Peningkatan Ekonomi Atau Kelestarian Lingkungan?

27 comments


Suatu ketika, aku menulis fiksi cerita pendek tentang sastra hijau dan menjuarai lomba cerpen di organisasi kepenulisan FLP. Kemudian naskah pemenang lomba dibukukan dengan judul Tot Ziens, Rembang! Seperti judul cerpenku. Aku menulis topic tentang banjir di jaman kolonial. Di cerita itu, aku kisahkan seorang penguasa yang berkerjasama dengan pemerintah kolonial dalam eksploitasi hutan. Pengiriman kayu ke luar pulau bahkan ke negeri VOC hingga menimbulkan bencana banjir di negeri sendiri.


Kalau dipikir-pikir, rasanya jaman kolonial tidak mungkin terjadi banjir. Nyatanya, dalam jangka waktu puluhan tahun, Batavia mengalami banjir berkali-kali.


Apa yang menjadi fokusku dalam cerita itu adalah perilaku manusia, keserakahan manusia, yang akhirnya menimbulkan bencana manusia itu sendiri. Hutan di jaman kolonial memang sudah dieksploitasi. Lebih tepatnya hutan di pulau Jawa. Lihatlah sekarang, hutan di Jawa hampir tak bersisa. Bencana banjir, longsor juga selalu mengintai setiap tahunnya.


Bagaimana hutan di luar pulau Jawa? Hutan Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Papua, juga tak luput dari serangan eksploitasi manusia. Well, jika bisa dilakukan pemulihan hutan maka harusnya mulai sekarang hal itu dilakukan. Hutan yang rusak juga berpengaruh pada perubahan iklim. Bumi semakin panas maka kehidupan di dalamnya pun bisa terganggu. Kondisi ini lebih kita kenal dengan pemanasan global. 


Jika perlu diingatkan kembali di hari Bumi tanggal 22 April, hutan adalah salah satu solusi dalam mengatasi perubahan iklim. Jadi, jika hutan terus dibabat bagaimana kehidupan kita kelak? Kehidupan anak cucu kita?


Climate Strips  dan Kenaikan suhu

Menurut peneliti dari UK, Inggris, yang membuat climate strips. Kondisi bumi kita tidak baik-baik saja karena berhubungan dengan kenaikan iklim kita. Hal itu disampaikan oleh Pak Yuyun Harmono, manajer kampanye keadaan iklim Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dengan judul presentasi Krisis Iklim dan Transisi Berkeadilan pada event blogger gathering bersama WALHI, Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Hutan Itu Indonesia (HII).


Jika dibandingkan dengan tahun 1900an, dimana banyak hutan sudah dirambah ketika kita masih dijajah, kenaikan suhu di tahun 2000 sudah mendekati 1,1 derajat celcius. Grafik perubahan suhu iklim Peneliti dari UK Inggris membuat climate strips. Kondisi bumi kita tidak baik-baik saja karena berhubungan dengan kenaikan iklim kita. Garis berwarna merah itumenunjukkan perubahan suhu yang berada disekitar angka 1. Di tahun 2018, garis-garis berwarna merah yang sudah semakin mendominasi. Itu menunjukkan bahwa perubahan iklim semakin besar.



Dampak Pemanasan Global

Jika kita melewati ambang batas suhu bumi 1 derajat celcius, maka ekosistem bumi akan terganggu, kenaikan muka air laut akan cepat terjadi dan memberi pengaruh pada penduduk yang tinggal di pesisir.





Pollinator menjadi bagian penting dalam kehidupan sebagai penyambung antara tanaman sehingga bisa berproduksi. Pollinator akan terancam akibat pemanasan global dan mengancam keberlangsungan pangan kita. Produsen panganan seperti petani juga terancam.


Ekosistem dan biodersivitas juga terancam. Banyak tanaman dan vertebrata akan punah hingga beberapa puluh persen. 


Kelangkaan air juga akan terjadi terutama pada Negara-negara kepulauan kecil.


Gagal panen juga terjadi karena intensitas air berkurang. Musim hujan tidak bisa diprediksi. Itu berdampak langsung pada kita yang tinggal di kota yang mengkonsumsi makanan pokok beras.


Kesehatan manusia juga terancam. Seperti di masa pandemic saat ini. Ruang hidup virus yang masuk ke kehidupan manusia.


Trend bencana 2009-2019

Sepuluh tahun terakhir trend bencana semakin meningkat di Indonesia. Sedikit mengerikan memang melihat data grafik di bawah. Sebagian besar bencana di Indonesia terkait dengan hidrometereologi atau bencana yang berhubungan dengan iklim, suhu, angin, banjir. Dan trend nya akan semakin meningkat.



Meski posisi geografis Indonesia sangat rentan dengan perubahan iklim seperti di pulau-pulau kecil, di sisi lain, kita juga berkontribusi dalam peningkatan krisis iklim dari sektor yang berbasis lahan seperti kebakaran hutan, lahan gambut. Dan itu sangat berkontribusi terhadap pemanasan global, seperti juga tambang batubara.



Tahun 2017, sektor energy yang semakin tinggi menjadi sektor yang berkontribusi terhadap pemanasan global. Diprediksikan sektor energy akan melewati sektor lainnya yang berkontribusi ada emisi.



Prinsip energi berkeadilan

Pak Yuyun mengungkapkan ada beberapa hal prinsip energi berkeadilan dalam upaya melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim. Beberapa prinsip energi berkeadilan adalah:


1. Menyediakan akses energi untuk semua sebagai hak dasar manusia.


2. Aman terhadap iklim dan berdasarkan pada teknologi yang tersedia di lokal dan berdampak rendah. Teknologi aman terhadap iklim, dan efeknya tidak terlalu besar. Misal, kita mau mengganti sumber energi dari batu bara ke nuklir, maka perubahan tersebut bisa memberikan dampak besar pada area yang rentan terhadap gempa.


3. Di bawah control langsung oleh public dan diatur untuk kepentingan public. Jadi, switching energi


 yang berkeadilan itu harus ada jaminan siapa yang mengontrol. Apa public atau private. Seharusnya diserahkan pada kontrol public dan tidak sepenuhnya diserahkan privat/swasta.


4. Memastikan hak-hak pekerja sektor energi. Ketika mengalami transformasi bisnis yang bergantung pada pengerukan sumber daya alam menjadi bisnis energi berkelanjutan, harus ada treatment yang dilakukan agar pekerja tersebut tidak kehilangan pekerjaan. Justru malah membuka lapangan pekerjaan.


5. Memastikan hak free, prior dan informed consent bagi masyarakat di sekitar proyek. Keinginan masyarakat yang harus di-counter. Jadi bukan hanya menjadi pihak yang terkena dampaknya saja.


6. Berskala kecil dan terdesentralisasi. Ini sangat cocok bagi Negara kepulauan seperti Indonesia. Jika dipusatkan/disentralisasi maka dampak negative pada ekologi dan sosial akan besar.


7. Penggunaan energi yang adil dan seimbang. Kita tidak boleh overkonsumsi. Kita mengkonsumsi lebih bear dari apa yang dibutuhkan dan disediakan oleh alam. Meminimalkan limbah dari energy yang dibangun.


WALHI menganggap konteks membanun energy juga harus melihat konteks melindungi hutan dan keanekaragaman hayati.


1. Untuk menghentikan perubahan iklim, kita membutuhkan transformasi total sistem pangan agro-industri (produksi, distribusi dan konsumsi).


2. Transisi yang adil menuju kedaulatan pangan tidak dapat dilakukan oleh agribisnis perusak keanekaragaman hayati, tetapi bergantung pada peran nyata produsen pangan skala kecil. bentuk distribusi dan konsumsi ekonomi berdasarkan solidaritas serta peran dan control masyarakat terhadap hutan. Tidak bisa bergantung pada pangan skala besar tapi skala kecil. jika skala besar maka akan terjadi pengundulan hutan dan lahan. 


Jika hutan tetap lestari maka akan ada co-benefit lain seperti ketersediaan air.


Dusun Silit yang memiliki 88 KK dideklarasikan sebagai kampung yang mandiri dan energy. Hutan adat. Masyarakat adat. Mereka mengajukan pengakuan hutan adat ke pemerintah daerah kemudian pusat. Perusahaan yang mengajukan konsesi maka prosesnya akan mudah. Praktik menjaga hutan sudah termanifestasi meski belum ada pengakuan hutan adat dari pemerintah/secara resmi.


Contohnya penerapan Mikrohidro skala kecil yang merupakan sumbangan dari masyarakat sendiri, didukung oleh credit union, dan teknologi tidak terlalu sulit. Masyarakat bisa memperbaiki sendiri jika ada kerusakan. Mereka menjual listriknya ke anggota perkumpulan harganya sekitar 20.000 rupiah. Penerapan ini menjawab pendekatan yang integrated dalam menjaga hutan. 


Mungkinkah Biodiversity Collapse?

Jika sekarang kita sudah dibingungkan dengan kondisi gelombang Covid-19. Bagaimana dengan biodiversity collapse yang lebih besar. 




Gita Syarani, kepala secretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LKTL) menjelaskan bahwa saat ini RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Indonesia sudah menggunakan pendekatan low carbon development dimana pertumbuhan ekonomi meningkat, masyarakat sejahtera tapi dampak negative lingkungan berkurang. Bagaimana caranya? Karena selama ini ekonomi dan lingkungan seolah dua mata uang yang tak pernah saling bertemu.


Beliau juga menjelaskan tentang teori Doughnut economy dimana batas paling luar batas lingkungan kita yang harus dijaga meski kita melakukan kegiatan ekonomi di dalamnya karena akan sangat berpengaruh terhadap circle di dalamnya.


Jangan sampai ketidakpedulian kita terhadap lingkungan menyebabkan biodiversity collapse yang pastinya sangat mengganggu keseimbangan ekosistem.


Ekonomi Indonesia di Masa Resesi

Menurut Data bank Indonesia, transaksi e-commerce naik terus. Lebih dari 266,3 triliun. Naiknya pun hampir 80% di tengah resesi ekonomi. Dan transaksi di Indonesia didominasi oleh perdagangan  elektronik. Sayangnya, produk yang dijual bukan barangnya Indonesia.


Sebenarnya ini bisa menjadi peluang buat kita untuk mengkaitkan energy berkeadilan tapi juga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 



Our commu-nature future

Sebelah kiri masyarakat yang punya ekosistem konservasi tinggi jika mereka memaksa mengolah lokasi tersebut hanya untuk bahan mentah maka nilai ekonomi yang didapat akan rendah. Tetapi jika masyarakat di luar yang sudah terpapar teknologi bisa berkolaborasi untuk memastikan semua kabupaten terdapat industri pengolahan yang berbasis masyarakat.



Semua korporasi besar atau mono-culture. Kita juga harusnya bisa melihat konservasi menjadi lebih semangat. Sesuatu yang bisa memiliki nilai ekonomi tanpa merusak alam. Masyarakat juga harus diarahkan untuk membantu agregrasi usahanya. 


Di New Zealand terdapat koperasi yang paling besar untuk fresh food, buah-buahan segar. Agregrasi itu yang paling menentukan dalam menaikkan daya saing. Denga begitu daerah dapat memberikan lapangan pekerjaan dan tidak semua penduduk daerah harus ke kota.


Menurut Mbak Gita, terdapat empat sektor yang memiliki valuasi tinggi pada produk berbasis alam yaitu:


1. Produk berbasis alam

2. Produk kesehatan

3. Produk kecantikan

4. Produk industri teknologi

Dari empat sektor itu saja kalau dimanfaatkan maka bisa meningkatkan ekonomi masyarakat lokal dan tentunya kelestarian alam bisa terjaga.


Penerapan

Di Sintang itu akses susah tapi sudah bisa pakai energy terbarukan. Harusnya malah akses yang lebih mudah bisa menggunakan konversi energy yang lebih besar. 


Satu gerakan yang dibuat saat ini bernama Generasi Lestari yang mencoba memetakan scenario ekonomi lestari dimana semua profesi bisa untuk menjaga hutan, menjaga pola konsumsi kita.


Sayangnya, sekarang banyak anak muda yang menganggur pergi ke kota padahal potensi di daerah mereka bisa dimanfaatkan dengan kolaborasi berbagai keahlian atau profesi. 


Misal, daerah yang punya potensi ikan gabus yang kaya albumin. Masyarakat bisa memproduksi potensi ikan gabus tersebut menjadi produk turunan dengan kemasan yang bagus sehingga bisa ditawarkan. Dengan begitu hutan bisa lestari.


Apakah Orang Kota bisa Melestarikan Hutan?

Kristian Natali, manajer program Hutan Itu Indonesia (HII), mengatakan orang kota melihat hutan itu jauh dari jangkauan mata dan pikiran kita, tidak ada relasi, dan hanya mendapat informasi tertentu padahal hutan menyediakan banyak sekali inspirasi yang bisa kita gunakan untuk kehidupan orang kota.



HII memiliki banyak program untuk mendekatkan hutan dan menumbuhkan cinta mulai dari Kampanye jaga hutan, Cerita dari hutan, Adopsi pohon tanpa menebang hutan, Produk hutan non-kayu, dan Jalan-jalan ke hutan.


Selain pesan positif yang disampaikan setiap program HII adalah pentingnya kebahagiaan dimana setiap event, HII dapat mengkoneksikan isu music, olahraga, makanan, dengan hutan sehingga setiap orang bisa berubah dan menemukan koneksinya dengan hutan. Tidak merasa tidak terhubung dan tidak merasa dekat dengan hutan meskipun tinggal di kota sekalipun. Dengan menjaga sumber pangan dari hutan maka dapat juga menjaga makanannya.


Konsumsi hasil hutan

Ketika kita memutuskan untuk konsumsi hasil hutan, baik dari komoditas pangan, komoditas kerajinan maupun pengelola jasa lingkungan, pastikan bahwa produk hasil hutan tersebut diolah selokal mungkin dimana masyarakat lokalnya memiliki kearifan lokal yang tidak mengancam kelestarian lingkungan. 


Begitu juga dengan konsumsi produk hasil hutan kayu. Sebisanya mengkonsumsi hasil hutan kayu untuk furniture yang memiliki sertifikasi kayu. Setidaknya pengelolaan yang dilakukan jauh dari kata eksploitasi dan kondisinya pun lebih baik.


Beberapa program dari HII untuk mendekatkan anak muda di perkotaan dengan hutan adalah:


Cerita dari hutan dimana dalam program ini para peserta bisa bercerita tentang hutan.


Jalan-jalan ke hutan. Dengan jalan ke hutan diharapkan peserta memiliki hubungan yang dekat dengan hutan.


Adopsi pohon. Kegiatan menjaga pohon tentu membutuhkan sumber daya. Peserta bisa berdonasi sejumlah uang untuk mendukung kegiatan patrol hutan.


Hutan itu inspirasi

Tak terbayang kan jika hutan itu punah. Minimal sumber inspirasi manusia juga bisa hilang. Hal kecil yang bisa kita lakukan bisa memberikan efek bagi bumi. Misalnya melakukan sesuatu yang bermanfaat setiap peringatan hari Bumi atau lingkungan seperti melakukan hemat energy saat Earth Hour.


Kita juga harus menemukan irisan kepentingan orang. Karena setiap kepentingan orang itu beda-beda. Misalnya pencinta fashion apa yang bisa dilakukan untuk melestarikan hutan dengan passion nya itu.



Kira-kira passion kalian apa yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal dan menjaga kelestarian lingkungan?

Jadi sebenarnya apakah kita tetap bisa memanfaatkan hasil hutan tanpa merusak kelestarian lingkungan? Dengan memperhatikan skala dalam pengelolaannya dan juga keterlibatan masyarakat yang memiliki kearifan lokal dalam penggunaan hasil hutan. Dan ini masih menjadi PR kita bersama.



Selamat hari bumi!


Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

27 komentar

  1. Mantap tulisannya, Mbak! Lengkap penuh data dan menggugah pemikiran..

    BalasHapus
  2. Wah, kece banget tulisannya 😎

    BalasHapus
  3. Nice artikel. Kita bisa menjaga bumi dengan mulai menanam pohon di halaman atau lingkungan dan tidak buang sampah sembarangan terutama sampah plastik karena bisa merusak bumi kita ini. Thanks sudah berbagi mbak 👍😃

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya benar mulai dr hal yg sederhana dan terdekat dlu

      Hapus
  4. Bumi kita emang makin sakit Mba. Butuh kesadaran bersama untuk menjaganya. Sayangnya sistem hidup kapitalis membuat banyak orang rela melakukan segala cara demi dapat uang. Termasuk merusak bumi.
    Mirisnya justru orang2 yang tidak bersalah yang kena imbasnya. Seperti penggundulan hutan, para pengusaha yang ngelakuin, orang2 sekitar yg kena bencannya.

    Ah, semoga kita tidak termasuk d dalamnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya benar. kasihan kaum marjinal yg tinggal dekat sana. amiinn

      Hapus
  5. Kunjungan perdana ke blog lingkungan yang menarik ini. Sering saya dengar bisnis nomor satu, lingkungan nomor sekian. Jadi ada perhatian terhadap lingkungannya tapi bukan prioritas. Rusaknya alam membuat cuaca tidak menentu, termasuk adanya cuaca ekstrem, lalu bencana alam di mana2 senagai bentuk protes alam terhadap manusia

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih pak. betul sekali lingkungan juga bisa protes

      Hapus
  6. Kunjungan perdana ke blog lingkungan yang menarik ini. Terkadang bisnis nomor 1 sementara perhatian terhadap lingkungannya ada cuma bukan prioritas. Oh ya, saya follow blog ini ya.. Thx

    BalasHapus
  7. Kalo saya sih, mulai kebiasaan untuk hemat energi, nggak harus nunggu earth hour juga. misal matikan lampu saat ruangan tidak dipakai. Sederhana tapi semoga bisa membantu bumi tetap lestari.

    BalasHapus
    Balasan
    1. benar penerapan hemat energi yg sederhana di rumah..

      Hapus
  8. Wow mendalam sekali artikelnya. Untuk tingkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal, saya lebih prefer beli kebutuhan di warung sebelah rumah aja daripada toko besar, hehe. Small step tapi semoga bisa bantu

    BalasHapus
  9. Saya mengikuti webinar Langit Biru, mengenai program BBM ramah lingkungan. Secara niat dan aturan sudah ada daripemerintah tapi secara tindak nyata masih jauh dari apa yang diikrarkan. Terlalu banyak yang harus negeri ini lakukan ya untuk mengembalikan alam kita. Semoga saja upaya2 kecil dari berbagai pihak seperti webinar WALHI ini bisa pelan-pelan memperbaiki alam kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. benar meski sudah dimasukkan dalam RPJM tp masih banyak rencana tingkat lokal yg perlu dilakukan

      Hapus
  10. ngomongin masalah hutan memang kita tidka sedang baik-baik saja, semakin menua bumi hutannyapun semakin banyak yang sudah tidka lestari karena tangan-tangan yang belum bertanggungjawab. yang bisa kita lakukan adalah mengurangi kerusakan dengan melakukan hal dari yang terkecil semisal menghemat energi, tidka membuang sampah sembarangan, atau mengurangi plastik. jika dilakukan konsisten dna bersama-sama pasti berimpek besar untuk bumi kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul sekali. hal2 sederhana yg bisa melindungi lingkungan kita

      Hapus
  11. HII programnya keren ya menarik buat kita apalagi anak anak bisa buat media belajar , terutama jalan jalan ke hutan

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener banget mbak. cara yg gampang utk mendekatkan anak muda sekarang dengan hutan

      Hapus
  12. Artikel yang menarik mba, menambah insight saya akan peran kita terhadap bumi, hutan dan lingkungan di sekitar kita. Sudah sepatutnya kita menjaga alam dengan baik, membuat bumi lebih lestari di mulai dari lingkungan rumah kita sendiri :)

    BalasHapus
  13. Mengingat bumi kita sudah tua dan makin sedikit hutan di negara ini jujur bikin was-was tiap ada berita bencana alam. Sebagai bagian dari masyarakat cuma bisa mengontrol pemakaian listrik, mengolah sampah organik, dan menggunakan produk lokal

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya sama sy juga sedih dengar bencana apalagi yg berkaitan dengan hutan

      Hapus
  14. Hemat kertas.. paperless hrs digaungkan lg. Baik tuk perkantoran maupun rumah tangga, demi lestari hutan kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener mba terutama yg masih kuliah heheh

      Hapus

Follower