Berkunjung Ke Taman Sari Yogyakarta, Merasakan Hawa Abad 18

24 comments
Salah satu wisata sejarah Yogyakarta yang wajib dikunjungi adalah Taman sari Yogyakarta. Sebenarnya saya sudah lama ingin ke tempat wisata recommended di Yogyakarta itu. Wisata sejarah di Yogyakarta itu memang menarik perhatian saya sejak lama. Hanya saja saya baru sempat berkunjung ke Taman Sari Yogyakarta ketika liburan bersama keluarga besar suami.

Taman Sari Yogyakarta


Taman Sari Yogyakarta ini berada di tengah kota Yogyakarta, tidak jauh dari Alun-Alun Kidul Yogyakarta dan Keraton Yogyakarta, daerah Patehan, Kraton, Yogyakarta.

Taman Sari Yogyakarta ini sangat menarik perhatian saya sejak lama karena arsitektur bangunannya yang eksotis.

Tiket masuk Taman Sari Yogyakarta

Tiket masuk Taman Sari Yogyakarta memang tidak mahal yaitu 5.000 per orang domestik dan 15.000 per orang internasional.

Kalau mau prewedding di Taman Sari Yogyakarta juga ada harga khusus. Lebih baik teman-teman harus izin jika ingin mengambil foto prewedding di Taman Sari Yogyakarta. Harga pengambilan foto prewedding di Taman Sari Yogyakarta tahun 2022 sebesar 250.000 rupiah untuk domestik, dan 500.000 rupiah untuk internasional. Foto produk di Taman Sari Yogyakarta pun dihitung sebesar 500.000 rupiah untuk domestik dan internasional.

Tiket masuk taman sari yogya


Jam buka obyek wisata Taman Sari Yogyakarta ini yaitu pukul 09.00 – 15.00 WIB setiap hari.

Tempat parkir mobil sebenarnya bisa dekat pintu masuk, sayangnya, saya malah cari yang agak jauh. Jadi kami harus jalan kaki dulu. Kelebihannya, saat pulang dan ramai kendaraan kami tidak perlu antri atau rebutan di jalan yang sempit untuk keluar dari tempat parkir.

Sejarah singkat Taman Sari Yogyakarta

Taman Sari Yogyakarta atau juga dikenal dengan Istana Air (Water Castle) ini dibangun sebagai bentuk penghormatan Sri Sultan Hamengkubuwono I pada istri-istri beliau melewati masa-masa peperangan. Bangunan ini dirancang oleh arsitek Portugis bernama Demang Tegis dengan pembiayaan ditanggung oleh Bupati Madiun dan rakyatnya tahun 1758. Yang kemudian, rakyat Madiun dibebaskan dari pungutan pajak pada Raja.

Karena dibangun oleh arsitek Portugis, maka gaya bangunannya memiliki percampuran antara gaya bangunan Portugis dan Jawa. Dinding bangunan tinggi, memiliki taman-taman, air mancur, mirip dengan taman-taman yang ada di Eropa.

Menurut versi lain, Taman Sari ini dibangun oleh orang Jawa yang mengerti seluk beluk budaya Jawa. Yaitu Raden Rangga Prawirasentika yang mengiapkan bata dan segala bahan bangunan untuk membangun Taman Sari namun tidak dilanjutkan karena biaya yang dibutuhkan sangatlah besar. Akhirnya Sultan meminta K.P.H. Natakusuma untuk menyelesaikannya.

Taman Sari Yogyakarta dibangun di atas bekas istana raja, pesanggrahan Garjitawati, dan menjadi benteng pertahanan terakhir jika istana diserang musuh.

Keliling Kompleks Taman Sari

Ekspektasi awal saya saat akan mengunjungi bangunan ini adalah saya bisa mengunjungi semua bagian sudut Taman Sari dan bisa sangat lekat dengan bagian historis bangunan itu. Kenyataannya, banyak bangunan yang sudah ditutup, tidak bisa dikunjungi karena sebagian sudah runtuh. Banyak bagian kompleks Taman Sari yang dulunya berupa kebun, sekarang sudah dimanfaatkan sebagai bangunan abdi dalem Keraton Yogyakarta.

Gapura Panggung

Saat pertama masuk kompleks Taman Sari, pengunjung akan disambut dengan Gapura Panggung yang memiliki ukiran hewan burung dan bunga. Gapura ini memiliki tangga yang memiliki pelataran di atasnya. Sebelum gapura ini terdapat beberapa bangunan di kiri dan kanannya yang digunakan untuk semedi.

Gapura Panggung Taman Sari Yogyakarta
Gapura Panggung Taman Sari Yogyakarta


Dulu, Raja duduk di sini untuk mendengar musik gamelan atau menyaksikan pertunjukan di pelataran belakang gapura. Panggung ini dapat dicapai melalui tangga di sisi kanan maupun kiri gapura. Masing-masing sisi tangga ini dihiasi oleh relief/patung naga, yang merupakan sengkalan memet Catur Naga Rasa Tunggal, pada tahun 1684 Jawa atau 1758 Masehi.

Gedhong Sekawan

Usai melewati Gapura Agung, pengunjung akan berada di Gedhong Sekawan yang berbentuk segi delapan. Tapi saya tak sadar bentuknya. Di sinilah, pengunjung akan ditawari guide berbayar oleh petugas yang diberi nametag dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Yogyakarta (seingat saya ada tulisannya). Dan tawaran itu cukup gencar. Saya sempat bertanya dalam hati, untuk apa guide di Taman Sari? Apa perlu guide di Taman Sari Yogya? Dan jawaban ini saya temukan setelah keluar dari kolam pemandian istri raja.

Gedhong Sekawan Taman Sari Yogyakarta
Gedhong Sekawan


Di gedhong sekawan ini ada empat (sekawan) bangunan di tengahnya yang dulu sebagai tempat bersemedi.

Umbul Binangun atau kolam pemandian

Sampai di Umbul, saya terpesona dengan kolam pemandian yang dikenal Pasiraman Umbul Binangun. 

Umbulan Taman Sari Yogya
Keluarga Ayah Mertua dan saudaranya di Taman Sari Yogya


Kolam Pemandian Taman Sari Yogyakarta memiliki tiga jenis umbul yaitu:

1. Umbul Pamuncar

2. Umbul Panguras

3. Umbul Kawitan

Tiga umbul Binangun Taman Sari Yogyakarta berfungsi sebagai tempat mandi sultan dan keluarga. Di sampingnya juga terdapat bangunan untuk ganti baju. Di bagian pinggir kolam terdapat tangga yang masuk ke dalam kolam sebagai tempat naik turunnya para istri raja yang mandi di kolam tersebut. 

Taman Sari Yogyakarta


Meskipun beberapa bagian tembok retak, dan kolam yang dipenuhi lumut, ditambah terik yang menyengat, saya masih menikmati suasana kolam itu. Airnya terasa segar. Sepertinya saya ingin berendam di dalamnya. Para wisatawan sibuk memotret dari berbagai sudut, termasuk saya juga. Haha. 

Gedhong Lopak-lopak

Setelah puas di kolam ini, saya dan rombongan keluar dari sana dan bertemu dengan Gedhong Lopak-lopak. Zaman dulu, di tengah pelataran ini terdapat menara pengawas berlantai dua. Menara tersebut bernama Gedhong Lopak-lopak. Di sekelilingnya ditempatkan pot-pot bunga besar, kebun buah dan bunga.

Gedhong Gapuro Hageng

Gaupuro Hageng dulu menjadi pintu masuk menuju pasiraman. Gapuro ini begitu megah dengan ukiran yang khas.

Gapuro Hageng


Setelah saya berfoto di Gapuro Hageng, Saya di sini malah bingung. Kami harus kemana lagi. Yang ada banyak yang nawarin tour guide. Kok kayaknya nggak mungkin Cuma gini aja. Secara saya belum menemukan di mana sumur Gumuling yang ingin saya kunjungi. Di sekitar kolam sudah dipenuhi dengan bangunan penduduk.

Akhirnya kami memutuskan untuk sewa guide saja daripada kami pulang dengan sesal. Saya tanya guide-nya, mereka tidak mematok harga sesuai dengan ting,at kepuasan yang didapat. Rata-rata wisatawan domestik kasih 35.000 atu lebih. Akhirnya saya meminta Mbak Guide untuk mengajak kami keliling kompleks Taman Sari Yogyakarta yang sudah dipenuhi rumah penduduk. Kalau untuk turis mancanegara saya kurang paham ya berapa. Dan jangan khawatir mereka juga jago kok ngomong bahasa Inggris. Nggak kayak saya. Haha.

Sumur Gemuling ditutup

Kami melewati rumah penduduk yang katanya rumah para abdi dalam keraton. Banyak penduduk yang berjualan snack atau minuman. Dan ibu mertua saya membelikan crepes untuk anak-anak saya. Mereka yang dari awal ikut jalan dan mulai kelelahan sangat senang saat dibelikan crepes. Saya juga mulai kelelahan di sini.

Sumur gemuling


Kami sudah di depan pintu masuk Sumur Gemuling. Sayangnya, Sumur Gemuling sudah ditutup karena alasan konstruksi yang rawan atau entah alasan apa yang saya sudah lupa padahal Sumur Gemuling itu yang saya harapkan bisa saya kunjungi.

Di spanduk itu dijelaskan posisi sumur gemuling. Karena panas menyengat, saya terlalu capek untuk membaca tulisan kecil-kecil itu. Jadi cuma saya foto saja. 

Pulo Kenanga

Kami terus melewati jalan penduduk yang sempit dan hanya bisa dilewati dua motor. Tembok-tembok Taman Sari yang masih berdiri meski sudah lumut berada di sisi lain. Jalanan naik. Dan saya capek karena terik siang membuat haus.

Kami masuk ke terowongan bawah tanah yang ternyata tembus ke Pulo Kenanga. Di pintu masuk yang pendek itu ada pertunjukan musik lagu kekinian. 

Taman Sari Yogya
Pintu masuk terowongan menuju Pulo Kenanga

Akhirnya sampai lah kami di bangunan Pulo Kenanga yang sudah tersisa reruntuhan saja. Dulu, di Pulo Kenanga ini banyak tanaman Kenanga. 

Banyak wisatawan yang berfoto di sana. Saat dijelaskan oleh guide, saya tidak percaya kalau di sekitar bangunan itu danau. Rumah-rumah penduduk itu tidak ada sama sekali. Dulu, hanya taman, kolam, kebun dan bangunan.

Saya tidak begitu terbayang. Setelah saya buka internet, ternyata Taman Sari Yogyakarta zaman dulu keren sekali.

Pulo kenanga


Kami juga dilihatkan tempat-tempat para raja meditasi di Pulo Panembung. Kami pun pergi keliling terowongan bawah tanah yang tembus dengan tempat meditasi.

Pulo kenanga


Dan saya takjub setelah melihat video animasi Pulo Kenanga sebelum saya menulis ini. Saat saya ke sana tak terbayang sama sekali bagaimana rupa Taman Sari, Pulo Kenanga dan terowongan bawah tanahnya. Ternyata terowongan bawah tanah itu ada di bawah air yang tembus ke tempat meditasi (Pulo Panembung).

Zaman dulu, kalau memang benar orang Jawa yang membuat, bangunan itu megah dan sudah keren banget teknologinya. Jangan samakan dengan teknologi saat ini. Di zaman itu, arsiteknya sudah membangun sistem drainase sedemikian rupa sampai membangun Pulo Kenanga yang dikelilingi danau dan ada bangunan di bawah air.

Kalau drainasenya nggak bagus ya banjir aja tuh tempat meditasi. Mereka tuh belajar dari mana.. padahal belum ada kan jurusan sipil, pengairan, arsitektur zaman segitu? Haha. Maaf saya agak lebay. Saking takjubnya sih.

Imajinasi saya...

Hanya saja sayang banget imajinasi spasial saya tak nyantol saat saya mengunjungi tempatnya. Justru saat saya melihat video animasi saya terbayang bagaimana kerennya bangunan itu.

Sebenarnya wisata ini bisa jadi wisata yang bisa mengundang decak kagum saat fasilitas wisata budaya itu mendukung.

Misal, bisa saja tiap pengunjung dipinjamkan alat headset atau layar kecil yang terhubung dengan GPS. Yang saya bayangkan, saya jalan-jalan ke Taman Sari dengan menggunakan headset dan satu layar kecil (mungkin ponsel yang sudah terintegrasi dengan website khusus wisata Taman Sari Yogyakarta). Saat saya berada di titik tertentu, di layar ponsel terlihat saya berdiri di titik mana di animasi Taman Sari. Seolah-olah saya bisa membawa diri saya di zaman dulu.

Dari atas sini, saya membayangkan bagaimana Pulo Kenanga zaman dulu


Kalau di Museum de Tjolomadoe seperti yang pernah saya ceritakan, saya berdiri di satu tempat, di depan saya ada layar tivi yang menunjukkan aktivitas bertani tebu.

Sama seperti imajinasi saya di Taman Sari, dengan animasi yang sudah dibuat semirip mungkin, saya jadi tahu saya berada di posisi mana. Melalui headset saya mendengarkan sejarah apa yang terjadi di tempat saya berdiri.

Dengan begitu, saya sebagai pengunjung merasa lekat tak hanya untuk mendapat informasi yang disediakan di Taman sari tapi juga merasakan hawa zaman kerajaan di masa lampau. Seolah saya terlempar di abad 18 saat bangunan megah itu digunakan.

Kalau tidak pakai guide...

Dan, jika tidak memakai guide, saya akan menjadi pengunjung yang tersesat. Saya sebenarnya tidak suka jika mengunjungi tempat wisata sejarah yang tidak mendapat cerita apa pun. Seolah-olah pengunjung hanya disuguhi beton-beton tanpa makna. Tak ada media informasi pada setiap titik bangunan tersebut.

Bayangan saya, tentu kunjungan wisata sejarah akan sangat berkesan nilai historisnya ketika menggabungkan teknologi informasi dengan bangunan historis di lokasinya. Itulah kenapa kalau wisata ke Taman Sari Yogyakarta, mending pakai guide di sana saja.

Saya berharap semoga obyek wisata budaya di Indonesia saat ini bisa terintegrasi dengan teknologi informasi dan komunikasi. Pasti kerasa banget deh hawa-hawa zaman dulu. Dan pastinya tidak membosankan. Tentu saja, ada biaya yang harus dikeluarkan. Tapi saya pasti puas banget kalau keluar obyek wisata budaya, bisa mengenal dan seolah terlempar di masa lalu. 
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

24 komentar

  1. Pastinya nih lokasi asik yang banyak menghasilkan jepretan, karena sedang berselancar sejarah budaya yang memgasikkan

    BalasHapus
  2. aku baru ke sini pertama kali tahun 2019. dan aku baru tahu kalo mau ke yag foto tengah tangga2 itu harus keliling dulu hahahah aku nyari spot foto itu sama temen bingung banget masuk perkampungan warga :)))

    BalasHapus
  3. sukaaa anget sama tempat ini, gak kebayang bagusnya dulu ya waktu masih dipakai para permaisuri :) sekarang udah jadul aja masih keliatan kemegahannya

    BalasHapus
  4. Semoga Sumur Gumuling lekas bisa dikunjungi lagi ya. Soalnya lokasi si Masjid Bawah tanah Jogja ini tuh cukup ikonik. Kalau nggak salah, Sumur Gumuling sempat hadir juga di salah satu serinya manga one punch man. Detail banget. By the way, dulu banget pas ke sana, waktu beli tiket, aku hampir aja dapat tarif turis mancanegara karena tampilan fisik aku huhuhu, sampe nunjukin KTP masaaa ahahaha.

    BalasHapus
  5. yesss, aku juga pernah main2 ke Taman Sari, cakep banget emang,, ah mba sayang ga foto yang di lorong bawah tanah ya, itu juga cakep,

    BalasHapus
  6. Terakhir ke sini tuh pas study tour SMP. Hahaha. Lama banget yak. Padahal pas kerja tuh hampir tiap tahun selalu ada tugas ke Yogya. Tapi ya emang ga sempat ke sana. Cuman lihat keseruan org2 di Taman Sari ini via sosmed. Emang aura abad 18an kental bgt sih.

    BalasHapus
  7. Kalau lihat taman sari aku jadi inget tugas2 kuliah yang numpuk! Hahaha, entah kenapa mungkin karena dulu dapat salah satu tugas terberat dan terempong (fotografi) di area taman sari ini ya.. jadi masih keingetan deh sampe sekarang hihihi

    BalasHapus
  8. Aku dah sering banget nih kesini, memang hawanya serasa balik ke abad 18. Dan konon katanya dulu ada kanal yang menghubungkan dari tamansari ke kraton. ini masih mitos sih

    BalasHapus
  9. Selalu suka jalan-jalan ke tempat ini, beberapa kali ke Yogya pasti selalu mampir ke sini. seruuu!

    BalasHapus
  10. Nah setuju sama ide imajinasinya Mbak Lita deh. Jadi kesannya akan lebih dapet ya setelah kita pulang itu. Membayangkan lokasi wisata ini kedepannya bisa seperti itu... Pasti makin banyak pengunjungnya

    BalasHapus
  11. Kita bisa belajar sejarah dan harganya juga ramah dikantong.

    BalasHapus
  12. Pernah main ke keraton Jogjakarta, tapi aku belum pernah ke Taman Sari. pengen banget sih, ntar kalau ada kesempatan main ke Taman Sari, pakai guide juga ah... Makasih buat infonya Kak 🙏

    BalasHapus
  13. wahh Yogyakarta memang banyak banget ada tempat bersejarah nan megah kayak Taman Sari Yogyakarta yaa
    belum pernah kesini dan jdinya pengen kesini gara2 postingan mba Lita

    BalasHapus
  14. Taman Sari Yogyakarta bisa nih jadi salah satu list pas ke Jogja. Kebetulan ada rencana ke Jogja beberapa bulan ke depan.bisa napak tilas sejarah juga nih

    BalasHapus
  15. Toss aah waktu ke taman sari aku juga memutuskan sewa guide sekaligus membantu mengambil foto dr sudut2 yg oke...(gusti yeni)

    BalasHapus
  16. Berwisata ke Taman Sari Yogyakarta berasa gak di Jogja ya..
    Eh tapi bener juga, berasa ada di abad Majapahit.
    Seru dan cantik sekali.. Bakalan estetik luar biasa kalau dijadikan foto pre wedd yaah..

    BalasHapus
  17. Wow keren , lokasi wisata masa lampau yang masih terawat dengan baik hingga sekarang, rasanya wajar saja untuk biaya prewedding dikenakan tarif yang tinggi, karena mengelola tempat seluas itu juga pasti tidak mudah

    BalasHapus
  18. Saat jalan jalan ke Yogya, emang harus ke Taman Sari
    Destinasi unggulan saat wisata ke Yogya
    Bisa belajar napak tilas sejarah

    BalasHapus
  19. Benar-benar antik Taman Sari Yogyakarta ini. Vibe-nya sangat terasa oldist banget tapi tetap kokoh berdiri sampai sekarang. It's so legend

    BalasHapus
  20. Sebelum pandemi, sempat ke taman sari sama bojo dgn bawa 2 anak balita. Dan kami2 masuknya lewat pasar, Dan ga memulai dr yg pemandian. Krn keliling sending ga pakai guide, alhasil nyasar. Muter2 di kampung penduduk. Dah gitu pas lagi panas2nya sambil gendong bayi pula. Setelah itu kapok deh Mau ke sana lagi.

    BalasHapus
  21. setiap kali ke jogya saya gak pernah datang ke taman sari, karena fokusnya ke malionoro ajah, hehehe. next kalo ke jogya lagi saya harus kesini nih

    BalasHapus
  22. Emang hawanya magic banget ya kalau disini Mbak Lita. Berasa masuk di masa kerajaan :D. Aku pernah kesana sama temen, dan nguping sama penjelasan tour guide rombongan orang lain :D. Seru banget, pengen kesana lagii

    BalasHapus
  23. Taman Sari ini keren banget, historical dan bangunan khas bangunan tempo dulu, andaikan bayangan mbal lita benar, akan semakin keren sih wisatanya 😁

    BalasHapus
  24. Nyesel saya waktu saya kuliah di Jogja ngak sempat ke sini. Pas Kuliah dulu Pandemi Covid. Agar malas keluar karena sering diperiksa kalau pulang jalan2. Area kost biasa screening masuk agak ketat.

    Semoga besok wisata Budaya seperti Taman Sari ini bisa lebih jauh berkembang. Mantap review wisatanya. Terima kasih sudah berbagi informasinya.

    BalasHapus

Follower