomadoe adalah wisata museum yang mungkin membuat anak-anak kami berlarian kesana kemari bahkan mengajak kami pulang sebelum selesai eksplorasi museum, maka saya memutuskan tidak mengajak anak-anak kami yang masih balita.


Lokasi wisata yang strategis

Saya cukup sering lewat jalur alternatif dari Boyolali menuju tempat ini. Jadi saya sering lihat bangunan de Tjolomadoe ini. Lokasi Museum Colomadu tidak jauh dengan Bandara Adi Soemarmo yaitu berada di Jl. Adi Sucipto No.1, Paulan Wetan, Malangjiwan, Kec. Colomadu, Kabupaten Karanganyar.


Cocok untuk Sesi Foto

Ketika saya baru tiba, saya ditanya oleh Pak Satpam begini, “Maaf, ada keperluan apa Pak?”


Pertanyaan yang sempat bikin kaget. Mungkin kami terlalu pagi datangnya. Sekitar jam 9an, sementara museum buka jam 10an. Tapi kami tetap saja bingung. Lah, memangnya selain berkunjung ke museum, mau ngapain lagi ya? Setelah kita bilang berkunjung, kemudian kami dipersilakan masuk setelah membayar uang parkir. Katanya nanti tiket parkir itu akan dikembalikan uangnya khusus pengunjung museum.


Sepertinya kami pengunjung pertama karena di area parkir yang sangat luas itu tidak ada kendaraan. Ada sih kendaraan di area yang lain tapi bukan tempat parkir. Beberapa orang saya lihat keluar dari halaman gedung yang ada di belakang dengan tampilan modis. Saya bisa menebak mereka pasti habis sesi foto.


Nah, saya pun tidak mau melewatkan kesempatan ini. Mumpung parkiran lagi sepi dan belum banyak orang berlalu lalang di depan gedung, saya pun mengambil foto-foto dengan latar gedung Pabrik de Tjolomadoe. Pabrik gula yang sudah ada sejak tahun 1861.


Keren banget kok!


Museum de Tjolomadoe


Jam buka dan tiket masuk

Jam buka Wisata Museum De Tjolomadoe ini dari hari Selasa sampai Ahad/Minggu pukul 10.00 – 17.00 WIB.


Harga tiketnya untuk satu orang dewasa sekitar 35 ribu. Kalau tidak salah harga parkir mobilnya gratis bagi pengunjung museum tapi kita ditarik uang parkir dulu saat melewati pos jaga. Nanti dikembalikan uangnya saat di loket tiket masuk. 


Museum Colomadu yang Modern 

Saat masuk, saya diminta berdiri di depan layar dengan kamera terpasang untuk diperiksa suhu tubuh dan wajah saya terlihat di layar. Baru kali ini tubuh saya dicek dengan teknologi layar thermal. 


Setelah cek suhu tubuh, saya langsung disuguhkan dengan mesin penggiling tebu yang besar. Bentuknya seperti roda dengan jari-jari dua kali tinggi orang dewasa. Saya sih langsung bertanya-tanya dalam hati bagaimana prosesnya.


Kemudian di pojok bangunan ada papan berisi foto-foto tentang sejarah revitalisasi pabrik Colomadu dan sejarah Pabrik Gula de Tjolomadoe.


Alasan Anak Milenial Harus Datang ke Museum Colomadu

Setelah itu, saya masuk ke dalam dan saya terkesima karena baru ini saya melihat museum di Indonesia yang keren dan moderen. Kesimpulan saya waktu itu, wah ini kemajuan besar bagi perkembangan museum Indonesia. Wajar sekali jika museum sangat diidentikkan dengan wisata sejarah yang membosankan dan kurang atraktif. Namun, tidak saya rasakan di Museum Colomadu ini. Apa saja alasan kalian harus ke Museum Colomadu ini?


Peninggalan bangunan yang menjadi estetis 

Sisa-sisa peninggalan benda pada bangunan pabrik gula Colomadu yang berubah menjadi estetis dan indah dipandang. Contohnya mesin penggilingan, tempat pemurnian, mesin ketelan, bahkan akar pohon yang merayapi dinding saja dibiarkan.

Wisata sejarah de Tjolomadoe

Diorama sederhana, mudah dimengerti tapi tampak elegan

Diorama adalah wujud benda tiga dimensi dalam ukuran kecil untuk menggambarkan suatu pemandangan atau adegan agar lebih mudah dipahami. 


Diorama yang paling menarik saya adalah diorama proses penggilingan tebu yang ditutup dengan kotak kaca dan lampu sorot kecil di setiap sudutnya sehingga tampak elegan. 


Dari diorama itulah, saya jadi tahu bagaimana proses penggilingan tebu yang dibawa oleh petani tebu dengan gerobak kecil, kemudian digiling di miniatur Pabrik Colomadu dan hasilnya dibawa lagi oleh pekerja dengan gendongan bambu.

Diorama Museum Colomadu


Peta penyebaran pabrik gula yang interaktif 

Saya paling suka dengan media informasi sejarah yang berupa peta ini. Misalnya peta jalur kedatangan  gula di Hindia Belanda. Peta jalur ini tidak seperti peta yang kita lihat di buku Atlas dulu tapi ditampilkan di dinding dengan ukuran besar. Informasi yang ada di dalam petanya pun tidak penuh sehingga pengunjung tidak pusing dengan informasi yang diberikan.


Peta lainnya yang menurut saya begitu mengesankan adalah peta pabrik gula di pulau Jawa yang berupa topografi tapi berbentuk animasi. Sebenarnya peta ini ditampilkan dalam sebuah layar gelap dan posisinya tertidur. Ketika pulau Jawa ditampilkan seolah-olah pulau itu muncul berbentuk tiga dimensi dan ada konturnya padahal hanya ditampilkan di layar datar.

Peta pabrik gula di Pulau Jawa


Deskripsi bilingual Indonesia dan Inggris

Museum ini tidak hanya ditujukan untuk warga lokal saja tapi juga orang asing karena informasi yang diberikan ada dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.


Maket dan denah bangunan pabrik Colomadu

Denah pabrik Colomadu yang dibuat ini  merepresentasikan kondisi pabrik tahun 1998. Denah yang dibuat tampak biasa meski maket yang dibuat menurut saya benar-benar Jawasentris karena dibuat dari bahan kayu seperti rumah Jawa.


Linimasa perkembangan pabrik gula Colomadu

Untuk mengetahui sejarah suatu tempat biasanya museum akan menampilkan linimasa sejarah tersebut. Kadang linimasa hanyalah untaian kata-kata panjang begitu menjemukan. Namun, hanya dengan tambahan foto, narasi singkat dan penambahan garis linimasa dari tahun ke tahun justru memudahkan pengunjung Wisata Museum Colomadu menyerap informasi.


Infografis yang informatif pada dinding museum 

Saya temukan banyak sekali infografis-infografis berukuran besar di dinding museum. Informasi yang diberikan mulai dari sejarah pabrik gula Colomadu, jumlah produksi gula Colomadu 1900-1935, distribusi dan ekspor gula, kebijakan politik pemerintah kolonial di Hindia Belanda, alih otoritas Mangkunegaran di Colomadu, kontribusi terhadap masyarakat, dan juga sosial budayanya.


Ruangan warna-warni

Salah satu keunikan dari museum pabrik gula Colomadu adalah adanya ruangan khusus Glow In The Dark dari Artificial Intelligent Architecture. Jadi saat lampunya dimatikan, gambar warna-warni itu akan tetap menyala. 


Gambarnya tentang lansekap gunung Lawu dan pabrik gula Colomadu. Sedangkan tangan besar itu saya nggak paham maksudnya apa. Mungkin ada yang tahu? Karena kurangnya informasi jadi saya kurang mengerti. Ruangan ini cocok untuk kaum milenial yang ingin berswafoto.


Glow in the dark Colomadu


Video tentang sejarah perkebunan tebu

Tak hanya berupa tulisan saja informasi disajikan tetapi juga banyak video-video yang ditampilkan. Mulai dari video lawas orang jaman dulu yang ada di kebun tebu sampai video animasi proses pengolahan tebu termasuk juga proses kimiawinya di Pabrik Gula Colomadu. 


Etalase berisi potongan tebu

Ada lagi etalasae yang di dalamnya terdapat tiga jenis potongan tebu yang dipakai oleh PG Colomadu dulu. Saya tak hapal membedakan ketiganya. Bentuknya kok kayanya sama saja semuanya. Hehe.


Blueprint desain pabrik

Blueprint atau cetak biru ini ditampilkan juga untuk memberi informasi mengenai rancangan mesin, cerobong asap pabrik Colomadu di atas kertas berwarna biru. Blueprint pabrik Colomadu ini dibuat tahun 1916, masih berbahasa Belanda dan beberapa bagian sudah ada yang sobek. 


Cover buku tentang pengolahan tebu

Uniknya lagi, ternyata pabrik Colomadu juga mengeluarkan buku cetak mengenai mesin gilingan tebu, teknik mesin penggilingan nira, proses mesin pemurnian nira, proses mesin penguapan nira, proses mesin kristalisasi, mesin pengeringan, pendinginan dan pengemasan. 

Buku Proses Pengolahan Nira Colomadu


Dan ini sebenarnya suatu perkembangan yang maju di zaman itu karena pabrik gula juga membuat buku tentang mesin pengolahan nira.


Bermain peran jadi petani tebu

Keunikan yang selanjutnya nih, yang baru saya temui di wisata museum (entah mungkin di museum lain juga ada tapi saya belum pernah berkunjung) adalah kita bisa bermain peran jadi petani tebu secara virtual.


Saya berdiri di atas gundukan tanah berumput imitasi (tidak asli). Cangkul di sebelah saya, saya biarkan saja. Di depan saya ada layar yang menampilkan animasi kebun tebu yang mengelilingi saya yang sedang berdiri di atas gundukan tanah. 


Di dalam layar tersebut terlihat seorang petani tebu lain dengan kerbau bajaknya menyapa saya, padahal di ruangan itu tidak ada siapa-siapa. Tanah kosong di dalam layar kemudian mulai diolah sama bapak petani. 


Setelah itu proses penanaman tebu dimulai. Mulai dari mencangkul tanah, memberi bibit, menyirami sampai burung bangau datang dan tebu-tebu tumbuh tinggi. Petani datang lagi memotong semua tebu karena sudah panen. Tebu-tebu itu dibawa mereka ke pabrik.


De Tjolomadoe
Maaf ya ini yang nampang malah suami wkwk


Video animasi pun selesai. Ketika saya turun dari gundukan tanah pura-pura itu, video terhenti. Ketika saya naik kembali, video pun dimulai. Sensor yang ada di gundukan tanah itu yang membuat video berjalan atau berhenti.


Animasi kereta tebu

Satu lagi keunikan yang ada di museum Colomadu yaitu adanya animasi kereta tebu seperti film kartun. Animasi ini merupakan karya anak bangsa. 


Animasi kereta tebu dan pabrik Colomadu


Bagaimana Kesan Saya?

Wisata ke Museum Colomadu kali ini benar berkesan buat saya. Saya sangat senang karena sebenarnya museum di Indonesia bisa berkembang lebih baik, lebih interaktif dan tidak membosankan pengunjung. 


Salah satu alasannya mungkin karena Museum Colomadu tidak melupakan karakter-karakter anak milenial dan era 4.0 sehingga teknologi begitu berperan dalam pengembangan museum. Harusnya memang seperti itu, museum-museum di Indonesia bisa sejalan dengan perkembangan teknologi.


Semoga museum-museum di Indonesia lebih interaktif lagi. Setidaknya bisa seperti Museum Colomadu yang nyaman, tidak panas, dan bisa beriringan dengan era 4.0.


Read More

Minggu pagi, saya dan keluarga bergegas-gegas check out dari Hotel Kesambi Hijau. Rasanya badan saya sudah lebih segar karena beristirahat semalam di hotel bintang dua yang cukup nyaman di Semarang itu. Memang sudah saya jadwalkan untuk minggu pagi ini kami berangkat dari hotel paling lambat jam setengah tujuh pagi. Tujuan wisata keluarga kali ini adalah ke Museum Kereta Ambarawa.

Sebenarnya sekitar tahun 2011 atau 2012, waktu saya kuliah di Semarang, saya sudah pernah mengunjungi museum ini. Sayangnya dulu terlalu siang jadi saya tidak sempat naik kereta yang ada di Museum Kereta Ambarawa.
Memang apa menariknya?

Apalagi kalau sudah mendengar kata museum, pasti sangat membosankan karena isinya begitu-begitu saja. Tak ada yang menarik. Tapi Museum Kereta Ambarawa ini punya daya tarik yang membuat banyak sekali pengunjung yang pergi ke sana.

Jadi, setelah saya menelusuri tentang wisata semarang di google, kok ada yang bercerita tentang wisata museum di kota Ambarawa itu. Saya pun tertarik apalagi anak saya suka sekali dengan kereta. Saya juga sempat bertanya-tanya dengan teman saya yang tinggal di Semarang tentang wisata ke Museum Kereta Ambarawa. Teman saya malah menyarankan untuk datang gasik (pagi-pagi) agar tidak kehabisan tiket kereta. Ketika saya tanya, gasiknya jam berapa? Katanya sekitar jam setengah delapan.

Oh, okelah. Makanya saya dan keluarga check out dari hotel Kesambi Hijau jam setengah tujuh paling lambat karena perjalanan ke Ambarawa anggap saja paling lama satu jam. Belum nyasar-nyasarnya.

Lokasi

Dua tahun tinggal di Semarang ternyata nggak menjamin kalau saya bisa hapal jalanan kota Semarang dan sekitarnya. Alhasil, saat perjalanan menuju Museum Kereta Ambarawa saya mengaktifkan Google Map sepanjang jalan. Itu adalah kesalahan saya. Pada akhirnya baterai saya sudah tinggal separuh saat tiba di museumnya. Wkwkwk.

Museum Kereta Ambarawa ini berada di Jl. Stasiun No. 1, Panjang, Ambarawa, Panjang Kidul, Panjang, Ambarawa, Semarang.
Ketika saya perjalanan kesana, saya sempat nyasar untung belum jauh. Begitu sampai museum, saya sudah melihat ada dua mobil dan satu motor yang antri di depan gerbang masuk padahal belum jam delapan pagi. Gerbang masih ditutup dan belum ada tanda-tanda petugas di dalam museum.

Gerbang Museum Kereta Ambarawa


Di depan museum, pasar telah ramai didatangi pengunjung. Penjual bubur ayam dan roti goreng termasuk penjual yang ramai dikunjungi.

Lima belas menit kemudian, terlihat sudah ada petugas-petugas yang mulai datang. Pengunjung pun sudah mulai ramai memadati gerbang museum kereta. Pak satpam sudah terlihat berdiri di depan gerbang.

Uniknya, menurut pegawai kantor, ketika gerbang dibuka, akan ada pengunjung yang berlari-lari menuju loket untuk mengambil antrian dan pengunjung yang naik kendaraan seperti di sirkuit.

Gerbang pun dibuka. Semua berebut ingin mendapatkan antrian di loket. Eh, ternyata loketnya masih belum dibuka. Saya pun mendapatkan antrian yang kelima.

Pintu Masuk Loket Museum

Tiket

Begitu sampai di depan petugas loket, saya menjawab, "dua dewasa, satu  anak-anak". Harga tiket masuk museum saja :
Anak (3-12 tahun) : Rp. 5.000,-
Pelajar (berseragam) : Rp. 5.000,-
Dewasa : Rp. 10.000,-
Wisman : Rp. 15.000,- (ehm. Semoga saya nggak salah lihat ya, hehe)

Begitu kami masuk dalam museum, kami segera ke loket kereta wisata untuk antri lagi. Ibu-ibu banyak yang harus lari-lari menuju loket agar tidak kehabisan. Ckckck. Padahal dua gerbong kereta wisata dijatah untuk 100an orang. Dan kita pagi itu belum sampai 100 orang, hehe.

Oiya untuk beli tiket kereta wisata harus menunjukkan karcis masuk museum. Dan untuk 1 orang pembeli karcis hanya boleh membelikan karcis kereta wisata maksimal 4 orang. Rombongan lebih dari 20 orang harus melakukan sewa/reservasi ke Unit Pengusahaan Aset Daop 4, PT. KAI Daop 4 Semarang. Harga tiket kereta wisata sebesar 50.000 rupiah per orang baik anak-anak (diatas 3 tahun) maupun dewasa.

Kereta wisata yang digunakan pengunjung adalah kereta wisata regular (diesel) dengan model vintage dan kereta uap. Untuk kereta wisata mesin diesel dilayani tiap hari sabtu, minggu, dan hari libur nasional.

Sedangkan kereta wisata yang saya naiki adalah kereta wisata regular (diesel). Sedangkan kereta uap hanya boleh disewa maksimal 20 orang per gerbong dengan harga sekitar (Rp 6.000.000,-). Memang kereta uap ini lebih mahal. Bayangkan saja, mau naik kereta, bahan bakarnya kayu yang dibakar sampai mesin panas karena keluar uapnya.


Jam Buka

Loket masuk museum sudah dibuka pukul 08.00 begitu juga untuk loket tiket kereta wisata. Pembelian tiket juga bisa untuk jam keberangkatan kapan pun. Waktu saya kesana, hari minggu, jam keberangkatan kereta wisata adalah jam 10.00, 11.00, 12.00, dan 14.00.


Rute kereta

Rute kereta wisata ini adalah Ambarawa – Tuntang atau Ambarawa – Bedono. Waktu saya beli tiket, rute kereta adalah Ambarawa – Tuntang. Sayangnya saya juga nggak menanyakan untuk rute Ambarawa – Bedono kapan saja.

Apa saja yang ada di Museum Kereta Api Ambarawa?

Poster Sejarah

Masuk museum kereta, kita akan disuguhkan poster-poster tentang sejarah museum kereta Ambarawa. Dulu, museum ini bernama Stasiun Willem I tahun 1787 sebagai wujud penghormatan terhadap Kerajaan Belanda. Stasiun Willem I dulunya melayani Yogyakarta sampai Semarang melewati Ambarawa. Jalur ini cukup penting untuk membawa pasukan-pasukan Belanda.

Di Museum Kereta Ambarawa juga dipajang poster yang panjang untuk menjelaskan sejarah perkeretaapian secara singkat.

NISM adalah perusahaan kereta api pertama di Indonesia. Sejarah transportasi massal berawal dari Desa Kemijen, Semarang tahun 1864 dimana pembangunan rel kereta api dimulai. Hingga terowongan Wilhemina yang terkenal panjang tapi sudah tidak pernah digunakan lagi.

Lokomotif Jaman Dulu

Jaman dulu memang kereta api masih menggunakan mesin uap. Bayangkan saja jika ingin menggunakan kereta api harus dipanaskan dulu dengan cara dibakar kayunya untuk mendapatkan uap panas agar bisa jalan.  Betapa merepotkan, ya.

Di museum ini terdapat sekitar 20an lokomotif uap yang sudah dimuseumkan. Jenisnya pun macam-macam. Tapi saya nggak hapal, hehe. Tak lupa, saya dan keluarga berfoto-foto di depan lokomotif.


Suasana Stasiun Jaman Dulu

Karena museum ini dahulunya ada stasiun sehingga suasana yang ditawarkan juga jadul. Desain arsitektur museum jaman kolonial menambah suasana jaman dulu. Disini kita bisa berfoto-foto.

  



Barang Peninggalan Stasiun

Barang-barang peninggalan stasiun kereta api jaman dulu dipamerkan di museum ini (yang sempat terekam oleh kamera) seperti loket kereta, mesin cetak tiket, timbangan barang, mesin hitung, lampu handsign, lemari tiket, semboyan, topi dinas, telegraf, peneng asongan, telepon ladang.





Saya terbayang bagaimana penumpang dulu naik kereta. Setiap akan naik kereta, mereka siap menyerahkan tiket. Dari tiket itu, petugas kereta akan memeriksa karcis menggunakan mesin cetak tiket. Mesinnya pun besar.

Yang unik menurut saya adalah lampu handsign yang digunakan untuk memberi tanda bagi masinis di malam hari. Ada lagi peneng asongan yang bertugas untuk meminta pedagang asongan agar memberitahu kalau mereka harus turun dari kereta karena akan berangkat.

"I Ambarawa"

Satu lagi ikon museum kereta Ambarawa yang nggak boleh dilewatkan adalah berfoto di depan tulisan I Ambarawa. Memang enak pagi pas lagi sepi dan ketika matahari belum panas. Kita bisa berfoto tanpa harus berebut dengan pengunjung.


Toilet, Musholla, Arena Bermain

Museum juga menyediakan toilet dan musholla yang nyaman bagi pengunjung. Selain itu, ada arena bermain bagi anak-anak sambil menunggu kereta wisata berangkat.

Piknik Dalam Museum

Bisa banget loh piknik dalam Museum Kereta. Waktu saya kesana saya lihat ada pengunjung bawa tikar juga satu kotak yang saya duga berisi makanan. Benar saja, pas saya masuk ke dalam museum sudah ada pengunjung yang gelar tikar di bawah pohon yang teduh ditambah angin sepoi-sepoi. Soalnya di dalam museum ini nggak ada yang jual makanan, adanya di luar museum dan di samping pagar. Pengunjung biasa beli dari dalam. Mungkin beberapa pengunjung yang tahu tentang hal itu akhirnya membawa makanan dan tikar sendiri untuk dimakan saat siang.

Kereta wisata

Akhirnya tibalah waktunya bagi para pengunjung untuk menikmati pegunungan dengan menaiki kereta wisata atau mountain railway tour. Begitu petugas meminta para pengunjung untuk tidak terlalu dekat dengan jalur kereta, tak lama kereta wisata itu pun tiba. Lokomotif yang berwarna kuning dan menambah kesan vintage sudah terlihat dari kejauhan.

Gerbongnya yang berwarna hijau tua juga pun tak kalah vintage dan sangat mendukung warna lokomotifnya. Pagar kereta di desain seperti kereta jaman dulu.



Pengunjung sepertinya tak sabar untuk segera menaiki kereta tersebut. Begitu kereta berhenti, mereka terburu-buru untuk segera naik kereta. Saya dan suami pun menyusul mereka naik gerbong itu. Saya dan keluarga dapat tempat duduk dekat pintu masuk. Pengunjung lain pun segera menaiki gerbong kereta, sementara lokomotifnya berbalik arah di tempat berputar (aduh namanya apa ya?). Lokomotif kereta jaman dulu belum bisa mundur, jadi harus diputar di tempat khusus. Lokomotif datang dan menyambungkan kembali sambungan ke gerbong penumpang. Kereta pun jalan.

Tujuan perjalanan wisata kereta ini yaitu stasiun Tuntang. Pemandangan sepanjang perjalanan tak hanya memperlihatkan kehidupan pedesaan Ambarawa tapi juga pegunungan, sawah, dan Rawa Pening. Kami melihat aktivitas para petani, penambak, sampai penduduk yang menaiki perahu kecil untuk memancing ikan.



Sekitar setengah jam akhirnya kami tiba di Stasiun Tuntang. Di sana, kereta wisata beristirahat selama 15 menit. Saya dan suami turun dari kereta untuk sekedar melihat-lihat rupa stasiun sementara lokomotif harus berganti posisi lagi untuk kembali ke Ambarawa.

Sambungan antara lokomotif dan gerbong sudah terpasang, para penumpang langsung menaiki kereta kembali. Perjalanan kembali pulang ke Ambarawa.

Selama satu jam akhirnya kami kembali ke Museum Kereta Ambarawa. Dengan waktu selama itu, saya sendiri merasa puas dengan harga tiket pulang pergi seharga Rp. 50.000,-.

Begitu sampai stasiun Ambarawa, banyak pengunjung untuk kloter selanjutnya yang menanti kedatangan kereta kami. Saat kami turun pun, mereka terburu-buru untuk segera naik alhasil kami sempat tidak bisa turun. Petugas pun menghimbau untuk menunggu penumpang turun dulu.
Pengunjung Museum Kereta Ambarawa di hari minggu jam 11.00 siang saja sudah banyak sekali orang. Untung saja saya dan suami sudah sejak tadi pagi tiba di stasiun. Selain udara tidak panas, pengunjung pun belum begitu banyak, jadi saya puas berfoto-foto. Akhirnya kami pun pulang dengan rasa puas karena sudah keturutan, hehe.

Kalau lagi berwisata ke Semarang, Museum Kereta Api Ambarawa ini adalah salah satu destinasi wisata sejarah yang patut dicoba.
Read More
Di suatu minggu, aku, suami dan ponakan-ponakan pergi ke CFD Kota Malang. Langkah kami terhenti sejenak menikmati kentang spiral dan batagor dekat perpustakaan pusat. Terik matahari dan sesaknya para manusia di CFD membuat kami ingin berbalik pulang.

Jalan boulevard yang biasanya penuh dengan kendaraan, sekarang dipenuhi dengan orang bersepeda santai ataupun berjalan kaki. Kami melewati pinggiran boulevard tanpa merusak tanaman yang menjadi ikon Kota Malang sejak jaman Belanda, boulevard Ijen.

Di seberang jalan, museum Brawijaya cukup ramai dipenuhi anak kecil yang menikmati bekas tank perang. Ponakan yang masih SD meminta untuk mengunjungi museum.

Aku, yang nggak kepikiran, akhirnya mengiyakan juga mengajak mereka mengenal sejarah bangsa Indonesia. Walaupun sebenarnya aku lebih banyak mengawasi ponakan terkecil, yang suka berlari-lari kesana kemari. Akhirnya sang kakak yang meminta ke museum hanya bisa melihat-lihat tanpa banyak memahami sejarah bangsa.


Bagian depan museum yang terdapat tangki perang bekas sebagai tempat hiburan anak kecil dan mengembangkan imajinasi mereka saat perang melawan penjajah.


Pintu masuk museum brawijaya dengan harga tiket 3.000/orang.

Sekitar enam tahun yang lalu, masuk museum ini masih seharga 2000 per orang. Sayangnya, masuk museum nggak ada karcisnya. Jadi aku nggak tahu uang itu akan masuk untuk pengelolaan museum atau untuk pribadi. Entahlah, aku juga nggak mau kepo. Semoga aja digunakan untuk pengelolaan museum.


Awal masuk, langsung disuguhkan dengan daerah tugas pasukan Garuda yang terkenal sampai mancanegara bahkan sampai Afrika. Membayangkan betapa hebatnya pasukan Indonesia dulu.

 
Peta Kota Malang tahun 1914 -1942


Peta Kota Malang tahun 1942-1950

Sejarah perkembangan kota yang berawal dari alun-alun kota Malang, kawasan militer Brawijaya kemudian kota Malang meluas hingga ke wilayah utara dan selatan. Perkembangan ke utara dan ke selatan lebih mudah dilakukan mengingat batasan fisik alam yang tidak sulit. Yang berwarna biru muda itu administrasi kota Malang tahun 1950.



Anak-anak suka sekali melihat senjata ini, benar-benar nyata! Mereka seolah-olah sedang berperang menghadapi musuh.


Jangan salah, walaupun penduduknya belum padat, kota Malang juga memiliki permasalahan tata kotanya, seperti kesulitan air bersih, fisik jalan yang masih kualitas rendag, perumahan kumuh, bahkan gorong-gorong untuk saluran air limbah. 


 
Kota Malang Tahun 1950an.

Kota Malang yang akan datang



Bayangkan kumuhnya rumah penduduk yang masih menggu akan kayu, bambu. Tapi yang membuatku salut, drainasenya sudah plengsengan walupun di pinggirnya masih banyak rumah kumuh. 


Untuk mengatasi kekurangan air bersih dan meningkatkan kualitasnya, pemerintah membangun instalasi air minum dan saluran yang menghubungkan ke rumah-rumah, terutama rumah para Belanda. Sayangnya tidak ada penjelasan signifikan mengenai setiap foto. Ini membuat pengunjung hanya menginterpretasi sendiri dari sebuah foto tanpa sebuah petunjuk.


Foto bangunan tua sebenarnya bisa menceritakan banyak hal. Bangunan desain kolonial Belanda punya karakter khusus seperti bentuk jendela, kecuraman atap, orientasi bangunan, bahkan pola ruangnya yang memiliki tujuan tertentu. 

Tentu saja bentuk fisik yang diambil sudah diadaptasi dengan iklim di Indonesia. Karena Indonesia beriklim tropis, maka jarak antara lantai dan atap cukup tinggi untuk memudahkan sirkulasi udara sehingga ruangan tetap dingin walaupun berada di negara tropis. Begitu juga dengan jendelanya yang menghadap ke arah tertentu untuk mendapatkan sinar matahari juga angin.



Sayangnya bangunan tua itu semakin sedikit. Hanya beberapa yang masih utuh dengan restorasi dan rehabilitasi banghnan, seperti kantor walikota, stasiun, bank Mandiri, beberapa sekolah. Sedangkan bangunan lain kebanyakan sudah dibongkar atau hancur karena perang.




Tidak hanya membahas kotanya, tapi juga perjuangan para pahlawan kita. Tentu kita sudah mengenal Jend. Soedirman yang terkenal dengan taktik gerilya nya. Seperti di gambar bahwa peta itu adalah sebuah rute gerilya. Dan quote atau kutipan Jenderal Soedirman yang membuatku tersenyum.

"Kemewahan adalah permulaan keruntuhan, kesenangan melupakan tujuan, irihati merusak persatuan, keangkaramurkaan menghilangkan kejujuran" (Jend. Soedirman)


Suka banget sama lukisan ini membuatku membayangkan adegan di film-film perang. Kalau dipikir-pikir sebenarnya ini salah satu moda transportasi yang terintegrasi. Kenapa? Saat kita menggunakan kereta dan akan berpindah ke moda transportasi lain (kapal) kita tinggal jalan dan sudah bisa menggunakan transportasi lain, tanpa harus mencari-cari moda lain.

Bayangkan kalau saat ini, kita ingin ke suatu tempat dengan angkutan umum, tapi untuk mencapai tujuan lain, tidak ada moda transportasi umum lainnya kecuali dijangkau dengan kendaraan pribadi. Itu bukan terintegrasi namanya.


Pikiranku tetap melayang bersama para tentara itu, membayangkan Mallaby terjebak diantara para pejuang indonesia yang tak menyerah. Membayangkan aku sebagai Mallaby yang tidak bisa berbuat apa-apa ketika tak ada lagi bantuan untuk menyelamatkan Mallaby.



Di tengah-tengah menunggu ponakan kecil makan (padahal dilarang bawa makanan, jangan ditiru ya, hehe), aku menikmati lukisan pertempuran 10 Nopember. Indonesia memang tidak memiliki senjata seperti para musuhnya. Tapi semangat mereka, kerja sama dan saling percaya membuat mereka mampu melawan penjajah.


Kapal para pejuang

Memang mengunjungi museum harusnya bisa dinikmati ketika tampilan dan penjelasan akan sejarahnya menarik para pengunjung. Banyak cara visualisasi agar pengunjung tidak jenuh dengan obyeknya. Di luar negeri, museum menjadi tempat yang menurutku untuk masuk saja menghabiskan duit makan selama seminggu. Untungnya saat di Prancis, aku dapat gratisan karena mahasiswa yang kurang dari 24 tahun. Sedangkan yang lebih dari itu, harus bayar full, misalnya di museum Louvre sekitar 25 euro, dan memang visualisasinya nggak bosenin. Semoga saja museum-museum sejarah kepahlawana di Indonesia bisa berkembang.


Museum ini juga ada lantai atas, lumayan bisa melihat kegiatan CFD, yang sedang senam.


Read More
Previous PostPostingan Lama Beranda

Follower