foto : instagram@sugianto.shu

Laut terlalu bermurah hati karena mungkin ia begitu iba pada kita yang sangat tergantung padanya. Begitu banyak kebaikan yang sudah Laut berikan kepada kita. Namun, lihatlah, apa yang kita lakukan padanya? Kerakusan dan keegoisan diri manusia membuat laut kehilangan keindahannya bahkan ‘sakit’ alias rusak. 

Banyak contoh kerusakan yang terjadi pada laut dan berdampak pada manusia. Pembuangan sampah yang membuat banyaknya ikan mati sehingga nelayan kesulitan mencari ikan. Eksploitasi besar-besaran yang pada akhirnya manusia tidak bisa lagi menikmati hasil laut. Penggunaan teknologi yang merusak terumbu karang secara tidak langsung juga merusak ekosistem ikan di perairan laut. Betapa menyedihkannya, surga lautan Indonesia harus rusak karena ketamakan manusia.

Harusnya kita bisa belajar menahan ego dan menghindari kerakusan dari masyarakat Papua. Mereka bisa menahan diri dari eksploitasi hasil laut. Mereka percaya bahwa laut merupakan sumber kebaikan dan sumber penghidupan. 

Kepercayaan itulah yang membuat mereka menjaga kelestarian laut. Mereka masih bisa menikmati hasil laut. Kelak, anak cucu mereka juga masih bisa menikmati kekayaan laut yang begitu berlimpah.
Tak hanya hasil laut untuk pangan, eksotisme pemandangan bawah laut juga begitu memukau. 

Kejernihan airnya mempersilakan mata untuk menikmati biota laut. Keindahan itulah yang mengundang para wisatawan datang memanjakan mata ke Papua. Tentu, semua itu karena masyarakatnya pandai menjaga kelestarian laut.

Kenapa Papua merupakan destinasi wisata hijau?

Alasan pertama : kekayaan alam yang berlimpah

Kekayaan alam di darat dan lautan itu menjadi salah satu alasan mengapa Pulau Papua disebut sebagai destinasi wisata hijau. Daratan hijaunya yang berupa hutan begitu mendominasi sebesar 33 juta hektar atau 81% dari luas daratan. Hutan tanah Papua merupakan garda terakhir hutan di Indonesia, bahkan dunia. Di dalamnya terdapat 15.000-20.000 jenis tumbuhan, 602 jenis burung, 125 jenis mamalia dan 223 jenis reptilia (econusa_id). 

Satwa darat di pulau Papua seperti burung Cendrawasih, kanguru pohon, beragam kupu-kupu, dan hewan langka lainnya menunjukkan betapa ramahnya hutan Papua untuk mereka tinggali. Begitupun dengan keanekaragaman hayati laut seperti terumbu karang, lamun, ikan hiu, ikan paus, ikan kakatua, penyu, kakap, red firefish menjadi daya tarik untuk bagi pengunjung untuk diving. Belum lagi hutan mangrove atau mangi-mangi yang luas menjadi tempat tinggal berbagai jenis spesies ikan.

Alasan kedua : kearifan lokal yang mendukung konservasi laut

Tidak hanya dari kekayaan alam saja yang menjadi anugerah Tuhan saja, tetapi juga dari sosial kemasyarakatan yang menjadikan pulau tersebut disebut sebagai destinasi wisata hijau. Masyarakat Papua memiliki kearifan local yang mendukung kelestarian alam lautan. 

Mereka menyebutnya sasi laut atau Sasi Nggama seperti yang dilakukan di Kaimana dan Buruway. Biota laut seperti lola atau kerang, teripang, dan siput batulaga merupakan klasifikasi biota yang dilindungi pada sasi laut tersebut.

Perlindungan biota laut tersebut didukung oleh sistem penangkapan hewan laut yang tertutup. Praktis sistem ini mampu menjaga sumber daya alam di laut secara berkelanjutan dan melindungi sumber daya alam untuk dieksploitasi.

Masyarakat memanfaatkan menangkap hasil laut ini selama dua minggu sampai tiga bulan. Batasan pemanfaatan tersebut hanya perkiraan semata. Tidak berlebihan apalagi sampai merusak ekosistem laut. 

Selama penangkapan sumberdaya laut tersebut, masyarakat tidak boleh menggunakan alat-alat yang merusak. Mereka juga tidak menangkap ikan yang masih kecil saat masa sasi laut dibuka. Tujuannya agar biota laut lain bisa terus berkembang biak saat sasi laut ditutup sehingga hasil laut tetap melimpah di perairan Papua. Lama ditutupnya sasi laut sekitar satu sampai dua tahun. 

Meskipun sasi laut tidak ada peraturan tertulis, masyarakat sudah menaati aturan tersebut secara turun temurun. Jika mereka melanggar aturan tersebut, mereka akan dikenai sanksi sosial dari pemimpin adat atau denda berupa uang. Namun, ketika ada orang luar yang melanggar aturan sasi, seperti tetap mengambil ikan pada bulan-bulan yang dilarang, maka orang tersebut tidak bisa dikenai hukuman oleh pemimpin adat. So, apakah kelestarian lingkungan dapat terjaga jika orang luar tidak memperhatikan aturan adat tersebut?

Apalagi, adat sasi laut ini tentunya tidak terlepas dari pelaksanaan-pelaksanaan ritual sebelum melaksanakan sasi laut. Dalam ritual ini, masyarakat melakukan pembacaan-pembacaan doa untuk meminta berkat dari Tuhan. Mereka begitu sadar bahwa sumber daya alam yang melimpah ruah adalah berkat dari Tuhan. Mereka menjaga hubungan manusia dengan Tuhan dengan melakukan ritual tersebut sebelum melakukan sasi laut.

Tak hanya sasi laut saja, tradisi menjaga Mangrove di Kampung Kambala juga menjadi cara untuk mengontrol pemanfaatan sumber daya di kawasan mangrove. Seperti yang dikutip dari econusa_id, bagi siapa saja yang ingin memanfaatkan hutan tersebut, mereka harus melakukan upacara adat Sinara. Memang, dengan adanya tradisi ini membuat tidak sembarang orang bisa masuk ke hutan mangrove sehingga kawasan hutan tersebut tetap lestari.
Pembukaan Sasi Laut (foto : hijauku.com)

Kehadiran warisan konservasi tradisional dari nenek moyang membuat biota laut begitu terjaga kelestariannya. Berbagai macam ikan warna-warni, terumbu karang yang indah begitu memikat. Perairan Papua ini menjadi pariwisata primadona Indonesia juga dunia.

Alasan ketiga : stakeholder yang sadar konservasi laut

Selain sumber daya alam dan sosial masyarakat, setiap pemangku kepentingan (stakeholder) baik masyarakat ataupun lembaga pemerintah maupun non pemerintah menyadari akan kekayaan sumber daya kelautan yang harus dijaga dan dilestarikan. 

Pemangku kepentingan tersebut saling terhubung sehingga pengelolaan sumber daya alam sejalan dengan konservasi lingkungan laut, seperti Deklarasi Koral yang telah dilaksanakan oleh EcoNusa beserta organisasi non-profit lainnya untuk mengingatkan peran pemerintah dan semua pihak untuk mengedepankan pemulihan laut Indonesia. 

EcoNusa sendiri adalah organisasi non-profit yang menjembatani komunikasi pemangku kepentingan itu di wilayah Indonesia Timur adalah Yayasan EcoNusa . Lembaga tersebut bertujuan untuk memaksimalkan praktek pengelolaan sumber daya alam dan konservasi lingkungan dengan penguatan inisiatif masyarakat lokal. Keberadaan organisasi non profit ini menjadi salah satu peran dalam perlindungan sumber daya alam di tanah Papua termasuk mendukung pengembangan Papua destinasi wisata hijau.

Serupa Surga di Kota Senja

Terkenal dengan sasi lautnya, Kaimana menjadi salah satu destinasi wisata hijau yang ingin saya kunjungi. Distrik yang dikenal dengan Kota Senja ini seperti surga yang menawarkan berjuta pesona keindahan. 

Kenapa harus Kaimana?
   
      Tak kalah dengan Raja Ampat



Raja Ampat memang sangat terkenal dengan keindahannya. Namun, sesungguhnya, Teluk Triton di Kabupaten Kaimana tak kalah indah dengan Raja Ampat. Teluk Triton juga memiliki deretan pulau karang yang menyebar dengan gradasi warna laut biru hingga hijau tosca. Karena kekayaan biota laut dan peninggalan prasejarah inilah yang membuat Teluk Triton dijuluki The Lost Paradise

Kejernihan air laut Teluk Triton Tak kalah dengan destinasi wisata di luar negeri (foto : ksmtour)
 


         Hiu paus yang langka di pulau karang yang indah

Daya tarik Teluk Triton lainnya adalah keberadaan ikan hiu paus yang bisa dijumpai saat musim tertentu. Jika kalian membayangkan bertemu ikan ini akan memakan manusia, maka kalian salah! Hiu paus ini jinak dan memakan plankton serta ikan kecil. Karena jinaknya itulah, kita bisa menyelam dari jarak dekat dengan hiu paus ini, kira-kira sekitar dua meter. Kalian mau berenang dekat dengan ikan paus terbesar ini?

Serunya berenang dekat dengan Hiu Paus di Kaimana (foto: Mongabay)

        
          Kehadiran lukisan kuno dari jaman prasejarah

Kaimana ternyata menyimpan sebuah lukisan yang dipercaya telah ada sejak jaman prasejarah. Lukisan tersebut bergambar tangan dan gambar-gambar lain selayaknya simbol-simbol dari jaman dahulu ini tergambar pada tebing-tebing yang tinggi.

Lukisan kuno (foto: travel.kompas.com)


          Romantisnya menikmati Senja di Kaimana


Tak heran jika lagu Senja di Kaimana begitu fenomenal di tahun 70-an, ternyata senja di Kaimana begitu indah dan romantis. Daerah yang tidak begitu banyak dikenal dulunya, kini mulai mengundang orang untuk datang. Duduk di pinggir pantai sambil memandang semburat oranye di langit Papua begitu terasa syahdu. Pemandangan matahari tenggelam bisa dinikmati di berbagai tempat di Kaimana seperti Pulau Venu, Tanjung Kinara, dan Pantai Bantemi. Waktu yang bagus untuk melihat sunset di Kaimanasekitar bulan Oktober sampai Januari.

      
Senja di Kaimana (foto : ethnotraveller.net)


      Melihat penyu bertelur


Tak ada yang paling menyenangkan selain menjadi saksi munculnya kehidupan baru. Melihat penyu bertelur tentunya menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Berkunjung ke Pulau Venu memungkinkan kita untuk melihat satwa yang dilindungi tersebut bertelur.

Penyu kembali ke laut setelah menetas (foto : birdsheadseascape.com)


Keindahan bawah laut yang kaya

Di kawasan Teluk Triton terdapat 959 jenis ikan karang, 471 jenis karang dan 28 spesies udang mantis. Kawasan konservasi ini menyumbang biomassa terbesar di Asia Tenggara yaitu 228 ton per kilometer persegi (travel.kompas.com). Masih di Kaimana, di Tanjung Papisoi dijumpai 330 spesies ikan sekaligus pada satu lokasi. Betapa kayanya biota laut di Kaimana. Tak salah jika Kaimana menjadi salah satu destinasi wisata hijau di Bumi Cendrawasih.

Keindahan alam bawah laut Teluk Triton (foto : jhoeraprap.wordpress.com)



Tidak perlu bingung untuk menyelami keindahan alam bawah laut di Kaimana karena begitu banyak tempat yang bisa dijelajahi seperti Teluk Triton, Pulau Venu, Pulau Kilimala, Pulau Karawutu, dan Tanjung Kinara. Namun, Teluk Triton merupakan spot terbaik untuk menyelam. 


       Melihat beraneka ragam satwa burung

Bird watching dengan beraneka ragam satwa yang tak pernah kita temukan sebelumnya tentu akan menjadi  pengalaman menyenangkan di Tanjung Kinara. Selain itu, di atas Jembatan wisata alam KM 14 kita juga bisa menikmati satwa burung yang langka.

Satwa burung di Kaimana (foto : peburungamatir.wordpress.com)


Keeksotisan alam Kaimana itulah yang membuat saya ingin mengunjungi Kaimana sebagai destinasi wisata hijau. Bisa mengunjungi Kaimana seolah telah mengunjungi hutan di seluruh Papua. Semua keanekaragaman hayati di Papua sudah terwakili di Kaimana. 

Namun, tak lupa...

Ketika laut sudah memberikan kebaikannya kepada manusia, maka sekarang manusia memberikan perlindungannya kepada laut. Hingga selamanya, laut dan manusia hidup berdampingan tanpa ada yang dirugikan.




Salam Hijau,



Referensi :

https://suarapapua.com/2019/08/06/ini-luas-hutan-provinsi-dan-kabupaten-di-papua-dan-papua-barat/

 https://www.mongabay.co.id/2019/08/31/begini-eksotisme-keindahan-kepulauan-dan-bawah-laut-fakfak/

 https://wri-indonesia.org/id/blog/menjadikan-sasi-laut-solusi-konservasi-laut-indonesia-timur

 https://m.kumparan.com/kumparannews/adat-sasi-pelindung-potensi-alam-papua-sejak-zaman-nenek-moyang-1sSguUoxrFg


Read More

Follower