Enam belas tahun lalu, terdengar suara ledakan keras dan disusul longsor sampah hingga menimbun dua permukiman yang berjarak 1 km dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Leuwihgajah, Bandung. Total 157 jiwa tewas dalam musibah tersebut.
Tragedi tersebut memang sudah lama. Namun seharusnya bisa menyadarkan kita ada hal yang penting yang harus kita lakukan agar tragedi itu tidak terjadi lagi dan mengancam kehidupan orang lain.
Dan akibatnya?
TPA Leuwihgajah ditutup. Semua sampah dari Bandung Raya menumpuk di Tempat Penampungan Sampah (TPS) hingga TPS tidak mampu lagi menampung sampah. Bandung menjadi daerah yang kotor.
Sebenarnya kejadian ledakan di TPA tidak saja terjadi di TPA Leuwihgajah. Beberapa lokasi tempat pembuangan sampah di beberapa tempat juga pernah mengalami ledakan gas metan seperti di Mojokerto, di Tasikmalaya, di TPA Suwung (Denpasar, Bali). Bahkan di tingkat internasional pun pernah mengalami hal serupa seperti di TPA Payatas (Filipina) dan TPA Ano Liossia (Yunani).
Bahayanya Sampah Organik
Jika selama ini mindset kita mengatakan bahwa sampah anorganik atau sampah yang tidak bisa terurai seperti plastik dan sterofoam itu berbahaya, maka sepertinya harus pula berpikir bahwa tumpukan sampah organik pun bisa menjadi ancaman besar baik pada keselamatan manusia maupun pada kelestarian lingkungan. Sampah organik yang paling banyak menumpuk di TPA itulah yang memicu munculnya ledakan di TPA. Tentu karena selama ini banyak yang menganggap bahwa -bahkan saya sendiri- sampah organik ini tidak membahayakan karena mudah terurai. Nyatanya, pernyataan itu tidak sepenuhnya benar.
Apa yang membuat sampah organik ini berbahaya? Penyebabnya sebenarnya tergantung pada ada atau tidaknya oksigen dalam pada proses penguraian sampah organik. Penguraian tersebut yang dikenal menjadi dua proses utama yaitu proses aerob dan anaerob. Jika proses aerob membutuhkan oksigen dan menghasilkan kompos, maka proses anaerob ini tidak memerlukan oksigen dan menghasilkan gas metana. Biasanya gas metana ini digunakan untuk biogas atau biomassa.
Sampah organik yang menumpuk di TPA ini akan mengalami proses anaerob sehingga menghasilkan gas metana apalagi tidak menggunakan sistem pelapisan tanah setiap ketinggian satu meter. Hal tersebut menyebabkan akumulasi gas metan di bagian bawah. Ketika hujan mengguyur sampah, gas metan akan keluar naik karena berat jenis gas yang lebih ringan dari air sehingga gas metan terjebak dan volumenya semakin meningkat. Peningkatan volume gas yang bereaksi dengan udara tersebut akan memicu terjadinya ledakan dan dampak buruk pada nyawa manusia.
Di Indonesia belum banyak TPA yang memiliki sistem pengelolaan untuk mengolah kembali gas metan sebagai sumber energi sehingga gas metan menjadi zat berbahaya. Oleh karena itu, perlu kesadaran dari masyarakat untuk mengolah sampah organik dari sumbernya atau dari rumah (domestik). Salah satu sampah organik yang cukup besar adalah sampah sisa makanan.
Satu fakta yang cukup mengejutkan adalah ternyata Indonesia menjadi negara kedua dengan sampah makanan (food waste) terbesar di dunia setelah Arab Saudi. Indonesia diperkirakan menghasilkan sampah sisa makanan sebesar 300 kg per orang per tahun.
Sedangkan menurut Media Indonesia, dari total sampah sisa makanan sebesar 1,3 juta ton, sebanyak 113 kilogram per tahun per rumah tangga atau berkisar 28 kilo per orang per tahun untuk sampah domestik.
Dan dari semua jenis sampah makanan (food waste) domestik tersebut, sampah sayuran menjadi jenis sampah terbesar berkisar 7,3 kg.
Dampak Negatif Food Waste
Sebenarnya dampak negatif sampah makanan (food waste) tersebut sangat luas dan berjangka panjang seperti:
Meningkatkan efek gas rumah kaca
Sampah organik yang selama ini didominasi oleh sampah food waste menumpuk di TPA hingga memicu timbulnya gas metana. Jika zat itu lepas ke udara akan menjadi gas yang 21 kali lebih berbahaya bagi lapisan ozon dibanding karbon dioksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan asap pabrik. Lama-kelamaan lapisan ozon akan menipis. Tahu sendiri kan bagaimana bahayanya jika lapisan ozon menipis?
Dampak negatifnya akan menjadi “multiplier effect” bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Cuaca yang tidak menentu membuat kegagalan panen terjadi. Tentunya akan berpengaruh pada produksi pangan yang sangat dibutuhkan manusia. Selain cuaca yang tak menentu, kenaikan muka air laut akan cepat terjadi sehingga banyak pulau-pulau kecil yang mulai tenggelam. Begitu juga kehidupan masyarakat di pesisir yang sering mengalami banjir. Kelangkaan air pun terjadi. Kekeringan terjadi di banyak daerah. Selain itu, keanekaragaman hayati akan punah karena tidak mampu menyesuaikan dengan kondisi cuaca yang berubah.
Membuang-buang sumber daya air dan menyia-nyiakan tanah
Penggunaan air untuk perkebunan atau pertanian tentu tidak sedikit. Menurut FAO, untuk memproduksi 1,3 milyar ton makanan yang terbuang memerlukan volume air 250 km3 per tahun (setidaknya sama dengan volume air danau toba). Wow, banyak sekali ya!
Sementara untuk memproduksi makanan yang terbuang ini diperlukan 1,4 milyar hektar lahan pertanian (28% lahan pertanian dunia) atau sama dengan 1,5 kali daratan China! Padahal lahan yang luas untuk pertanian ini dimanfaatkan untuk kegiatan produksi lainnya yang lebih bernilai tinggi. Begitu juga dengan air yang seharusnya bisa digunakan untuk aktivitas lainnya malah terbuang sia-sia. Bayangkan betapa banyak kerugian yang telah kita peroleh akibat pembuangan sampah makanan.
Mengancam biodiversitas
Sampah makanan bisa saja mengancam biodiversitas secara tidak langsung. Food loss pada hasil perikanan kelautan bisa menyebabkan kelangkaan karena penangkapan terus terjadi.
Boros penggunaan minyak bumi
Saat pengolahan tanah untuk lahan pertanian tentu juga menggunakan bahan bakar minyak bumi baik untuk produksi maupun untuk pengiriman hingga ke konsumen. Pemborosan penggunaan minyak bumi yang tidak dihemat juga akan berdampak pada kelangkaan sumber daya minyak bumi.
Truk sampah di lingkungan rumah |
Meningkatkan pengeluaran
Di negara maju, kerugian yang diakibatkan oleh food waste sebesar USD 680 juta dan di Negara berkembang seperti Indonesia sebesar USD 310 juta (sustaination.id). Belum lagi jika sampah tidak dipilah juga akan memberikan kerugian keuangan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Joko Priono di kampus UI, kerugian akibat tidak dilakukan pemilahan sampah sebesar Rp 46 juta, sementara jika dilakukan pemilahan dan pengolahan sampah maka keuntungan yang diperoleh sebesar 73,6 juta.
Jika kita tidak menguranginya dari sekarang maka tentu akan berpengaruh pada kelestarian bumi. Jika kita berpikir salah satu cara untuk mengurangi dampak negatif tersebut dengan cara memilah sampah sisa makanan atau organik, sebenarnya banyak cara yang lebih bisa berkontribusi untuk mengurangi sampah sisa makanan. Dari hal yang paling sederhana sampai paling kompleks.
Sembilan Cara Hidup Minim Sampah Makanan
Salah satu situs yang fokus pada food waste adalah Bandung Smart Food City yang memiliki program mengurangi sampah makanan.
Saya pun terinspirasi dari situs tersebut dengan membuat sembilan cara hidup minim sampah makanan yang biasa saya lakukan
1. Membuat menu makanan
Sebelum belanja sayur ke pasar, buat rencana menu makanan untuk beberapa hari. Baiknya dua hari karena sayur akan tahan lama dan tidak terbuang.
2. List bahan yang akan dibeli
Setelah menentukan menu, buatlah list bahan yang akan dibeli. Menurut saya ini lebih efisien dan efektif ketika belanja di pasar katena tidak tergoda membeli bahan di luar list dan menghemat waktu.
Oiya, daftar yang dibeli pun juga disesuai dengan porsi makan keluarga. Dan biasanya saya membeli sayur yang masih segar sehingga bisa tahan dua hari di kulkas. Kalau sudah agak layu, maka saya tidak akan membeli.
3. Hanya membeli sesuai list
Salah satu cara agar tidak banyak sampah sayur yang terbuang adalah membeli bahan makanan sesuai list/daftar. Selain itu, jumlah bahan yang dibeli disesuaikan dengan kebutuhan memasak. Disini kita harus peka terhadap kebutuhan bahan makanan yang akan dibeli.
4. Masak secukupnya
5. Mengambil makanan secukupnya
Lebih baik mengambil sedikit-sedikit dan mengambil lagi kalau kurang daripada mengambil banyak dan makanan terbuang.
6. Habiskan makanan
Usahakan habiskan makanan yang diambil. Menghabiskan makanan juga merupakan salah satu cara untuk menghargai pemasam. Dan tentu saja pemasam akan sangat senang jika makanan yang dibuat habis.
7. Saling mengingatkan antar anggota keluarga
Hal yang biasa dilakukan untuk anak saya adalah mengingatkan mereka untuk menghabiskan makanannya. Meskipun sedikit sulit, setidaknya mengajarkan mereka bahwa makanan itu harus dihabiskan. Mengingatkan mereka bahwa banyak orang di luar sana mengalami kekurangan makanan dan gizi buruk.
8. Sisa makanan untuk hewan
Jika ternyata usaha di atas sudah dilakukan dan masih ada makanan yang tersisa, maka sisa makanan bisa diberikan untuk hewan peliharaan. Bisa diberikan untuk kucing atau ayam peliharaan.
9. Mengolah menjadi pupuk kompos atau memisahkan sampah sisa makanan/organik
Kalau di lingkungan rumah saya jarang ada kucing atau ayam yang bisa dikasih sisa makanan, jadi sampah sisa makanan dipisahkan dari sampah anorganik lainnya. Setiap hari tertentu, sampah sisa makanan itu diambil oleh petugas sampah.
Pemilahan Sampah Sisa Makanan Sebelum dimasukkan Tong Sampah Organik |
Lebih baik lagi jika di setiap rumah terdapat fasilitas untuk pengolahan sampah organik menjadi kompos. Selain bagus untuk tanaman tentunya membantu mengurangi penumpukan sampah di TPA.
Perilaku sederhana itu tentunya sangat berpengaruh terhadap volume sampah sisa makanan (food waste) yang terbuang. Apakah kita mau sampah sisa makanan di TPA terus menumpuk bahkan membahayakan lingkungan sekitar? Apalagi setelah kita tahu begitu besar dampak negatif food waste dalam jangka panjang. Jika semua masyarakat memahami bahayanya dan peduli dengan keselamatan masyarakat bahkan kelestarian lingkungan, tentunya beban TPA tidak lagi besar.
Mulai dari sekarang, mari kita terapkan gaya hidup minim sampah makanan untuk kehidupan bumi yang lebih baik!
Referensi :
https://m.mediaindonesia.com/humaniora/282977/wow-1-orang-indonesia-hasilkan-sampah-makanan-300-kg-per-tahun
https://m.kumparan.com/amp/kumparannews/bom-waktu-itu-bernama-sampah-makanan-1sey9ZZUcFw
http://www.kabar58.com/2021/02/tpa-leuwigajah-meledak-bandung-dijuluki.html?m=1
https://cimsa.ui.ac.id/2020/11/09/food-waste-dan-pengaruhnya-terhadap-lingkungan/
https://sustaination.id/jangan-buang-sisa-organik-di-tempat-sampah/
https://baliexpress.jawapos.com/read/2018/09/25/96529/tpa-suwung-kebakaran-lagi-diduga-akibat-ledakan-gas-metan
https://www.viva.co.id/amp/berita/nasional/289365-tempat-pengelolaan-sampah-di-denpasar-meledak
https://m.ayotasik.com/read/2019/08/27/3065/aktivis-lingkungan-sayangkan-kebakaran-tpa-nangkaleah
https://hsepedia.com/sampah/
https://faktualnews.co/2021/01/25/polisi-lokasi-ledakan-tempat-sampah-di-mojokerto-terindikasi-tidak-terdaftar/251784/amp/
https://sustaination.id/bahaya-sampah-organik/
https://gifood.id/2019/03/19/sampah-makanan-dan-dampaknya-bagi-lingkungan/
https://cimsa.ui.ac.id/2020/11/09/food-waste-dan-pengaruhnya-terhadap-lingkungan/
https://sustaination.id/food-waste-is-stupid-habiskan-makananmu-mulai-hari-ini/