Sebenarnya panas bukan sesuatu yang menyebalkan buatku. Karena aku memang terlahir di daerah tropis. Di Samarinda yang panasnya bikin kulit semakin gelap, aku tinggal bertahun-tahun lamanya.
Kemudian, aku sempat menikmati tinggal di Tanjung Redeb, Kalimantan Utara. Kota yang tidak jauh dengan Pulau Derawan dan Maratua yang terkenal itu. Bersyukurlah aku pernah tinggal di sana karena aku bisa menikmati perjalanan 15 jam naik bis kecil sempit nan pengap tanpa AC menerobos hutan-hutan Kalimantan.
Setelah itu, aku pindah ke kota yang makin ke utara yaitu Tarakan, pulau dekat perbatasan Malaysia. Jika di Samarinda terbiasa dengan Mall, maka di Tanjung Redeb dan Tarakan bukan sesuatu yang biasa. Mall tak ada sama sekali. Tempat rekreasi di sana hanyalah berupa alam.
Yang begitu teringat di kepalaku adalah aku dan adikku menjelajah pulau Tarakan. Kami menjelajah hutan Mangrove, Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) Tarakan.
Betapa senangnya karena aku menemukan pemandangan baru yang tak pernah aku lihat. Sekelompok bekantan berhidung besar dan berbulu pirang berkumpul sambil makan pisang yang sudah disediakan oleh penjaga. Aku takjub karena baru kali itu melihat Bekantan hidup bebas di kawasan konservasi itu.
|
Bekantan di Mangrove Tarakan |
Kita tahu sendiri Bekantan ini hewan yang langka dan terancam punah karena hutan bakau tempat mereka tinggal dan sumber pangan Bekantan juga banyak yang rusak akibat aktivitas manusia.
Jika kalian pernah lihat maskotnya Dufan berhidung besar, maka itulah Bekantan. Hutan mangrove benar-benar membuat mereka begitu nyaman tinggal di sana.
|
Pantai di Tarakan |
Setelah mengunjungi Hutan Mangrove di pinggir kota, kami pergi ke pantai yang masih asri dan jauh dari tempat kami tinggal. Pasirnya masih putih. Tidak ada aktivitas manusia di dalamnya. Hanya ada kapal nelayan yang bersandar. Sedangkan aktivitas nelayan tak terlihat di sana.
Ketika pindah ke kota pesisir di Balikpapan, aku suka mengunjungi pantai dengan anginnya yang sepoi-sepoi. Sesekali, aku dan keluarga mengunjungi kawasan wisata Hutan Bangkirai, Samboja, Kaltim yang dikelola oleh kantor tempat kerja bapakku dulu. Perjalanan antar kota lebih didominasi pemandangan hutan.
Meski jalanan jelek, tidak mengubah mood bahagiaku ketika melihat banyak pepohonan. Begitu sampai Bukit Bangkirai, aku dan keluarga masih harus berjalan melewati hutan-hutan untuk sampai ke Bukit Bangkirai. Hanya ada jalan tanah saja. Terkadang kami harus melewati pohon yang roboh.
Semua lelah dan ketakutan saat menaiki menara pohon Bangkirai yang tinggi itu hilang ketika kami sampai di atas menara. Kami menyeberangi jembatan tajuk yang bergoyang. Meski agak takut, aku sampai juga di ujung jembatan. Ada sekitar 5 jembatan kayu yang menghubungkan satu pohon Bangkirai ke pohon Bangkirai lainnya. Usia pohon ini sudah ratusan tahun loh. Tapi masih kokoh berdiri.
Bangkirai (Shorea laevis) merupakan pohon Kalimantan yang biasanya digunakan untuk membangun hunian. Kayu Bangkirai sama kuatnya dengan kayu Jati meskipun lebih berat. Tinggi pohonnya bisa sampai 40an meter. Kalau di Malaysia namanya kayu Balau.
Bayangkan saja kita menaiki tangga sampai 30an meter ke atas. Tapi semua terbayarkan ketika melihat hutan hujan tropis dari ketinggian pohon Bangkirai.
Selama tinggal di Kalimantan, pemandangan hutan adalah hal yang biasa bagiku. Semenjak melanjutkan sekolah ke Malang yang lebih sejuk, aku sudah jarang melihat hutan. Kalaupun ingin berwisata alam aku harus pergi jauh dari tempat tinggalku, seperti kebun raya Purwodadi, waduk, air terjun ataupun pantai.
Penat dan bosan sering menghampiri ketika melihat banyaknya bangunan tinggi lebih mendominasi pandangan mata ketika ingin refreshing.
Beberapa kali aku mengajak suami untuk jalan-jalan ke hutan mangrove yang ada di Surabaya. Sampai sekarang pun belum kesampaian. Tapi setidaknya sedikit terhibur ketika mengunjungi Taman Flora yang banyak dengan pepohonan.
Baru-baru ini, aku mengunjungi Hutan Pinus Mangunan yang begitu sejuk dan sudah dikelola dengan baik. Tak perlu lagi takut tergelincir karena telah dipasang kayu-kayu untuk berjalan sehingga semua usia bisa berkunjung ke sana. Udara yang segar seolah membuang semua rasa suntuk selama ini.
|
Hutan Pinus Mangunan (dokumen pribadi) |
Tak hanya itu, liburan ke rumah orang tua di Sragen kusempatkan bersepeda setiap hari melewati sawah-sawah yang terbentang hijau dan begitu menyegarkan mata.
Apa sih manfaat wisata alam?
Aku merasa setiap wisata alam aku merasa lebih segar dan happy, meski kadang capek karena perjalanan yang jauh dari tempat tinggal. Hanya saja setidaknya kerinduanku dengan alam terbayarkan.
Beberapa manfaat wisata alam yaitu mengurangi stres, memengaruhi kesehatan mental, meningkatkan fokus dan memori.
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa seorang pasien pulih lebih cepat ketika melihat pepohonan dari jendela kamar. Tak hanya itu, seseorang yang tinggal di apartemen dengan jendela menghadap ke taman lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu dibanding menghadap ke bangunan. Bahkan penduduk yang terus-terusan berada di lingkungan yang memiliki kebisingan tinggi akan mudah tersinggung, gangguan mental dan perilaku impulsif. Bahkan anak-anak yang tinggal dikelilingi oleh alam cenderung memiliki masalah perilaku yang sangat sedikit dan lebih fokus dalam mengerjakan tugas mereka.
Resiko gangguan kejiwaan (depresi atau kecemasan) akan berkurang ketika hidup di lingkungan yang penuh dengan pepohonan.
Bahkan di Amerika sendiri, untuk mengurangi obesitas, masyarakatnya diminta untuk berwisata ke alam, seperti ke taman nasional, pantai, kolam pemancingan, air terjun, dan lain-lain. Mereka diminta untuk melawan gaya hidup “di rumah saja” agar kesehatan mereka tetap terjaga.
Alam bisa meningkatkan kinerja otak kita dari segala kepenatan di daerah perkotaan. Jadi ketika kalian lelah dengan segala aktivitas kalian, cobalah untuk sering-serung mengunjungi alam kita yang indah ini.
Tempat-tempat untuk menenangkan hati
Tempat-tempat menenangkan hati memang bisa kita eksplorasi di kota kita sendiri. Kalian bisa pergi ke hutan kota atau pantai jika ada pantai tak jauh dari kota kalian. Pergilah ke waduk, sawah, air terjun atau pegunungan jika memang bisa dijangkau oleh kalian. Datanglah ke tempat-tempat yang penuh dengan pepohonan.
Namun, bagaimana kalau tempat-tempat itu mulai rusak?
Apakah kita bisa menikmati hijaunya pepohonan ketika semua ditebang? Apakah kita bisa melihat langitnya biru ketika polusi udara mendominasi langit?
Dampak deforestasi
Sebenarnya, penebangan pohon sudah semakin merajalela. Di Kalimantan sudah banyak pohon-pohon ditebang sebagai dampak dari urbanisasi. Kebakaran hutan pun cukup sering terjadi. Deforestasi semakin merebak. Polusi udara meningkat.
Pengertian deforestasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi area hutan menjadi fungsi lain, seperti area pertanian, urbanisasi, kegiatan penambangan, dan lain-lain dengan cara penebangan pohon atau pembakaran hutan.
Menurut FAO, pertanian merupakan sektor terbesar (80%) yang menjadi penyebab deforestasi. Selanjutnya, pembangunan infrastruktur menjadi penyebab terjadinya deforestasi sebesar 10%. Peningkatan populasi atau urbanisasi juga berkontribusi pada berkurangnya area hutan sebesar 5%.
Dampak deforestasi sangat berpengaruh pada ekosistem alam, biodiversitas, dan iklim.
Dampak deforestasi pada biodiversitas
Dengan merusak hutan, maka ekosistem hutan akan rusak, membuat ketidakseimbangan alam, dan kehidupan flora fauna di dalamnya akan terancam.
Dampak deforestasi pada kehidupan masyarakat lokal
Hutan-hutan di dunia mendukung kehidupan 1,6 miliar masyarakat lokal yang tinggal di dalamnya. Masyarakat lokal sangat tergantung dengan sumber daya yang ada di hutan.
Jika hutan rusak, maka kehidupan masyarakatnya juga akan terancam. Mereka tak bisa hidup mengandalkan hutan lagi dan harus mencari penghidupan di luar hutan yang mungkin tidak bisa membuat mereka bertahan hidup.
Dampak deforestasi terhadap ketahanan pangan masa depan
Dengan adanya penggundulan hutan tentu saja akan mengakibatkan erosi tanah yang mempengaruhi produksi pangan. Dengan produktivitas tanah yang rendah akan membuat penurunan hasil produksi bahan pangan dan dapat menyebabkan rendahnya ketahanan pangan. Tentu saja, ketika jumlah pangan dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan penduduk akan rentan terjadi kelaparan massal.
Dampak deforestasi terhadap bencana alam
Penggundulan hutan yang terjadi bisa menyebabkan tanah tanah dan banjir. Ketika hutan masih ada, air biasanya akan langsung terserap tanah. Namun, ketika hutan gundul, air tidak langsung meresap ke dalam tanah tapi mengalir melalui permukaan tanah. Tanah-tanah tersebut ikut terbawa air hingga terjadi longsor dan banjir di bagian hilir.
Dampak deforestasi terhadap perubahan iklim
Yang paling parah, deforestasi bisa menyebabkan perubahan iklim. Panas dari matahari tidak bisa terserap ke dalam tanah tetapi langsung terpantul dan kembali ke lapisan ozon sehingga menyebabkan panas di atmosfer semakin meningkat. Peningkatan pemanasan global ini yang akan berpengaruh pada kehidupan manusia dan spesies lain di dalamnya.
Jika hutan tak ada, kita akan terus mengalami cuaca yang panas. Seperti lagunya Laleilmanino bahwa jika kalian lelah karena panasnya hari maka segeralah datang ke tempat-tempat yang masih banyak berdiri pepohonan, seperti hutan.
Dampak deforestasi terhadap kesehatan
Deforestasi yang dilakukan dengan pembakaran hutan akan menyebabkan kualitas udara memburuk. Polusi udara ini tak hanya membuat langit menjadi kelabu tetapi juga membuat kesehatan manusia memburuk seperti terjadinya ISPA.
Bila Kau Jaga Aku, Aku Jaga Kau Kembali
Kalau kita baca dampak deforestasi, sebenarnya apa yang kita lakukan toh akan kembali pada diri kita lagi.
Ketika kita menjaga kehidupan hutan, secara tidak langsung hutan juga kita akan terhindar dari kelaparan, bencana alam, dan penyakit pernafasan. Ketika kita jaga lingkungan, kita juga yang merasakan dampak positifnya.
Salah satu lirik dari Laleilmanino yang judulnya Dengar Alam Bernyanyi yaitu:
“...Bila Kau Jaga Aku, Aku Jaga Kau Kembali...”
Menurutku, lirik itu benar banget.
Ketika kita nggak jaga hutan, pohon ditebang saja dimana-mana, coba lihat pasti daerah sekitarnya akan mengalami banjir dan tanah longsor. Perubahan iklim juga memberi dampak pada kehidupan kita.
Ketika aku berkunjung ke Samarinda sekitar tahun 2014, tempat aku lahir dan dibesarkan, aku banyak sekali melihat perbukitan-perbukitan yang gundul di pinggir kota Samarinda terutama dekat sekolah SMA ku.
Kata temanku, kalau dulu depan SMA masih jarang banjir, sekarang malah banjir. Di bawah flyover ke jembatan kembar Samarinda dulu nggak pernah banjir, sekarang malah sering banjir meskipun tidak lama. Daerah Suryanata dan Simpang Tiga Kadrie Oening Samarinda sekarang lebih sering banjir meskipun cepat surut. Padahal jaman aku sekolah SMA sekitar tahun 2003 daerah tersebut belum banjir seperti sekarang.
Daerah Tenggarong saja, tempat keluargaku, sekarang sudah langganan banjir padahal dulu masih hijau. Masih belum ada Mall. Akibat di daerah hulu pohon-pohon banyak ditebang.
Jadi sebenarnya ya kita sendiri yang merasakan dampaknya dari perbuatan kita juga.
Bagiku berdiri di antara pepohonan itu begitu menyenangkan. Hutan yang menjadi paru-paru dunia kenapa harus dihancurkan. Betapa segarnya ketika menghirup udara yang dikelilingi oleh pepohonan. Betapa menyenangkannya melihat langit biru tanpa polusi.
Lirik lagu Laleilmanino membuatku seolah kembali ke masa kecil yang masih begitu dekat dengan hutan.
“...Pandanglah indahnya biru yang menjingga. Simpanlah gawaimu hirup dunia. Sambutlah mesranya bisik angin yang bernada. Dengar alam bernyanyi…”
Karena dengan memandang pepohonan, moodku lebih terjaga karena suasana hati begitu bahagia merasakan sejuknya udara hutan, tingginya pepohonan, dan hijaunya tanaman yang terbentang luas.
Lagu Dengar Alam Bernyanyi dari Laleilmanino ini merupakan ajakan untuk melihat bumi dari sebuah lagu dan untuk menjaga hutan agar perubahan iklim bisa dihindari.
Yuk, teman-teman dengarkan lagu Dengar Alam Bernyanyi dari Laleilmanino di Spotify atau Youtube.
Kalau kalian mendengarkan lagu ini, itu sama saja kalian menyumbangkan sebagian royalti musik untuk konservasi dan restorasi hutan adat di Kalimantan.
Begitulah kisahku dengan hutan. Ketika aku lelah dengan panasnya haru, memang aku lebih memilih untuk mengunjungi wisata alam yang banyak pepohonan. Lebih sejuk dan menyenangkan hati dan mata.
Kalian punya kisah tentang hidup berdampingan dengan hutan? Kalau kalian sedang lelah, apakah kalian akan mengunjungi wisata alam? Atau memilih wisata buatan?
Salam natural,
Lita
#EcoBloggerSquad
Referensi:
https://youmatter.world/en/definition/definitions-what-is-definition-deforestation-causes-effects/
https://m.liputan6.com/lifestyle/read/4729760/keunikan-kawasan-konservasi-mangrove-dan-bekantan-di-kota-tarakan
https://www.tentangkayu.com/2009/08/kayu-bangkiraiyellow-balau.html?m=1