Sebelum pengumuman Sayembara GLN 2024, aku cukup deg-degan menanti pengumuman. Sering bertanya-tanya, aku masuk apa nggak, ya?
Untuk jenjang B3, aku emang berusaha maksimal banget ngerjainnya. Mulai dari teks yang berima, tokoh yang tidak biasa, dan judul yang kubuat agak berbeda–menurutku. Sedangkan jenjang D, aku sering berpikir, Ah, harusnya bisa kutulis begini dan begitu.
Apalagi setelah melihat status Kak Ary Nilandari di FB tentang menulis novel untuk remaja. Aku udah mengira kalau beliau itu juri novel jenjang D. Di satu statusnya, aku merasa naskahku yang dikritisi. Soalnya kok mirip naskahku–GR banget, Bund. Dan saat itu aku batin, “Wah, gagal, deh, ini.” Setelah baca itu. aku nggak yakin bisa lolos pada jenjang D. Haha.
Hari Pengumuman GLN 2024
Sampai Hari H, pengumuman tak kunjung muncul di website. Tak ada ramai-ramai juga ucapan selamat di grup kepenulisan cuma satu grup ramai banget membahas GLN yaitu grup wa FLP yang ikut GLN.
Karena aku agak insecure dan membuat hati cemas akhirnya aku leave grup wa. Haha..
Tenang, deh.
Sampai malam, tak ada juga keramaian di medsos tentang pencapaian diri di Sayembara GLN. Oh, berarti belum pengumuman, pikirku. Saat aku sedang menulis–30 hari menulis dari NAD–sekitar jam 11 malam, aku iseng buka website Badan Bahasa Kemdikbud.
Aku ikut dua kategori di jenjang B3 dan jenjang D. Pas lewat jenjang B3 ternyata namaku tidak ada. Pada saat tahu tidak ada namaku. Dalam hati berkata, "yah, gagal lagi. Nggak bakat kali, ya, nulis picbook. Wkwkwk."
Ternyata yang aku kira udah maksimal ternyata gagal.
Bagaimana dengan jenjang D?
Pas scroll ke bawah di jenjang D ternyata namaku ada!
Allahuakbar.
Rasanya lega dan juga penasaran. Ini juri serius nggak salah ambil judul? Haha. Meskipun merasa dikritisi di status juri, aku mulai memikirkan sepertinya ini harus difokuskan ke satu karakter.
Aku melanjutkan menulis 30HM dari NAD. Semalam itu, aku tidak bisa tidur. Bergulat dengan pemikiran bagaimana anak-anakku nanti saat aku berangkat pertemuan penulis?
Aku sudah memikirkan rencana akan dititipkan utinya di malang bersama ayahnya.
Besoknya, aku mengabarkan pada suami dan ilustratorku yang juga adik iparku bahwa aku lolos. Sudah bisa dipastikan bahwa setelahnya adalah hari-hari yang menyenangkan, membingungkan dan juga menyedihkan karena gagal B3.
Memang belum diizinkan saja sama Allah, pikirku. Mungkin dari jenjang D ini aku bisa mengajak orang dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran. Yang aku bahas dalam novelku di jenjang D ini terkait food waste dan fast fashion.
Yang intinya, tidak boleh buang-buang makanan dan tidak boleh boros membeli pakaian. Dalam Islam memang diajarkan untuk makan secukupnya karena bisa saja ada keberkahan di sisa makanan terakhir (kecuali tulang ya). Begitu juga dengan membeli pakaian yang tidak berlebih-lebihan.
Esoknya, grup dan media sosial sudah ramai dengan pengumuman GLN. Beberapa grup wa sudah mengucapkan selamat. Dulu, saat GLN 2017, aku pun tahunya dari grup wa karena di-mention. Jadi intinya nggak usah cari pengumumannya. Cukup menunggu disebutkan di grup nomor kita berarti lolos. Wkwkw. Kalau nggak disebut berarti gagal (sudah terjadi di tahun-tahun sebelumnya). Hehe.
Aku menahan- nahan diri untuk tidak publikasi ke media sosial karena aku pernah di pihak yang mengalami kegagalan. Hiks.
Proses Menyelesaikan Naskah
Itu juga aku sempat galau karena kata panitia harus menunggu revisi dari juri dulu. Sedangkan waktu sudah berjalan dan revisi belum keterima. Revisi dari juri dikirimkan beberapa hari sebelum pertemuan.
Beberapa malam aku begadang untuk menyelesaikan novelku karena saat sayembara hanya 8 halaman pertama dan contoh 1 ilustrasi yang dikumpulkan termasuk outline. Setelah pengumuman aku langsung mengejar 15 bab yang akhirnya berubah dikit. Sampai H -1 naskahku baru selesai. Aku minta ilustrator untuk mengerjakan layout atau pengatakan di Indesign. Dan ini ilustratorku sport jantung karena belum pernah pakai InDesign jadi masih meraba-raba. Alhasil baru selesai mepet jam 7 malam tanggal 27 Juni 2024 padahal kata panitia jam 7 malam itu terakhir. Di jam itu aku baru landing. Bagaimana bingungnya ilustratorku. Wkwkwk.
Aku teruskan saja email naskah format pdf dan Indesign itu ke panitia. Udah nggak ada waktu cek-cek lagi. Soalnya kan nanti dipresentasikan dan akan diberikan review lagi jadi akan ada revisi-revisi selanjutnya.
Bagaimana dengan Anak-Anak?
Sebenarnya masalah di luar itu adalah memastikan bahwa anak-anak ini ada yang jaga. Jadi aku pastikan jadwal kerja suamiku tidak bentrok.
Aku bahkan sempat memilih opsi naik mobil karena sebelum berangkat kami akan ke Semarang. Dari Semarang naik mobil ke Jakarta. Tapi akhirnya batal karena pasti terasa melelahkan dengan dua sopir dan 3 anak-anak.
Jadinya anak-anak aku titipkan di Malang sama utinya. Ternyata agak susah menentukan jadwal suami di akhir semester. Aku kira bakal tidak mengajar lagi ternyata masih ada rapat-rapat, bimbingan dan ujian mahasiswa yang mengejar akhir semester.
Aku memutuskan membeli tiket berangkat dari Surabaya sore hari. Aku izin telat datang ke tempat acara karena harus menjaga anakku dulu.
Bela-belain datang sore eh ternyata pertemuan yang malam hari diminta untuk revisi mandiri. Yah, tahu gitu aku datang tengah malam atau pagi-pagi banget. Haha.
Kejadian sore sebelum berangkat ke bandara emang seru banget. Ditambah lagi ternyata delaynya setengah jam. Ih, kan. Gemes.
–sensor–
Behind the scene harus dirahasiakan biar tidak jadi konsumsi publik yang bisa mengancam kehidupan saya dan keluarga. Wkwkwk.
Udahlah. Yang penting aku sudah sampai Jakarta dan anakku sudah bersama tantenya karena suami tidak jadi berangkat hari itu.
Pertemuan Penulis GLN 2024 di Hari Pertama
Karena aku datang terlambat, aku tidak ikut acara pembukaan. Tapi aku mengikuti lewat zoom karena disediakan ruang zoom bagi ilustrator yang ingin mengikuti. Beda banget ketika GLN 2017 dan 2018 yang tidak disediakan ruang Zoom. Pandemi benar-benar mengubah pertemuan jarak jauh jadi terasa dekat.
Sampai bandara Halim Perdana Kusuma maunya aku naik grab atau gocar tapi antrinya banyak banget. Akhirnya aku naik taksi bandara yang lumayan mahal. Yaudah deh, wong diganti juga, pikirku. Tapi aku pastikan dulu kalau aku dapat struk untuk bukti reimburse.
Setelah sampai hotel bintang 5 itu–MasyaAllah nikmat mana yang harus aku dustakan, semoga aku tidak menyia-nyiakan uang negara, hiks–aku langsung menemui panitia untuk mengurus administrasi dan segala macam. Bertemu dengan teman dan sudah tak minat lagi untuk makan.
Teman sekamarku sudah chat WA aku semenjak di bandara. Jadi aku udah tahu nomor kamar. Beberapa teman sempat keliru naik Lift karena beda gedung. Sedangkan aku ada di tower building.
Eh, aku lupa dong minta akses ke dalam kamar soalnya Lift nya harus pakai kartu kamar. Wkwkw. Akhirnya aku numpang orang yang mau ke lantai atas. Baru deh bisa naik.
Sampai kamar aku takjub dengan kaca-kaca gedung-gedung pencakar langit di depanku yang masih menyala. Untuk review kamar hotel Le Meridien akan aku tulis juga. Sabar. Ambekan sik.
Setelah berkenalan dengan teman sekamar, Mbak Linda Nurhayati, aku pun mandi dan segera istirahat untuk menghadapi pertemuan GLN 2024 hari kedua esok hari bersama mentor.
0 comments
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.