Perjalanan kemana pun, rasanya sebagian besar dari kita tak bisa lepas dari produk-produk berkemasan pabrik. Entah snack atau minuman kemasan. Kenapa sih kok kita pilih produk pabrikan? Kenapa nggak milih produk lokal? Nah, kalian harus baca tulisan singkat ini sampai akhir, ya.
Pilih jajanan yang mana, ya?
Saat wisata ke Predator Fun Park beberapa minggu lalu, saya sempat bingung ingin membeli cemilan apa untuk mengisi kekosongan perut.
Awalnya, saya mau pilih french fries, yang ternyata harganya lumayan mahal dengan jumlah yang tidak mengenyangkan. Entah kenapa sih di tempat wisata makanan ringan selalu mahal ya? Harganya bisa dua kali lipat daripada harga normal. Itu pun pengunjung dilarang bawa makanan dari luar.
Jadilah saya harus membeli beberapa makanan ringan sambil menunggu makan siang. Saat saya mau beli chiki-chikian, tapi saya mikir, anak saya nggak bakal kenyang kalau cuma makan snack sedikit.
Padahal produk pabrikan ini lebih ringkas lah kalau beli, nggak rempong. Beda kalau beli gofengan kan ya. Minyaknya aduhai.
Tapii karena saya masih belum yakin untuk beli snack kemasan pabrik itu, akhirnya saya keliling foodcourt nya...
Alhamdulillah...
Pilih produk lokal dong akhirnya..
Setelah saya keliling food court-nya, saya menemukan satu stand yang khusus menjual makanan ringan yang diproduksi BUMDes Desa Tlekung. Desa Tlekung ini salah satu desa di Kota Batu dimana tempat wisata Predator Fun Park berada.
Produk makanan yang dijual pun beraneka ragam. Seperti keripik apel, singkong, pisang, salak, kerupuk ikan, keripik tahu, kue wijen, dan banyak lagi.
Saya pun memilih dua produk snack dari BUMDes Desa Tlekung yang saya suka, kerupuk rasa ikan gurih dan pedas.
Harganya murah sekitar harga 10.000-15.000 rupiah sudah dapat satu bungkus besar. Kalau dibandingkan french fries yang sedikit, jelas produk BUMDes ini lebih murah dan lebih banyak. Lumayan banget untuk mengisi perut kosong sebelum waktu makan siang tiba.
Dari rasanya saya tahu kalau waktu produksi produk ini tidak lama sehingga rasanya masih gurih, tidak bau apek dan enak.
Dan itulah salah satu alasan saya lebih memilih produk lokal yaitu murah, banyak, enak dan tanpa pengawet.
Produk lokal = mengurangi perubahan iklim
Dan ternyata konsumsi produk lokal ini termasuk cara kita untuk mengurangi dampak perubahan perubahan iklim. Apalagi Kota Batu yang dulunya dingin sekarang sudah mulai panas. Sebab aktivitas manusia semakin banyak. Ruang hijau di bukit-bukit di Kota Batu sekarang mulai berubah menjadi bangunan.
Kalau lihat perubahan iklim di Kota Malang menurut data dari Show Your Stripes ini, temperatur di Kota Malang, mungkin datanya tidak jauh berbeda dengan di Batu, sekitar sepuluh tahunan belakangan ini sudah menunjukkan cuaca yang lebih panas yang ditunjukkan angka merah tua.
Diagram itu menunjukkan bahwa iklim kita sudah semakin panas. Jauh berbeda saat masih tahun 1900-an, cuaca masih dingin!
Seperti yang pernah saya jelaskan di artikel sebelumnya, perubahan iklim ini akan berdampak buruk bagi kehidupan di bumi, seperti punahnya biodiversitas, banjir, perubahan cuaca tak menentu, penurunan produksi pertanian, kekurangan air, perubahan ekosistem, dan bencana klimatologis lainnya. Nggak mau kan hal itu terjadi ?
Nah salah satu carahya kalian bisa ikugan challenge menggunakan produk lokal di website Team Up For Impact yang akan saya jelaskan di akhir tulisan.
Produk lokal, apa itu?
Produk lokal bisa diartikan bahwa:
Dalam proses produksi, bahan yang digunakan berasal dari daerah yang tidak jauh dari tempat produksi.
Produk lokal mengacu pada sumber bahan pangan yang ditanam, diproduksi dan dijual pada area tertentu dan menjangkau wilayah yang dekat.
Mungkin kita bertanya-tanya, bagaimana bisa produk lokal bisa mengurangi dampak perubahan iklim? Dan saat kita membeli bukan produk lokal, ternyata bisa mempengaruhi pemanasan global, loh.
Kok bisa?
Sebelum itu, kita cari tahu dulu yuk bagaimana proses produksi dan pemasaran produk lokal?
Proses produksi dengan peralatan sederhana
Proses produksi ini tentu berbeda-beda setiap produk. Ada produk makanan, minuman, kerajinan, konveksi dan lain sebagainya. Nah, kalau yang akan aku bahas adalah produksi makanan ringan, karena snack ini banyak peminatnya. Apalagi jenis makanan ringan banyak sekali. Mau keripik singkong, chiki rasa rumput laut, biskuit, wafer, sereal dan masih banyak lagi. Mau perjalanan kemana pun rasanya nggak afdol kalau belum sangu snack untuk dimakan di jalan.
Proses produksi makanan ringan bisa menggunakan cara tradisional maupun modern. Biasanya berkaitan dengan teknologi atau peralatan yang digunakan.
Produksi makanan ringan dengan cara tradisional menggunakan peralatan sederhana dari kayu atau besi. Misalnya memotong bahan makanan dengan pisau atau alat sederhana dengan daya listrik yang rendah. Produk makanan yang dihasilkan bisa keripik singkong, kentang, pisang dan lain sebagainya. Untuk membuat bumbunya pun menggunakan alat berdaya listrik rendah. Para produsen bisa menggunakan alat sederhana.
Bedanya apa dengan proses produksi berteknologi modern?
Produksi makanan ringan dengan cara modern biasanya menggunakan peralatan yang mutakhir/canggih atau pun mesin otomatis untuk meminimalisir penggunaan tenaga kerja manusia dan lebih higienis. Untuk pemotongan bahan makanan saja menggunakan alat potong berkapasitas besar. Memang kelebihannya, hasil potongan lebih seragam dan lebih banyak dengan waktu cepat.
Tak hanya itu dengan menggunakan peralatan modern, pabrik bisa memproduksi makanan dengan beragam teknik seperti teknik ekstrudat yang membuat snack jadi ringan berongga. Bahan pangan dimasukkan ke dalam mesin ekstruder ini emudian mendapat tekanan dan panas yang tinggi. Biasanya dilakukan oleh pabrik-pabrik yang memerlukan pasokan listrik yang besar.
Bergantung pada sumber daya alam
Prosesnya pun menggunakan sumber daya yang tersedia di alam seperti menjemur olahan makanan di bawah terik matahari. Dan ini lebih menghemat energi, kan!
Beda dengan teknologi modern yang bergantung pada mesin berkapasitas daya listrik yang besar.
Tanpa perlu alat penyimpanan yang lama
Bahan makanan ringan yang diolah sederhana tidak perlu ditaruh di tempat yang bisa membuat makanan tahan lama, seperti kulkas. Makanan ringan yang diolah tradisional biasanya juga tidak perlu pengawet.
Sedangkan makanan ringan yang diolah dengan teknologi modern membutuhkan pengawet makanan agar bisa didistribusikan ke luar kota atau negara.
Pemasaran lingkup lokal
Biasanya produksi makanan ringan yang diolah dengan cara tradisional biasanya dipasarkan tidak jauh dari area produksi mengingat jarang sekali menggunakan pengawet. Sebenarnya mungkin-mungkin saja dipasarkan jauh dari area produksi, namun biasanya produk tersebut on demand alias sesuai permintaan saja. Dalam hal transportasi tidak memerlukan bahan bakar yang besar dan emisi yang dihasilkan pun berkurang.
Berbeda jauh dengan produk makanan ringan yang diolah dengan cara modern, pemasaran produk pabrik dilakukan hingga luar kota dan provinsi bahkan mungkin antar negara. Distribusi produk pangan tersebut tentu menggunakan transportasi yang memerlukan energi bahan bakar yang besar dan menghasilkan emisi yang tak kalah besar.
Manfaat Menggunakan Produk Lokal
Dengan memilih produk lokal, kalian memberikan dampak positif pada diri sendiri tapi juga pada ekosistem global. Manfaat memilih produk lokal dapat meningkatkan ekonomi lokal, melestarikan lingkungan secara global dan menjaga kesehatan diri sendiri.
Mengurangi jejak karbon
Dari proses produksi, distribusi dan pemasaran tersebut jelas sekali jika produk lokal itu tidak membutuhkan energi listrik dan emisi CO2 yang besar. Saat kalian memilih produk lokal, berarti kalian berkontribusi pada pengurangan jejak karbon (footprint). Transportasi yang digunakan untuk produk bahan pangan bisa mencapai 11% karbon emisi.
Makanan lokal memiliki waktu tempuh lebih sedikit, menghasilkan efek gas rumah kaca yang lebih rendah, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan berkontribusi pada pengurangan polusi udara. Dengan rantai distribusi yang lebih pendek, lebih sedikit makanan yang terbuang dalam proses distribusi, pergudangan, dan perdagangan.
Meningkatkan perekonomian lokal
Nggak cuma itu, dengan memilih produk lokal berarti kalian juga menjaga kelangsungan ekonomi lokal yang dapat menambah lapangan kerja bagi masyarakat lokal. Mereka tak perlu lagi mencari pekerjaan di kota, karena di desa, tempat mereka tinggal juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Tingkat kemiskinan berkurang karena mendukung perkembangan ekonomi lokal. Dengan begitu, penduduk kota tidak terbebani oleh pindahnya penduduk desa yang mencari pekerjaan di kota. Jumlah penduduk kota akan berkurang.
Menurut Sustainable Connections, untuk setiap uang yang dibelanjakan, 68% perputaran uang tetap berada dalam ekonomi lokal tersebut. Sedara tidak langsung, kalian membantu perekonomiam masyarakat lokal.
Menyehatkan
Makanan lokal juga lebih menyehatkan karena nutrisinya masih segar, matang secara alami, menyehatkan karena tanpa bahan pengawet dan proses produksi yang menggunakan sumber daya alam secara langsung.
Kalau kalian gimana, lebih memilih pakai produk lokal kan! Jangan lupa pakai produk lokal ya saat travelling.
Ikut challenge TUFI, yuk!
Saya sudah ikut challenge Team Up For Impact (TUFI) dengan memilih Bangga Produk Lokal sebagai wujud Bisnis Hijau yang bisa diikuti oleh siapa pun. Nah, kalian juga bisa loh ikutan challenge TUFI dengan klik website Team Up For Impact. Setiap harinya selalu ada challenge untuk aktivitas menjaga lingkungan.
Yuk, ikutan challenge #BersamaBergerakBerdaya! Kalian bisa ikutan giveaway dengan upload konten Reels yang sesuai dengan tema.
Kapan lagi kita menjaga bumi kalau nggak dari sekarang? :)
Referensi
https://islandsunindonesia.com/id/proses-produksi-snack/
https://www.adelaide.edu.au/learning-enhancement-innovation/blog-the-learning-cog/6-reasons-to-buy-local-food
https://www.vivolatino.co.uk/news/why-do-we-buy-local
https://greennetwork.asia/brief/on-buying-locally-sourcing-locally-and-consuming-critically/