Berasal dari Limbah Kayu, Ciptakan Mainan Anak Kayu Menjadi Payu

No Comments
Siang itu, kegaduhan terjadi saat anak-anak saya mendatangi salah satu stand pameran kerajinan kayu di kampus swasta di Surabaya. Mereka saling berebutan. 

Mata mereka berbinar seolah baru saja menemukan harta karun yang mereka cari selama ini. Pandangan mereka menyelusuri satu persatu keunikan setiap mainan di stand itu hingga mereka bisa menentukan mainan mana yang akan dibawa pulang.

Mainan kayu dari limbah kayu di Artdias Gallery (dokpri)


“Wah, aku suka,” ujarr anak kedua saya yang belum memilih salah satu mainan.

“Yang mana. Yang mana. Ini ada truk. Ada mobil.” Dengan senyum dan keramahannya, pemilik stand, Achmad Adias Wijaya, menanyakan mainan yang mana. 

Ia juga mempersilakan anak-anak menjelajahi ruang pameran kecilnya yang penuh mainan. Ada kebahagiaan tersendiri bagi beliau saat melihat anak-anak itu begitu excited melihat hasil karyanya.

“Ibu, aku mau ini!” ujar anak kedua saya dengan penuh harap sambil menatap ibunya agar diizinkan membawa pulang sebuah tempat pensil berbentuk truk trailer. Saya meminta mereka izin pada ayahnya

“Aku yang ini!” Si paling kecil tak mau kalah sambil menunjuk mainan kayu bentuk yang sama.

Sementara anak pertama saya mencermati satu per satu mainan yang dipajang. Ia ambil satu diorama rumah-rumahan. Ia perhatikan secara detail bentuk kayu itu yang dicat dan dibuat hiasan dinding di rumah.

Diorama rumah di pinggir pantai Artdias Gallery (dok.pri)


Kak Dias menjelaskan pada kami, “Ini kayunya dari sisa-sisa kayu yang nggak dipakai.”

Beliau menunjukkan kerajinan yang berasal dari limbah kayu pinus, bekas palet dan lain-lain. Jam dinding dari velg dan kayu bekas juga terlihat dipajang di stand pameran tersebut. Diorama rumah-rumahan dari kayu bekas menjadi fokus anak saya.

“Wah, kok bisa ya jadi begini,” ujar anak saya yang masih berusia 10 tahun itu terpesona.

Dari situlah, anak saya mengenal bahwa sisa kayu bisa dicat dan dijadikan hiasan dinding, mainan atau pun fungsi yang lain. Anak saya pun belajar bahwa sampah atau limbah tak melulu harus dibuang begitu saja. Justru jika diolah bisa menjadi barang yang bermanfaat. Dari aktivitas bermain itu, anak-anak paham dan bisa mendapat pengalaman seru dengan mengenal kerajinan kayu dari limbah kayu.

Meskipun begitu, perjalanan Kak Dias menjalankan bisnis yang produknya sangat diminati anak-anak itu dan tak terjadi dalam waktu sekejap. Semua perlu proses hingga menjadikan bisnis yang lebih peduli pada lingkungan.

Kritikan yang Menggerakkan

Beberapa tahun silam, sebelum berkutat dengan kerajinan kayu, pekerjaan utamanya di perbankan sempat membuatnya dilema. Namun, ia belum punya keberanian untuk mengajukan pengunduran diri.

Hingga akhirnya, di tahun 2015, ia mencoba berwirausaha di bidang kerajinan kayu. Di tahun itu, beliau masih mengambil produk kerajinan kayu dari keluarganya di Bojonegoro untuk dijual kembali di Pasuruan.

Produk awal kerajinan Artdias Gallery (IG @artdias_gallery)


Hari minggu pagi adalah hari yang ditunggu-tunggu. Beliau menjual produk kerajinan kayu saat Car Free Day di Kota Pasuruan. Penjualannya tak disangka-sangka. Keuntungannya lumayan bagus.

Dari pameran ke pameran, ia mulai memperkenalkan branding diri “Artdias Gallery” yang merupakan perpaduan seni dan namanya sendiri.

Di tahun 2015, beliau mengunjungi Disperindag dan minta diajak saat ada pameran di Pasuruan. Bahkan beliau mendapat kesempatan untuk mengikuti pameran bahkan dapat satu stand sendiri, sementara paguyuban UMKM khusus furnitur atau kerajinan diberikan satu stand untuk beberapa UMKM. Jelas, itu menimbulkan kecemburuan antar UMKM. Mereka mengkritik produk Artdias Gallery sebab bukan produk asli Pasuruan.

Dari kritikan itu, lahirlah tekad yang menggerakkan hingga akhirnya ia menciptakan produknya sendiri di tahun 2018 setelah memberanikan diri untuk resign. Di sinilah kreativitas beliau mulai terasah. Kreativitasnya terlihat saat beliau menciptakan produk-produk pertamanya, seperti home decor, seperti jam dinding, rak dinding sekaligus tempat gantungan kunci, tempat lampu, rak gantung, lampu meja, dan lain-lain.

Produk Home Decor Buatan Sendiri (IG @artdias_gallery)


Keunikan dari produk tersebut yang menjadi nilai jual Artdias Gallery. Sayangnya, pandemi Covid-19 menyebabkan penjualannya semakin menurun. Kegagalan itu tak membuatnya terus berhenti mengembangkan usahanya dari limbah kayu.

Bagi pria lulusan Jurusan Pertanian Universitas Brawijaya ini memanfaatkan barang bekas itu tak hanya ide saja yang diperlukan tetapi juga kerja keras. Keinginan Kak Dias untuk terus berkembang cukup besar. Ia mencoba bergabung dengan grup komunitas dengan hobi kayu di Malang. Ia mengembangkan kemampuannya dengan mengikuti kursus dari anggota grup komunitas tersebut di Malang.

Hingga suatu ketika...

Keramaian anak-anak kecil terdengar. Bukan bermain nekeran, gobak sodor, atau lompat karet, tetapi mereka tengah asyik scroll layar ponsel. Saat libur sekolah, pulang sekolah, atau saat senggang pun tangan generasi muda itu tak lepas dari aktivitas pada layar. Sangat disayangkan jika masa pertumbuhan fisik, kognitif, emosional dan sosial itu dibatasi oleh layar ponsel.

Dari keresahan itu, Achmad Adias Wijaya memikirkan bagaimana generasi penerus bangsa itu tidak menjadi tergantung pada ponsel sebab masa depan bangsa sangat tergantung pada kondisi anak-anak saat ini. Ia tak ingin masa kecil anak-anak itu dihabiskan di depan layar ponsel.

Ia tak berpikir muluk-muluk. “Apa yang saya punya yang bisa saya manfaatkan semaksimal mungkin,” pikir beliau saat itu.

Berbekal telusur desain mainan anak di Youtube, ia mencoba membuat mainan sederhana dari kayu dengan peralatan yang ia miliki, seperti jigsaw, gerinda, amplas, bor tangan, dan bor listrik. Tangannya dengan hati-hati memotong sisa-sisa kerajinan kayu itu untuk dibentuk menjadi mainan mobil-mobilan kemudian dihaluskan agar lebih aman digunakan anak-anak saat bermain.

Kebahagiaan begitu terasa ketika melihat hasil kerajinan mainan anak dari kayu miliknya diminati banyak orang. Tentunya ada rasa senang karena kreativitasnya dihargai banyak orang dan memicu semangat untuk membuat mainan anak lainnya yang lebih edukatif.

Ide-ide segar terkadang tidak bisa datang sendiri tetapi harus dicari. Ia mulai mencari desain mainan kayu yang unik dan belum banyak dijual di Indonesia melalui Pinterest.

“Saya senang kreativitas dan mencari hal yang baru yang belum dilakukan,” ujarnya saat wawancara melalui voice note WhatsApp.

Limbah Kayu Tak Selalu Barang Tak Perlu

Pemanfaatan limbah kayu untuk kerajinan kayu dilakukan oleh Achmad Adias Wijaya sejak tahun 2018 saat mulai membuat produk sendiri. Beliau tak kehilangan akal untuk memanfaatkan bahan baku yang murah.

Di lingkungan sekitarnya, potongan-potongan kayu dari industri kerajinan kayu tergeletak begitu saja dan menunggu untuk dibuang, dibakar atau juga dijual kembali.

Bayangkan saja berapa banyak limbah kayu yang dihasilkan dari mebel kayu di Pasuruan jika tidak di-recycle? Belum lagi, jika limbah-limbah kayu itu dibakar, asapnya sangat mengganggu masyarakat sekitar.

Hal itulah yang menyadarkan Kak Dias untuk memanfaatkan limbah kayu untuk diolah kembali agar memiliki nilai jual. Beliau menggunakan limbah kayu jati, pinus, bekas palet, dan lain sebagainya yang memiliki ukuran dan bentuk yang masih bisa digunakan. Sedangkan detail dan aksesoris mainan anak lainnya yang berasal dari logam, beliau peroleh dari pasar loak.

Limbah kayu jati yang tidak dipakai (@artdias_gallery)

Pemilihan limbah kayu yang berbeda-beda ini juga memiliki alasan tersendiri. Misalnya, kayu pinus ini dipilih karena biasanya kayu pinus yang berasal dari pabrik luar negeri ini sudah diberi obat anti rayap dan diproses pengeringannya. Kak Dias tinggal memotong dan mendesain saja. Sedangkan untuk limbah kayu jati, meskipun bekas tapi memiliki serat yang menarik dan berkualitas.


Bahan baku kerajinan
Kayu pinus limbah palet (IG @artdias_gallery)


Tidak semua limbah kayu itu beliau peroleh secara cuma-cuma dari industri mebel. Beberapa jenis kayu harus beliau beli seperti kayu pinus limbah palet/jati. Biasanya beliau menyewa pick-up untuk membawa limbah kayu.

Kayu jati yang diangkut dengan TOSA (@artdias<<⁶


Di sinilah tantangan Kak Dias. Ia harus mengolah limbah kayu dari berbagai macam bentuk dan ukuran itu menjadi kerajinan kayu yang keren dan unik. Limbah kayu pinus juga dipilih karena mudah dibentuk dan memiliki warna yang cerah yang akan membuat kerajinan menjadi lebih estetis.

Usaha Kak Dias dalam pemanfaatan limbah kayu sebagai usaha untuk mengurangi sampah industri mebel, mengurangi aktivitas penebangan pohon dan tentunya mendukung gaya hidup hijau.

Dari komitmen Artdias Gallery ini dalam menggunakan limbah kayu sebagai bahan baku pembuatan mainan anak, ia pun berhasil mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Awards Tahun 2024 dari Astra di bidang Kewirausahaan.

Mencari Tenaga ‘Ngeplong’

Di ruangan khusus di sebelah rumahnya, suara mesin potongan kayu terdengar. Mulai tahun 2018, ia mulai melengkapi peralatan untuk pemotongan kayu seperti table saw, bandsaw, jigsaw dan mittersaw, untuk memudahkan dan mempercepat pekerjaannya.

Alat yang digunakan saat proses pembuatan (@artdias_gallery)


Dalam prosesnya, Kak Dias memang sebagian besar mengolah sendiri, mulai dari mencari bahan baku, desain produk, pemotongan, penghalusan, finishing, dan penjualannya.

Sebenarnya, Artdias Gallery bisa memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat lainnya di sekitar. Sayangnya tidak banyak pengrajin mebel di Pasuruan yang mau dan terbiasa membuat kerajinan mainan kayu yang berukuran kecil dan perlu ketelitian. Namun, Kak Dias berusaha untuk mengajak pekerja mebel di sekitarnya yang bisa ikut berkontribusi bagi pembuatan mainan anak yang ramah lingkungan.

Ia pun mendekati salah seorang pekerja mebel yang kira-kira bisa menjadi bagian dalam proses pembuatan kerajinan mainan anak.

“Ayo, Mas. Ini lebih mudah daripada sampeyan (kamu) membuat ukiran-ukiran. Biayanya berapa, saya bayar,” bujuk Kak Dias pada salah satu pekerja mebel. Tentu, bujukan itu pun disetujui dan dihargai Rp. 1000,- per pcs.

Beliau akhirnya memiliki tenaga yang bersedia membantunya bagian ‘ngeplong’ yang melubangi kayu atau membentuk kayu menjadi kerajinan tangan (handmade) dengan jigsaw. Adanya tenaga kerja tersebut sangat membantu Kak Dias dalam produksi mainan anak dalam jumlah besar.

Mainan Edukatif dari Limbah Kayu

Stand pameran siang itu semakin ramai oleh pengunjung yang datang. Mereka mencoba permainan edukatif dari kayu milik Artdias Gallery. Satu permainan yang menarik minat anak pertama saya adalah permainan kayu yang ditarik pakai tali. Tangan kanan dan kiri memegang tali. Di papannya banyak lubang-lubang. Pemain harus mengikuti jalur dan harus menjalankan kotak berisi kelereng sesuai jalurnya. Jika kelereng masuk ke dalam lubang maka permainan selesai.

Permainan edukatif di Artdias Gallery (@artdias_gallery)


Anak saya kesal karena hampir mendekati garis finish, ia gagal. Tentu saja, permainan ini mengasah kemampuan motorik halus anak, kesabaran dan ketenangan. Nilai-nilai itu yang harus ditanamkan pada anak-anak saat ini yang sering terpapar gadget dan lebih .

Anak saya yang paling kecil mencoba permainan puzzle kayu dan berusaha menyelesaikan puzzle tersebut dengan benar. Sesekali ia meminta bantuan Kak Dias untuk menyelesaikan puzzle. Pada akhirnya dia menyerah dan melihat-lihat mainan kayu lainnya.

Seorang anak bermain puzzle kayu dari Artdias Gallery (@artdias_gallery)


Tak hanya itu saja, masih banyak permainan edukatif lainnya yang dibuat oleh Artdias Gallery untuk melatih anak dalam memecahkan masalah, berpikir kritis, melatih emosional anak, mengasah imajinasi dan kreativitas.

Di tangannya yang inovatif, Artdias Gallery mampu memproduksi mainan edukatif dari kayu sebanyak 200 pcs selama satu bulan yang siap digunakan untuk anak-anak agar teralihkan dari gadget tapi tetap peduli lingkungan.

Penawaran Produk yang Mengejutkan

Tantangan Kak Dias tidak hanya pada proses pembuatannya saja. Beliau harus melakukan pemasaran produk sendiri, dengan menawarkannya di sosial media dan mengikuti pameran-pameran. Beliau juga harus menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP) yang tepat dan terukur agar keuntungan bisa diketahui.

Artdias Gallery saat mengikuti pameran di Pasuruan (@artdias_gallery)


Kak Dias pun sudah memiliki harga pada produk yang akan dipamerkan di beberapa pameran sekitar Rp. 5.000,- hingga Rp. 700.000,- tergantung jenis bahan, desain dan proses pembuatannya. Namun, ia mengalami pengalaman mengejutkan saat mengikuti mengikuti pameran di Surabaya. Pertama kalinya, beliau membawa diorama rumah-rumahan.

Seorang ibu-ibu pun mendatanginya. Setelah mengetahui harga dioramanya hanya Rp. 35.000,-, ia pun berkata dengan penuh keyakinan, “Boleh aku beli Rp. 65.000,-?”

Terang saja Kak Dias terkejut. Bagaimana bisa harga 35 ditawar 65?

Wanita itu bercerita bahwa dia sering belanja souvenir ke luar negeri. Apalagi di kota besar, produk yang dijual bisa dapat untung berkali-kali lipat. Akhirnya, wanita itu membeli diorama seharga Rp. 65.000,-.

Dari tawaran beliau tentu saja mengisyaratkan bahwa produk Indonesia tentu tidak kalah dengan luar negeri.

Selamatkan Masa Anak-Anak dan Masa Depan Mereka

Anak-anak memang suka bermain sebab begitulah fitrah anak-anak. Bermain menjadi kebutuhan alami mereka untuk belajar, tumbuh dan menyalurkan energinya. Menyentuh mainan kayu dan merasakan tekstur kayu yang halus merupakan bahan belajar mereka untuk mengenal bahan alam yang bisa dijadikan mainan yang menarik. Tentu saja, hal itu juga menjadi cara belajar anak-anak saat penentuan pengambilan keputusan. Mereka punya pilihan pertimbangan sendiri dan keputusan sendiri.

Meskipun tidak sepenuhnya bisa menghilangkan ketergantungan pada gadget, setidaknya waktu screen time anak-anak bisa berkurang. Anak-anak pun bisa lupa sejenak dengan gadget. Begitulah peran Achmad Adias Wijaya ini untuk anak-anak Indonesia agar teralihkan dari gadget melalui media mainan anak dari limbah kayu.

Anak-anak di lingkungan tempat tinggal sedang mengecat bersama (IG @artdias_gallery)


Jangan sampai masa anak-anak habis di depan gadget karena masa depan anak-anak ditentukan oleh kehidupan mereka di masa anak-anak.

Tak hanya peduli pada masa depan mereka melalui mainan edukatif, Kak Dias terus bergerak dalam pelestarian lingkungan dengan pemanfaatan limbah kayu pada proses pembuatan mainan anak dari kayu.

Berasal dari limbah kayu, produk-produk mainan kayu dari Artdias Gallery pun menjadi payu (dalam bahasa jawa: Laku) di pasaran.

Referensi :
Wawancara langsung 

Wawancara via WhatsApp

https://youtu.be/x8lYk12rCiE?si=5kjHYOdsABKHOlJU

https://portaljtv.com/news/artdias-gallery-umkm-asal-pasuruan-ciptakan-kerajinan-tangan-dari-limbah-kayu?biro=portal-jtv


Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.

Follower