Suatu ketika saya membaca booklet sosok dan komunitas inspirtasif yang berasal dari banyak daerah di Indonesia. Banyak sosok atau komunitas inspiratif tersebut yang berkontribusi pada negeri ini adalah para generasi muda yang masih berusia 20-an tahun. Perjuangan mereka sungguh mengundang decak kagum. Tak sedikit juga mereka berada dalam keterbatasan dalam mengembangkan kegiatannya. Kadang saya pun malu dengan diri sendiri. Saya sudah berusia kepala tiga saja tidak bisa seperti mereka yang bermanfaat bagi khalayak.
Saat menghadiri Online Blogger Gathering bersama Eco Blogger Squad “Semangat Orang Muda Menjaga Bumi Indonesia”, tanggal 20 Oktober 2023, saya semakin merasa tidak ada apa-apanya ketika ketiga komunitas atau organisasi mampu memberikan kontribusinya pada kelestarian lingkungan.
Ketiga komunitas atau organisasi yang peduli lingkungan itu adalah :
- Eathink yang diwakili oleh Kak Jaqualine Wijaya
- SKELAS yang diwakili oleh Kak Cerli Febri Ramadani
- Trend Asia yang diwakili oleh Kak Amalya Reza
Kalau kamu ingin membangun komunitas peduli lingkungan, kamu harus tahu apa saja sih yang komunitas mereka lakukan? Aktivitas apa yang patut kamu jadikan inspirasi untuk menjaga lingkungan? Baca sampai habis ya!
Eathink
Eathink ini suka membagikan informasi terkini mengenai ketahanan pangan melalui konten digital dan menyediakan program pembelajaran serta produk yang relevan untuk membantu dalam perjalanan membangun kebiasaan konsumsi yang sehat dan berkelanjutan sehingga kita semua dapat berusaha membuat pilihan makanan yang lebih baik bersama-sama sebagai satu komunitas.
Eathink ini didirikan tahun 2018 bersama teman-teman kuliah Kak Jaqualine di Teknologi Pangan. Dulunya masih bernama Food Sustainesia, kemudian rebranding menjadi Eathink yang menekankan konsep sosial bisnis.
|
Microgreen di Eathink Market Fest (Instagram @eathink.movement) |
Eathink juga melakukan berbagai macam kelas dan event seperti climate change awareness, build your own plant-based meal plan, memilih makanan nabati untuk mengurangi jejak karbon, membuat microgreen, dan lain sebagainya. Eathink juga melakukan kerjasama dengan berbagai agency lingkungan lainnya. Eathink juga menyelenggarakan kegiatan Eathink Market Festival 2022.
|
Eathink Market Fest 2022 (Instagram @eathink.movement) |
Dalam persentasinya, Kak Jaqueline menjelaskan tentang sistem ketahanan pangan berkelanjutan yang tidak hanya tahan di masa sekarang saja tapi juga aman di masa mendatang. Aktor yang terlibat pun banyak, tak hanya individual, produsen tapi juga konsumen.
|
Sustainable Food System (sumber: slide persentasi Eathink) |
Isu masalah ketahanan pangan berkelanjutan sampai saat ini berkaitan dengan emisi gas rumah kaca, deforestasi, penggunaan lahan pertanian yang bisa menyumbang emisi gas rumah kaca, malnutrisi, penyediaan pangan sehat dan diet, food loss dan food waste.
Pertanian bisa menyumbang emisi gas rumah kaca karena 1/3 emisi global berasal pangan, dari penggunaan lahan untuk peternakan, untuk produksi pangan manusia, untuk peternakan dan perikanan, dan supply chain (proses produksi, transportasi, pengemasan dan penjualan).
|
Kontribusi produksi pangan pada emisi (sumber: slide persentasi Eathink) |
Jejak karbon terbesar dari hewan lebih besar 10-50 kali besar daripada dari produk pangan dari tanaman. Deforestasi alih fungsi ke tanaman pangan menyumbang emisi gas. Sekitar 72% penggunaan air bersih digunakan untuk pertanian.
Tantangan nutrisi untuk sistem pangan berkelanjutan adalah masih banyak wilayah yang mengalami malnutrisi. Di sisi lain, masih ada juga orang dewasa yang mengalami obesitas.
Dari isu sampah makanan atau food waste, dimana Indonesia berada di urutan delapan sebagai negara dengan food waste terbesar tahun 2021 setelah Arab Saudi, Amerika Serikat, Meksiko, Turki, Prancis, Australia, dan China, Eathink kemudian lahir untuk meningkatkan kepedulian atau awareness terhadap food waste.
Sebagai konsumen, kita juga perlu tahu bagaimana memilih konsumsi pangan berkelanjutan seperti memulai hidup yang lebih sehat dan diet ramah lingkungan, memperhatikan label makanan, menghindari food waste dan membagikan konten naratif terkait konsumsi yang sehat dan pangan berkelanjutan.
Coba deh searching di Youtube atau google tentang resep makanan tanpa digoreng dan tanpa minyak, resep cemilan sehat, atau resep untuk para vegan.
Begitu juga dengan pengaruh food label terhadap lingkungan. Banyak negara di luar sudah mencantumkan label vegan, minyak sawit yang berkelanjutan, pangan laut berkelanjutan, dan lain sebagainya. Di Indonesia, beberapa produk mencantumkan bahan pangan organik, vegan, pilihan lebih sehat, gluten free. Dengan memilih konsumsi produk dengan label tersebut, setidaknya konsumen sudah berkontribusi pada kelestarian lingkungan.
|
Label makanan yang ada di luar negeri (kanan) dan Indonesia (kiri) (sumber: slide persentasi Eathink) |
Untuk food waste, memang harus punya strategi ya agar tidak banyak makanan yang dibuang. Mungkin teman-teman bisa membuat rencana menu, rencana pembelian bahan pangan, mengatur penyimpanan bahan pangan, dan jika mungkin mengolah kembali makanan sisa.
Nah, dengan kalian memiliki awareness terhadap makanan yang kalian konsumsi yang sehat dan berkelanjutan, setidaknya kalian sudah berkontribusi bagi pelestarian lingkungan.
SKELAS
SKELAS merupakan singkatan dari Sentra Kreatif Lestari Siak. SKELAS merupakan pusat inovasi yang diinisiasi oleh kaum muda Kabupaten Siak untuk meningkatkan ekonomi masyarakat lewat solusi kreatif yang berbasis Ekonomi Lestari serta pelestarian budaya lokal.
“Siak dikenal dengan kota istana yang punya sejarah budaya dan memiliki banyak pusaka sejarha yang perlu diangkat untuk membangun narasi lestari.” – Kak Cerli, founder SKELAS.
SKELAS ini memberikan panggung bagi produk lokal untuk mengembangkan diri dan dikenal masyarakat luas. Produk lokal yang dikembangkan pun memiliki dampak baik bagi lingkungan, ekonomi dan sosial. Tahun 2012, kemenklhk mendeklarasikan kabupaten Siak sebagai Kabupaten Hijau.
SKELAS sendiri berdiri karena ada festival Kabupaten Lestari tahun 2017. Karena Siak sudah memiliki visi ke arah lingkungan dan sudah menjadi bagian dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari, dari festival tersebut banyak anak muda yang punya potensi untuk membuat komunitas.
Selain itu, karena lahan gambut sering terjadi kebakaran hutan, anak muda Siak ini mengusahakan agar lahan gambut tetap basah. Salah satu caranya, sebagai anak muda, melakukan kampanye membuat produk yang ramah gambut yang dari lokal seperti sagu, dan ikan gabus. Ikan gabus hidup di lahan gambut dan harus ada air jadi bagaimana ikan gabus dikelola di lahan gambut.
SKELAS melakukan kerja sama dengan pemerintah, swaata, komunitas lokal maupun nasional. Namun, sebagai komunitas banyak program tapi tidak punya dana. Salah satunya kerja sama dengan pemerintah agar bisa berjalan, misalnya dengan ikut inkubasi. SKELAS bisa disebut sebagai inkubator yang berkolaborasi dengan pemerintah.
|
Pemerintah bersama SKELAS saat pelatihan solek produk UMKM dengan kemasan ramah lingkungan (IG @skelas.siak) |
SKELAS juga membuat workshop desain produk lestari yang ramah lingkungan. Meskipun cukup sulit mengedukasi produk ramah lingkungan, SKELAS tetap melakukan kampanye tersebut. Setidaknya mereka jadi paham tentang produk ramah lingkungan daripada tidak paham sama sekali.
Program SKELAS seperti KUBISA atau Inkubasi Bisnis Lestari sebagai program untuk membantu pelaku usaha mengembangkan usahanya, bisa dikenal masyarakat dengan mudah, dan memiliki dampak positif bagi lingkungan, sosial dan ekonomi.
Misalnya saja, produk lokal Puan Pina, sirup nanas. Nanas ini bagus ditanam di lahan gambut dan bisa mencegah kebakaran hutan. Sebelumnya hanya botol kaca sederhana.
Dari inkubasi tersebut bagaimana sirup nanas ini diolah biar bisa langsung minum sehingga yang sebelumnya botol kaca kemudian diganti menjadi kaleng.
Selain itu, ditambah juga narasi produk seperti nanas ini cocok loh ditanam di lahan gambut dan bisa mencegah kebakaran hutan. Narasi produk ini penting agar orang peduli lingkungan tertarik untuk membeli produk tersebut.
|
Kemasan Puan Pina Setelah Mengikuti Inkubasi SKELAS agar sari nanas bisa langsung diminum (sumber : Youtube Kabar Siak - Siak TV dan IG @puanpina) |
Tak hanya itu, ada juga kue bolu kemojo, makanan khas Riau yang berasal dari bekatul (sisa bahan padi), yang hanya bertahan sampai tiga hari saja. Produk bolu kemojo ini bagaimana bisa bertahan lama saat orang membeli oleh-oleh. Ide dari pelaku usaha ini yaitu membuat tepung remiks dari bolu kemojo.
Saat inkubasi, akhirnya tahu kalau ada sentra padi di siak dimana kulit ari padi bisa dimanfaatkan untuk membuat bekatul dicampur dengan mocaf. Produk tersebut gluten free.
|
Bolu Kemojo setelah mengikuti Inkubasi. Diubah jadi tepung remiks mocaf dan bekatul. Produk lokal Siak yang tahan lama dan cocok untuk oleh-oleh. (Sumber : slide persentasi SKELAS) |
Dari inkubasi tersebut, produk lokal lestari bisa dijual di Kantin SKELAS.
SKELAS juga punya platform kawan SKELAS sebagai pusat data dan informasi bagi pelaku ekonomi kreatif di kabupaten Siak. Ketika kalian datang ke Siak, kalian perlu informasi tentang pelaku ekonomi kreatif, maka kalian bisa mencarinya di platform kawan SKELAS yang masih tahap pengembangan.
Trend Asia
Trend Asia ini akronim dari Transformation of Energy and Sustainable and Development Asia dan berdiri tahun 2019. Isu yang diteliti dan dikritisi terkait tentang energi, urban dan solusi. Trend Asia adalah organisasi masyarakat sipil independen yang bergerak sebagai akselerator transformasi energi dan pembangunan berkelanjutan di Asia. Program yang diampu pada urban adalah bahan bakar fosil, bioenergi, energi terbarukan, dan critical minerals (electrical vehicle).
Dalam persentasinya, kak Amalya menjelaskan tentang transformasi energi co-firing. Apakah bioenergy itu benar-benar sustain?
Listrik yang kita gunakan sampai saat ini masih didominasi dari batu bara di PLTU. Proses tersebut menghasil emisi gas rumah kaca padahal tahun 2030 target untuk menjaga pemanasan global.
Salah satu komitmen Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca yaitu dengan mengganti batu bara dengan energi terbarukan. Bagaimana pemerintah tetap menggunakan batu bara tapi bisa menurunkan emisi? Yaitu dengan co-firing. Tapi, apakah benar-benar efektif untuk mengurangi pemanasan global? Simak deh.
Mengenal penerapan co-firing
Co-firing biomass adalah metode mencampurkan batubara dengan biomassa untuk dibakar bersama di PLTU. Jenis biomassa yang diterapkan pemerintah untuk co-firing adalah pelet kayu (woodpellet).
|
Woodpellet atau pelet kayu (sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Jatim) |
Perusahaan listrik negara mengklaim bahwa praktik co-firing biomassa pelet kayu jadi cara paling jitu untuk transisi energi karena tidak perlu bangun pembangkit listrik energi terbarukan dari awal. Penerapan co-firing ini membutuhkan bahan baku kayu pelet dalam jumlah besar.
Sebenarnya pelet kayu ini bisa berasal dari limbah kayu yang diolah jadi serbuk kayu. Hanya saja untuk memenuhi kebutuhan PLTU tentu membutuhkan serbuk kayu dalam jumlah besar.
Kemudian, pemerintah memiliki program penanaman tanaman monokultur menjadi kebun kayu atau disebut dengan Hutan Tanaman Energi. Untuk menjadi pelet kayu pun membutuhkan lahan hutan monokultur yang cukup besar. Kayu-kayu tersebut ditebang kemudian diolah menjadi serbuk kayu dan dipadatkan di pabrik-pabrik. Dari pabrik itu, kemudian dibawa ke PLTU-PLTU sebagai sumber listrik. Dengan kebutuhan batubara 90% dan biomassa 10% maka dibutuhkan sekitar 10,2 juta ton per tahun biomassa pelet kayu.
Jika jumlah biomassa sebesar itu maka akan membutuhkan lahan HTE paling sedikit 2,33 juta hektar atau sebesar 35 kali luas DKI Jakarta.
Artinya, deforestasi akan terjadi. Imbasnya, habitat satwa liar, tumbuhan dan hewan endemik di hutan alam akan rusak. Selain itu, kondisi ini juga berpotensi konflik dengan masyarakat adat di beberapa wilayah. Alih-alih dapat menurunkan emisi, justru kegiatan ini malah bisa menaikkan emisi yang dapat meningkatkan krisis iklim. Tentunya melanggar Perjanjian Paris.
Penerapan pelet kayu untuk Co-Firing ini ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, diharapkan bisa untuk mengurangi penggunaan batubara. Di sisi lain, deforestasi terjadi akubat penyediaan hutan tanaman energi bisa mengakibatkan peningkatan gas emisi di atmosfer.
Dari penjelasan Trend Asia, harusnya transformasi energi serius dilakukan dan benar-benar dipikirkan dampaknya.
Kesimpulan
Tiga komunitas atau organisasi tersebut memberikan awareness kepada masyarakat untuk tetap peduli dengan lingkungan dari aktivitas kita sehari-hari; dan kepada swasta serta pemerintah agar benar-benar memperhitungkan dampak lingkungan, ekonomi dan sosial saat membuat kebijakan yang dianggap mampu mengurangi emisi lingkungan.
Selama kita memanfaatkan sumber daya alam dan yang terkandung di dalamnya, tentu ada dampak negatif yang akan dirasakan. Hanya saja, dampak-dampak negatif yang paling minimal harusnya menjadi prioritas dalam penentuan kebijakan.
Kalau kalian ingin menginisiasi komunitas yang peduli lingkungan, kalian harus mulai memikirkan kegiatan sederhana yang bisa dilakukan dan juga tim yang bisa membantu jalannya komunitas.
Jika dari tulisan ini ada yang perlu dikoreksi silakan chat pribadi ya.
Selamat menginspirasi!