Sabtu, 14 Juni 2025 kemarin aku mengikuti Workshop Kolase tentang Protect and Restore Local Food bersama #EcoBloggerSquad yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Eh, tapi aku nggak datang ke sana sih, cuma ikuti keseruannya lewat online saja dari IG Live. Nggak cuma workshop dari bahan-bahan alam dan bahan bekas, workshop ini juga ada pemantik yang mengenalkan pangan lokal dan isu-isunya yang sekarang mulai hilang karena pergeseran gaya hidup.
![]() |
Workshop Nature's Artisan di Taman Ismail Marzuki Jakarta |
Sebelum itu aku bahas sekilas tentang pangan lokal.
Arti pangan lokal
Sebenarnya apa sih pangan lokal itu? Pangan lokal adalah bahan makanan yang berasal dari daerah setempat dan telah lama menjadi bagian dari budaya serta kehidupan masyarakat. Namun, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern dan global, banyak pangan lokal yang mulai dilupakan, tergeser oleh makanan instan dan produk impor.
Ternyata pangan lokal itu tak hanya berkaitan dengan bahan makanan saja tetapi juga tentang kehidupan budayanya.
Pergeseran Gaya Hidup: Dari Tradisional ke Modern
Dulu, masyarakat Indonesia sangat bergantung pada bahan pangan lokal seperti singkong, jagung, ubi, dan sagu sebagai sumber karbohidrat utama. Namun kini, pola konsumsi masyarakat cenderung bergeser ke makanan cepat saji, makanan olahan, atau produk berbasis gandum seperti roti dan mie instan.
Penyebab adanya pergeseran gaya hidup pangan lokal ke pangan modern adalah perubahan gaya hidup yang serba cepat dan praktis, promosi besar-besaran dari produk modern, dan kurangnya edukasi tentang manfaat pangan lokal.
Dampak dari Hilangnya Pangan Lokal
Sebenarnya apa sih dampak dari hilangnya pangan lokal yang paling berpengaruh? Salah satunya adalah ketergantungan pada impor meningkat. Bayangkan saja kalau misalnya negara yang pengekspor ke Indonesia sedang politiknya tidak stabil, tentu akan berpengaruh pada ekonomi masyarakatnya. Harga barang semakin langka dan mahal.
Tak hanya itu, pangan lokal tak hanya berkaitan dengan bahan makanan saja, tetapi juga kehilangan kearifan lokal dan budayanya.
Hilangnya pangan lokal juga menyebabkan terjadinya krisis pangan karena diversifikasi pangan menurun. Bahkan, penduduk Indonesia sudah merasakannya di mana terjadi ketidakcukupan pangan sebesar 8,3%, dan kerawanan pangan sebesar 5,1% di tahun 2020 (Badan Pusat Statistik, 2021a).
Kenapa pangan lokal?
Memanfaatkan pangan lokal memiliki keuntungan yang banyak. Selain mengurangi ketergantungan impor, pangan lokal lebih segar dan bergizi, dapat melestarikan lingkungan, mendukung ekonomi lokal dan menjaga keragaman budaya.
Upaya Pelestarian Pangan Lokal
Salah satu upaya pelestarian pangan lokal adalah dengan melakukan kampanye tentang pangan lokal atau membuat kegiatan yang berkaitan dengan pangan lokal seperti kegiatan di Ruang Setara dan Lestari. Salah satu kegiatannya adalah Lokakarya Protect and Restore Local Food.
Workshop Protect and Restore Local Food
Sebenarnya workshop ini merupakan rangkaian acara dari Ruang Setara dan Lestari. Menurutku workshop ini keren sekali karena di workshop ini peserta diajak membuat karya seni dari potongan-potongan gambar dari kertas/ majalah bekas untuk merepresentasikan perlindungan dan pemulihan alam.
Sebelum workshop, peserta mendengarkan penjelasan tentang local food dari LKTL dan Semesta Sintang Lestari. Pemantik workshop pertama dari LKTL, Mbak Ristika. Pemantik kedua dari Semesta Sintang Lestari, Mbak Esty. Pemandu workshop dari Pancaran Sinema, Mbak Dian Tamara.
![]() |
Mbak Ristika dari LKTL |
Pemantik pertama dari kak Ristika. Beliau menjelaskan tentang LKTL. Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LKTL). LKTL merupakan asosiasi kabupaten di Indonesia yang berfungsi sebagai akselerator untuk menciptakan model ekonomi dan pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan kabupaten yang lestari dan mandiri.
LKTL ini ada di 9 kabupaten yang berkomitmen menjaga hutan dan masyarakat, seperti Aceh Tamiang, Siak, Musi Banyuasin, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Sigi, Gorontalo dan Bone Bolango. Di 2030, harapannya kabupaten tersebut yaitu satu juta orang mengalami peningkatan kesejahteraan dan 50% kawasan hutan dan ekosistem yang penting di tingkat kabupaten bisa dilindungi.
Kerusakan hutan
Banyak banget kan sekarang hutan rusak akibat adanya aktivitas pertambangan atau juga perkebunan. Anggapannya dengan adanya aktivitas tersebut bisa meningkatkan perekonomian masyarakat. Padahal ngga juga. Banyak juga yang merasa tidak mendapat apa-apa.
Bagaimana jika hutan sebagai sumber pangan lokal itu ditebang untuk kepentingan korporasi? Ekonomi masyarakat lokal jelas sangat terdampak. Itulah mengapa pentingnya membangun sistem ekonomi yang tidak hanya berkelanjutan, tapi juga restoratif.
Ekonomi restoratif
Ekonomi restoratif bertujuan memulihkan ekosistem terdegradasi untuk mendapatkan kembali fungsi ekologis dan menyediakan barang serta jasa bernilai bagi masyarakat. Kak Ristika menjelaskan ekonomi restoratif memeperhatikan prinsip utama seperti:
• Adanya ambang batas
• Insklusivitas dengan melibatkan masyarakat lokal
• Melindungi dan merestorasi hutan/ekosistem
• Memiliki nilai tambah dari pengembangan model ekonomi.
Hal Keren Tentang Pangan Lokal dari Hutan dan masyarakat adanya di Kalimantan Barat
Pemantik kedua, Mbak Esty, menjelaskan tentang hal-hal unik yang kalian harus tahu tentang pangan lokal dan sistem tanam masyarakat adat di Kalimantan.
![]() |
Mbak Esty dari Semesta Sintang Lestari |
Masyarakat adat di Kalimantan Barat memiliki hutan pangan warisan leluhur yang bernama Tembawang. Di dalamnya banyak bahan pangan yang bisa digunakan untuk masyarakat lokal. Mereka bisa mendapatkan apa pun di hutan untuk makan mereka sehari-hari. Berikut ini cara masyarakat adat Kalimantan menjaga melindungi dan merestorasi pangan lokal.
Sistem restorasi
Kunjungan Kak Esty ke hutan adat membuka cakrawala Kak Esty, juga kami sebagai peserta, bahwa ternyata masyarakat adat di sana sudah menggunakan sistem restorasi. Artinya, masyarakat adat ini memanfaatkan hutan untuk pemenuhan kebutuhan mereka tanpa merusak hutan dan hanya mengambil secukupnya. Mereka menggunakan sistem rotasi pada pertanian mereka.
Rotasi tanam atau gilir tanam ini merupakan cara bertanam dengan menggilir atau menanam lebih dari satu jenis tanaman yang berbeda dalam waktu yang tidak bersamaan. Rotasi tanaman ini dipercaya memiliki keunggulan seperti mampu mengurangi intensitas serangan hama atau penyakit, meningkatkan kesuburan tanah, dan mampu membentuk ekosistem mikro yang stabil.
Hasil hutan sebagai penambah citarasa alami
Masyarakat adat menggunakan hasil hutan untuk pangan mereka dengan mengambilnya secukupnya.
Biasanya saat memasak, aku akan menggunakan penyedap rasa untuk menambah citarasa makanan. Ternyata masyarakat adat di Kalimantan biasa menggunakan hasil hutan bernama daun Sengkubak (Pycnarrhena cauliflora) sebagai penyedap rasa. Daun Sengkubak mengandung glutamat yang membuat rasanya mirip vetsin atau MSG.
![]() |
Daun Sengkubak untuk vetsin dari Hutan Kalimantan (detik.com) |
Fermentasi dari buah, sayur, ikan
Yang aku tahu selama ini, pangan yang berasal dari fermentasi itu seperti tape singkong, lempok. Tuak, legen, brem, tempe, tauco, oncom. Kalau kalian pencinta drakor pasti tidak asing dengan kimchi yang merupakan produk pangan fermentasi.
Ternyata masyarakat adat sering menggunakan sumber pangan ntuk proses fermentasi, seperti tempoyak, jukut dan lainnya. Cara tersebut merupakan cara pengelolaan tradisional yang berbasis kearifan lokal.
![]() |
Tempoyak durian (goodnewsfromindonesia.id) |
Inovasi Ikan Gabus
Mbak Esty bersama tim R&D melakukan inovasi ikan gabus menjadi kue biskuit bahkan telah melakukan kerja sama dengan para pemerintah untuk mencegah stunting pada anak-anak.
![]() |
Biskuit ikan gabus |
Workshop Nature's Artisan
Ternyata emang seseru itu acaranya. Oiya, setelah materi itu, peserta pun diminta membuat karya dari bahan bekas dan bahan alam. Misalnya kertas bekas atau dedaunan dan ranting.
![]() |
Teman2 EcoBloggerSquad yang ikut workshop offline di TIM Jakarta |
Sebelumnya, aku dapat hampers produk lokal. Isinya deodoran alami dari Yagi, majalah bekas, cokelat 85% dari Kalara Borneo, tempat pensil cantik dan tas rotan.
Dari majalah bekas itu aku bikin prakarya cantik tentang pangan lokal. Daun-daun dan ranting-ranting aku ambil dari sekitar rumah. Kertas alas pakai cover buku gambar sekolah anakku yang tidak terpakai.
![]() |
Prakarya tentang pangan lokal |
Yang paling penting, aku juga ngeprint produk lokal Kalimantan barat yang cukup terkenal yaitu kakao dan buah asam maram.
Kakao ini bisa dibuat untuk cokelat. Bisa untuk bahan kue, puding atau minuman. Sedangkan buah asam maram (kalian baru dengar kan?) adalah buah yang hanya bisa tumbuh di hutan rawa gambut. Bisa disebut buah ini khas kalimantan. Rasanya asam, dagingnya lembut san berair. Kulitnya berwarna merah atau kuning.
Buah asam maram menjadi bahan baku untuk sirup, manisan, rujak hingga bumbu dapur. Buah ini biasa untuk cemilan oleh-oleh dari Kalimantan Barat. Buah asam maram ini aku ketahui saat melihat postingan Instagram Kalara Borneo.
Oiya, tidak lupa juga potongan lirik Warisan Lintas Zaman yang sudah aku prin ditempelkan di prakarya tersebut.
Setelah aku menempel foto produk lokal Kalimantan Barat dan potongan lirik lagu, aku menempel beberapa tulisan dari majalah bekas yang berkaitan dengan pangan lokal atau organik, seperti foto pisang, dan orang yang panen di kebun.
Dedaunan dan ranting menjadi proses terakhir dalam prakarya ini. Dengan lem rajawali yang aku punya, ranting dan dedaunan lebih kuat menempel.
Voilà ! Jadi, deh, prakarya tentang pangan lokal.
Penutup
Pangan lokal bukan sekadar bahan makanan—ia adalah identitas, warisan, dan wujud kearifan masyarakat adat Kalimantan Barat dalam menjaga keseimbangan alam. Dari hutan yang mereka jaga, hingga ladang yang mereka rawat dengan nilai-nilai gotong royong dan keberlanjutan, masyarakat adat telah menjadi penjaga sistem pangan yang tidak hanya mencukupi kebutuhan, tetapi juga menjaga bumi tetap lestari.
Di tengah ancaman deforestasi, perubahan iklim, dan sistem pangan global yang seragam, suara dan praktik masyarakat adat menjadi cahaya harapan. Sudah saatnya kita mendengarkan mereka, belajar dari mereka, dan mendukung keberlangsungan pangan lokal sebagai bagian dari upaya kita bersama untuk masa depan yang sehat dan berkelanjutan.
Mari kita hormati pengetahuan lokal, nikmati kekayaan rasa nusantara, dan berdiri bersama masyarakat adat Kalimantan Barat dalam menjaga bumi melalui pangan lokal yang adil dan lestari.
Menarik sekali. Baru tahu ada biskuit ikan gabus. Jadi pengen rasa
BalasHapusMari kita dukung keberlangsungan pangan lokal sebagai upaya melestarikan bumi. Baru tahu ada daun sengkubak sebagai penambah citarasa masakan dan ada biskuit ikan gabus yg kaya gizi.
BalasHapusBenar banget mbak, sudah saatnya kita melestarikan budaya pangan lokal. Saat ini banyak orang beralih ke makanan dari negara luar, bahkan di tempat saya mengajar, berjejer makanan khas Korea Selatan yang dijual.
BalasHapusBenar banget mbak. Sudah saatnya kita melestarikan budaya pangan lokal. Sekarang ini banyak masyarakat Indonesia lebih suka makan makanan dari luar. Bahkan di tempat saya mengajar banyak berjejer menjual makanan-makanan khas Korea Selatan.
BalasHapusIndonesia yang kaya akan anekaragam hayati tentu menjadi jawaban akan ketahanan pangan lokal. Penting banget generasi muda untuk terus menebarkan semangat cinta lingkungan dan pangan lokal seperti kegiatan workshop.
BalasHapusIsu tentang hilangnya pangan lokal sangat relevan dengan kondisi saat ini, terutama saat ketergantungan pada impor semakin tinggi. Kisah tentang Tembawang dan praktik masyarakat adat Kalimantan Barat menjadi contoh nyata bagaimana kearifan lokal bisa menjaga keberlanjutan pangan dan lingkungan.
BalasHapusJadi teringat beberapa waktu lalu ada lewat di IG wawancara seorang chef yang bilang intinya bilang bahwa baginya kalau masak (secara profesional untuk restaurant dan bukan masak untuk diri sendiri) pakai micin itu menjatuhkan harga dirinya.. Karena msg alami itu banyak macamnya. Wkkk
BalasHapusDaun sengkubak ya... Baru tahu. Tahunya kalau orang Aceh masak pakai daun ganja😅. Entah sama fungsinya entah enggak.
Seru kali ini acaranya ya, terutama bagian yang eco blogger itu.
Aku setuju dengan pernyataan kakak kalau pangan lokal itu juga mencerminkan kearifan budaya setempat. Indonesia kaya akan pangan lokal seharusnya bisa lebih banyak dipasarkan ke masyarakat. Semoga dengan adanya workshop Nature's Artisan ini banyak diikuti oleh masyarakat lain utk mengolah pangan lokal
BalasHapusMenarik sekali melihat ada produk biskuit ikan gabus, masih langka itu dan jelas protein nya tinggi.
BalasHapusMengenai pangan lokal, mmg hrs ada yg peduli ttg ini, krn bkn ekonomi saja dmpaknya, tp hingga ke lingkungan jg. Seperti maraknya berita tambang akhir2 ini, miris sekali